sebesar 30,83. Keterbukaan lahan ini juga dipengaruhi oleh kelerengan, pada kelerengan 25-45 persen keterbukaan lahan hanya 30,83. Kecilnya
keterbukaan lahan ini disebabkan karena untuk kegiatan penyaradan traktor tidak dapat menjangkau tempat-tempat yang terjal dan berbatu, selain itu terkadang
tidak dimungkinkan untuk melakukan kegiatan pemanenan demi keselamatan operator. Sedangkan untuk nilai keterbukaan lahan terbesar pada kelerengan 15-
25 dengan keterbukaan lahan sebesar 46,20. Besarnya persen keterbukaan tersebut diakibatkan karena pada daerah tersebut banyak pohon-pohon produksi
yang ditebang, selain itu untuk kegiatan penyaradan dapat menjangkau semua kawasan.
Triyana 1995 melakukan penelitian di HPH PT. Industries et Forest Asiatiques PT. IFA menyatakan bahwa keterbukaan lahan akibat penebangan 13
pohon menyebabkan keterbukaan lahan 5,25 akibat penebangan dan 30,98 akibat penyaradan sehingga total keterbukaan lahan sebesar 36,23 dalam satu
hektar. Berdasarkan pengamatan di tempat penelitian, untuk mengurangi besarnya keterbukaan lahan akibat kegiatan penyaradan utamanya maka traktor diusahakan
tidak terlalu banyak melakukan manuver dan berjalan pada jalur yang telah ditentukan sebelumnya.
5.4 Sifat Fisik dan Kimia Tanah
5.4.1 Sifat Fisik Tanah
Watak morfologis tanah merupakan watak-watak yang penampilannya dapat diukur secara langsung di lapangan dengan penglihatan atau rabaan
Purwowidodo 1998. Sifat fisik tanah yang diamati pada penelitian ini antara lain watak morfologis tanah, bobot isi dan kadar air.
Tekstur merupakan perbandingan relatif tiga golongan besar partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi lempung
clay, debu silt dan pasir sand. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikat air oleh
tanah. Sedangkan struktur tanah didefinisikan sebagai susunan saling mengikat partikel-partikel tanah. Ikatan partikel tanah itu berwujud sebagai agregat tanah
yang membentuk dirinya. Struktur tanah sangat mempengaruhi sifat dan keadaan
tanah seperti gerakan air, lalu lintas panas dan aerasi. Oleh karena itu tata air, pernafasan akar tanaman dan penetrasi akar tanaman banyak ditentukan oleh
struktur tanah. Tabel 18. Pengukuran sifat fisik tanah pada hutan primer, hutan setelah tebangan
dan hutan setelah penjaluran Kondisi hutan
Kelerengan Kedalaman
cm Struktur
Bobot isi grcm³
Kadar air Hutan Primer
0-15 20
Butiran 1.00
31.19 15-25
20 Butiran
0.86 38.28
25-45 20
Butiran 0.93
30.82 Hutan setelah
tebangan 0-15
20 Butiran
1.37 30.37
15-25 20
Butiran 1.02
35.99 25-45
20 Butiran
1.12 30.02
Hutan setelah penjaluran
0-15 20
Butiran 1.27
29.83 15-25
20 Butiran
0.96 33.12
25-45 20
Butiran 1.06
28.17 Dari Tabel 18 dapat diketahui bobot isi dan kadar air pada hutan primer,
hutan setelah penebangan dan hutan setelah penjaluran mulai dari kelerengan datar 0-15, sedang 15-25 dan curam 25-45 dan kedalaman jeluk 20 cm.
Pada hutan primer bobot isi tertinggi berada pada kelerengan datar 0-15 dengan kedalaman jeluk 20 cm yaitu sebesar 1,00, sedangkan bobot isi terendah
berada pada kelerengan sedang 15-25 dengan kedalaman jeluk 20 cm yaitu sebesar 0,86. Pada hutan setalah penebangan bobot isi tertinggi berada pada
kelerengan datar 0-15 dengan kedalaman jeluk 20 cm yaitu sebesar 1,37, sedangkan bobot isi terendah berada pada kelerengan sedang 15-25 dengan
kedalaman jeluk 20 cm yaitu sebesar 1,02. Adanya kenaikan bobot isi dipengaruhi oleh meningkatnya kepadatan tanah sehingga bobot isi tanah bertambah yang
disebabkan oleh kegiatan penyaradan dengan alat-alat berat dan kegiatan penebangan. Peningkatan bobot isi ini juga dapat mempengaruhi pertumbuhan
akar tanaman, semakin besar nilai bobot isi tanah maka tanah akan semakin padat sehinga akar sulit untuk berkembang. Jika pengolahan lahan bekas tebangan tidak
dilakukan secara intensif terutama di daerah jalur tanam maka dimungkinkan pertumbuhan tanaman tidak akan optimal. Pada hutan setelah penjaluran bobot isi
tertinggi berada pada kelerengan datar 0-15 dengan kedalaman jeluk 20 cm
yaitu sebesar 1,27, sedangkan bobot isi terendah berada pada kelerengan sedang 15-25 dengan kedalaman jeluk 20 cm yaitu sebesar 0,96.
Besaran bobot isi tanah dapat bervariasi dari lapisan ke lapisan sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman itu menunjukkan
derajat kepadatan tanah Foth 1988, karena tanah dengan bertambahnya berat tanah setiap satuan menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah. Tanah dengan
bobot yang besar akan sulit meneruskan air atau sulit ditembus akar tanaman, begitu pula sebaliknya tanah dengan bobot isi rendah, akar tanaman lebih mudah
berkembang Hardjowigeno 2003. Sedangkan untuk kadar air pada hutan primer nilai tertinggi berada pada
kelerengan sedang 15-25 dengan kedalaman jeluk 20 cm yaitu sebesar 38,28, sedangkan kadar air terendah berada pada kelerengan curam 25-45 dengan
kedalaman jeluk 20 cm yaitu sebesar 30,82, pada hutan setalah penebangan kadar air tertinggi berada pada kelerengan sedang 15-25 dengan kedalaman jeluk 20
cm yaitu sebesar 35,99, sedangkan kadar air terendah berada pada kelerengan curam 25-45 dengan kedalaman jeluk 20 cm yaitu sebesar 30,02 dan Pada
hutan setelah penjaluran kadar air tertinggi berada pada kelerengan sedang 15- 25 dengan kedalaman jeluk 20 cm yaitu sebesar 33,12, sedangkan kadar air
terendah berada pada kelerengan curam 25-45 dengan kedalaman jeluk 20 cm yaitu sebesar 28,17. Dari hasil penelitian juga terlihat dari hutan primer sampai
hutan setelah penjaluran nilai kadar air menurun. Penurunan terbesar terjadi pada hutan setelah penjaluran, hal ini disebabkan karena pada hutan setelah penjaluran
banyak pohon-pohon yang rusak atau tumbang akibat kegiatan penebangan, penyaradan dan penjaluran. Hal ini akan berpengaruh pada kemampuan akar
dalam menyimpan air dalam tanah berkurang, sehingga air tidak dapat tersimpan secara optimal di dalam tanah sehingga kadar air dalam tanah dapat berkurang.
5.4.2 Sifat Kimia Tanah 5.4.2.1 pH Tanah