dilakukan, pada umumnya semakin curam tempat penebangan maka tingkat kerusakan yang terjadi terhadap tegakan tinggal semakin besar.
Sedangkan berdasarkan tingkat kerusakan terhadap tegakan tinggal yang terdapat dalam plot pengamatan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Nilai persentase kerusakan tegakan akibat penebangan satu pohon berdasarkan tingkat kerusakannya
Pohon ditebang Ringan
Sedang Berat
Total Shorea sp
2.99 5.97
13.43 22.39
Shorea sp 3.15
7.09 8.66
18.90 Memecylon. spp
2.48 6.61
15.70 24.79
Ket : kenuar Shorea. sp, merkunyit Shorea. sp, temperas Memecylon. spp
Dari Tabel 15 dapat dilihat kerusakan tegakan tinggal pada penebangan satu pohon yang paling besar adalah kerusakan sedang sampai berat. Kerusakan
sedang berkisar antara 5.97 sampai 7.09 dan kerusakan berat berkisar antara 8.66 sampai 15.70. Menurut Wijayanti 1993 dalam Sukendar 1999 tingkat
kerusakan sedang dapat berupa kerusakan tajuk sebesar 30 sampai 50, luka batang atau rusak kulit sebesar ¼ sampai ½ batang, rusak banir atau akar 13
sampai ½ banir atau akar yang rusak atau terpotong dan condong atau miring membentuk sudut 45 º dengan tanah. Sedangkan kerusakan berat dapat berupa
patah batang, pecah batang, roboh, tumbang atau miring membentuk sudut 45 º dengan tanah, rusak tajuk sebesar 50, luka batang atau rusak kulit lebih dari
setengah keliling pohon dan rusak banir atau akar lebih dari setengah banir.
5.2.2 Dampak Kerusakan Tegakan Akibat Kegiatan Pemanenan
Kerusakan kegiatan pemanenan terhadap tegakan tinggal disebabkan oleh kegiatan penebangan, penyaradan dan penjaluran. Pengamatan kerusakan tegakan
akibat kegiatan pemanenan ini dilakukan pada kelerengan datar, kelerengan sedang dan kelerengan curam pada pohon-pohon yang berdiameter 10 cm.
Untuk hasil kerusakan tegakan akibat kegiatan pemanenan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Nilai persentase kerusakan tegakan akibat kegiatan pemanenan pada berbagai kelerengan
Kelerengan Jumlah pohon awal
Jumlah pohon yang ditebang
Jumlah pohon yang rusak
Persentase kerusakan
0-15 813
38 353
45.55 15-25
893 43
381 44.82
25-45 624
18 216
35.64 Dari data pada Tabel 16, penebangan pada kelerengan 0-15 terhadap
pohon produksi sebanyak 38 pohon dengan jumlah pohon awal 813 pohon dan 353 pohon mengalami kerusakan menyebabkan persentase kerusakan tegakan
sebesar 45.55, penebangan pada kelerengan 15-25 terhadap pohon produksi sebanyak 43 pohon dengan jumlah pohon awal 893 pohon dan 381 pohon
mengalami kerusakan menyebabkan persentase kerusakan tegakan sebesar 44.82, dan penebangan pada kelerengan 25-45 terhadap pohon produksi
sebanyak 18 pohon dengan jumlah pohon awal 624 pohon dan 216 pohon mengalami kerusakan menyebabkan persentase kerusakan tegakan sebesar
35.64. Burgess dan Raw 1967 menyatakan bahwa kerusakan tegakan tinggal
pada penebangan konvensional berkisar antara 33-70 dengan intensitas penebangan yang tinggi 30 m
3
ha. Sedangkan Triyana 1995 yang melakukan penelitian di HPH. PT Industries et Forest Asiatiquest PT. IFA
mengatakan bahwa penebangan dengan 13 pohon perhektar menyebabkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 24.71 dengan kerusakan terbesar yaitu pada
kerusakan tajuk sebesar 39.53. Kerusakan akibat kegiatan pemanenan terhadap tegakan tinggal, selain
disebabkan oleh kegiatan pemanenan juga disebabkan oleh kegiatan penyaradan. Khusus untuk kegiatan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur TPTJ
kerusakan pada tegakan tinggal ditambah dengan adanya penebangan untuk pembuatan jalur bersih untuk persiapan penanaman selebar 3 meter setiap 25
meter jalur kotor. Sist dan Amiril 1998 menyatakan bahwa penebangan umumnya merusak pohon tetapi penyaradan merupakan penyebab utama dari
kematian tegakan tinggal.
5.3 Keterbukaan Lahan Bekas Tebangan