Keanekaragaman Jenis Komposisi Jenis

penurunan sebesar 1,89 dan kelompok kayu komersial tidak ditebang mengalami penurunan sebesar 2,19, pada tingkat vegetasi pohon kelompok kayu komersial tidak di tebang mengalami penurunan sebesar 8,23 dan kelompok kayu dilindungi mengalami penurunan sebesar 1,94. Menurut Nevada 2007, besarnya nilai INP suatu jenis memperlihatkan peranan suatu jenis dalam komunitas. Suatu jenis yang memiliki nilai INP lebih besar dibandingkan dengan jenis lainnya menandakan bahwa suatu jenis pada komunitas tersebut dikatakan mendominasi atau menguasai ruang di dalam komunitas tersebut. Hal ini disebabkan jenis tersebut mempunyai kesesuaian tempat tumbuh yang baik serta mempunyai daya tahan hidup yang baik pula jika dibandingkan dengan jenis lain yang ada dalam komunitas tersebut.

5.1.2.4 Keanekaragaman Jenis

Tingkat keanekaragaman jenis di suatu tempat atau hutan dapat ditentukan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener H’. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener menunjukkan tingkat keanekaragaman disuatu tempat atau hutan dimana nilainya ditentukan oleh kelimpahan jenis dan kemerataannya. Indeks keanekaragaman jenis merupakan parameter untuk mempelajari gangguan biotik, mengetahui tingkat suksesi atau kestabilan suatu ekosistem, serta merupakan parameter untuk membandingkan dua komunitas. Tabel 10. Indeks Keragaman Shannon-Wiener yang ditemukan pada kondisi hutan primer, hutan setelah ditebang dan hutan setelah dilakukan penjaluran Kondisi hutan Kelerengan Indeks Keragaman Semai Pancang Tiang Pohon Hutan Primer 0-15 2,91 3,09 2,92 3,52 15-25 2,94 3,19 2,99 3,35 25-45 3,06 3,05 3,22 3,29 Hutan Setelah Penebangan 0-15 2,78 2,87 2,92 3,63 15-25 2,81 3,00 3,04 3,37 25-45 2,99 2,98 3,16 3,23 Hutan Setelah Penjaluran 0-15 3,24 3,37 2,88 2,48 15-25 3,20 3,44 3,20 3,06 25-45 3,23 3,34 3,06 2,93 Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat nilai Indeks Keragaman Shannon- Wiener pada kondisi hutan primer, hutan setelah dilakukan penebangan dan hutan setelah dilakukan penjaluran di berbagai kelerengan. Diketahui bahwa nilai Indeks Keragaman Shannon-Wiener terbesar pada tingkat semai terdapat pada kelerengan datar 0-15 di hutan setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 3,24 dan terendah pada kelerengan datar 0-15 di hutan setelah dilakukan penebangan yaitu sebesar 2,78, pada tingkat pancang nilai Indeks Keragaman Shannon-Wiener terbesar terdapat pada kelerengan sedang 15-25 di hutan setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 3,44 dan terendah pada kelerengan datar 0-15 di hutan setelah dilakukan penebangan yaitu sebesar 2,87, pada tingkat tiang nilai Indeks Keragaman Shannon-Wiener terbesar terdapat pada kelerengan curam 25- 45 di hutan primer yaitu sebesar 3,22 dan terendah pada kelerengan datar 0- 15 di hutan setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 2,88 dan pada tingkat pohon nilai Indeks Keragaman Shannon-Wiener terbesar terdapat pada kelerengan datar 0-15 di hutan setelah dilakukan penebangan yaitu sebesar 3,63 dan terendah pada kelerengan datar 0-15 di hutan setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 2,48. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa nilai Indeks Keragaman Shannon-Wiener pada hutan primer, hutan setelah tebangan dan hutan setelah penjaluran menunjukkan nilai lebih dari 2,00. Hal ini berarti pada ketiga kondisi hutan tersebut menunjukkan adanya tingkat keragaman yang tinggi dan tidak adanya suatu jenis yang mendominasi di ketiga hutan tersebut. Apabila mengacu pada Magurran 1988, tingkat keragaman di hutan primer, hutan setelah tebangan dan hutan setelah penjaluran pada umumnya menunjukkan tingkat keragaman yang sedang dimana nilainya berada pada selang antara 1,5 sampai 3,5. Tingkat keragaman yang tinggi terdapat pada tingkat vegetasi pohon di hutan primer dengan kelerengan datar 0-15 yaitu sebesar 3,52 dan hutan setelah dilakukan penebangan dengan kelerengan datar 0-15 yaitu sebesar 3,63. Sedangkan parameter yang mempengaruhi tingkat keanekaragaman suatu komunitas adalah kekayaan jenis, dimana untuk menentukan kekayaan jenis pada suatu ekosistem menggunakan indeks kekayaan Margallef R1. Indeks kekayaan Margallef merupakan indeks yang menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas, dimana besarnya indeks kekayaan Margallef nilainya dipengaruhi oleh banyaknya spesies dan jumlah individu dari vegetasi pada areal tersebut. Tabel 11. Indeks Kekayaan Margallef R1 yang ditemukan pada kondisi hutan primer, hutan setelah ditebang dan hutan setelah dilakukan penjaluran Kondisi hutan Kelerengan Indeks Kekayaan Semai Pancang Tiang Pohon Hutan Primer 0-15 6,14 6,89 6,66 9,85 15-25 6,00 7,20 7,26 8,54 25-45 6,32 6,72 7,24 8,86 Hutan Setelah Penebangan 0-15 5,57 5,62 7,08 10,60 15-25 5,27 6,73 6,80 8,34 25-45 5,90 5,91 7,07 8,65 Hutan Setelah Penjaluran 0-15 6,50 7,01 6,94 6,04 15-25 6,44 7,22 9,13 9,99 25-45 5,92 6,46 7,44 6,31 Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat nilai Indeks kekayaan Margallef R1 pada kondisi hutan primer, hutan setelah dilakukan penebangan dan hutan setelah dilakukan penjaluran di berbagai kelerengan. Diketahui bahwa pada tingkat semai nilai kekayaan Margallef terbesar terdapat pada kelerengan datar 0-15 di hutan setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 6,50 dan terendah pada kelerengan sedang 15-25 di hutan setelah dilakukan penebangan yaitu sebesar 5,27, pada tingkat pancang nilai kekayaan Margallef terbesar terdapat pada kelerengan sedang 15-25 di hutan setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 7,22 dan terendah pada kelerengan datar 0-15 di hutan setelah dilakukan penebangan yaitu sebesar 5,62, pada tingkat tiang nilai kekayaan Margallef terbesar terdapat pada kelerengan sedang 15-25 di hutan setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 9,13 dan terendah pada kelerengan datar 0-15 di hutan primer yaitu sebesar 6,66 dan pada tingkat pohon nilai kekayaan Margallef terbesar terdapat pada kelerengan datar 0-15 di hutan setelah dilakukan penebangan yaitu sebesar 10,60 dan terendah pada kelerengan datar 0-15 di hutan setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 6,04. Selain kekayaan jenis yang mempengaruhi tingkat keanekaragaman komunitas, kemerataan juga mempengaruhi tingkat keanekaragaman komunitas. Kemerataan dapat diketahui dengan menghitung indeks kemerataan E. Indeks kemerataan merupakan indeks yang menunjukkan tingkat penyebaran jenis pada suatu areal hutan. Semakin besar nilai indeks kemerataan E maka komposisi penyebaran jenis semakin merata atau tidak didominasi oleh satu atau beberapa jenis saja. Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat besarnya nilai Indeks Kemerataan E pada kondisi hutan primer, hutan setelah dilakukan penebangan dan hutan setelah dilakukan penjaluran di berbagai kelerengan. Tabel 12. Indeks Kemerataan E jenis yang ditemukan pada kondisi hutan primer, hutan setelah ditebang dan hutan setelah dilakukan penjaluran Kondisi hutan Kelerengan Indeks Kemerataan Semai Pancang Tiang Pohon Hutan Primer 0-15 0,80 0,82 0,76 0,84 15-25 0,81 0,83 0,77 0,82 25-45 0,83 0,81 0,85 0,81 Hutan Setelah Penebangan 0-15 0,81 0,83 0,77 0,87 15-25 0,84 0,82 0,81 0,85 25-45 0,84 0,84 0,86 0,81 Hutan Setelah Penjaluran 0-15 0,86 0,88 0,77 0,68 15-25 0,85 0,89 0,79 0,74 25-45 0,88 0,88 0,80 0,81 Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat nilai Indeks Kemerataan E pada kondisi hutan primer, hutan setelah dilakukan penebangan dan hutan setelah dilakukan penjaluran di berbagai kelerengan. Diketahui bahwa pada tingkat semai nilai indeks kemerataan terbesar terdapat pada kelerengan curam 25-45 di hutan setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 0,88 dan terendah pada kelerengan datar 0-15 di hutan primer yaitu sebesar 0,80, pada tingkat pancang nilai indeks kemerataan terbesar terdapat pada kelerengan sedang 15- 25 di hutan setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 0,89 dan terendah pada kelerengan curam 25-45 di hutan primer yaitu sebesar 0,81, pada tingkat tiang nilai indeks kemerataan terbesar terdapat pada kelerengan curam 25-45 di hutan setelah dilakukan penebangan yaitu sebesar 0,86 dan terendah pada kelerengan datar 0-15 di hutan primer yaitu sebesar 0,76 dan pada tingkat pohon nilai indeks kemerataan terbesar terdapat pada kelerengan datar 0-15 di hutan setelah dilakukan penebangan yaitu sebesar 0,87 dan terendah pada kelerengan sedang 15-25 di hutan setelah dilakukan penjaluran yaitu sebesar 0,74. Dapat disimpulkan bahwa besarnya indeks kemerataan E pada hutan primer, hutan setelah dilakukan penebangan dan hutan setelah dilakukan penjaluran menunjukkan angka diatas 0,6, sehingga berdasarkan kriteria Magurran 1988 pada umumnya memiliki indeks kemerataan jenis E yang tinggi.

5.1.2.5 Kesamaan Komunitas IS

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Kualitas tanah pada sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur(TPTJ) di areal kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma provinsi Kalimantan Tengah

1 14 77

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30

Struktur tegakan pasca penebangan pada sistem tebang pilih tanam jalur di konsesi hutan PT Erna Djuliawati

1 7 37