perkembangannya kemudian menjadi bagian dari komunitas yang ada Misra, 1980.
Ewusie 1980 menyatakan bahwa pada waktu tutupan hutan dihilangkan, segera terjadilah perubahan dalam intensitas cahaya, suhu, dan kelembaban.
Tatanan iklim mikro hutan asli hilang. Berdasarkan kenyataan bahwa tanahnya kemudian terkena hujan dan matahari secara langsung, terjadilah penurunan
kualitas tanah, yang mengakibatkan pengikisan dan kehilangan humus dengan cepat.
Indrawan 2000 menyatakan bahwa di daerah tropika yang mempunyai musim kering yang periodik, suksesi lebih cepat terjadi pada musim hujan tetapi
proses ini sebagian terjadi juga pada musim kering. Pada setiap sistem ini, beberapa struktur vegetasi hilang selama musim kering selanjutnya. Proses
tersebut berlangsung terus sampai strukturnya mempunyai perubahan yang stabil yang dikatakan sebagai keadaan yang mantap. Disamping perbedaan yang
disebabkan oleh air, ada suatu jumlah yang nyata dari variabilitas suksesi tropis yang juga disebabkan oleh temperatur menurut ketinggian, karena suhu rata-rata
lebih tinggi di daerah tropis maka lebih banyak didapatkan variasi perubahan vegetasinya dibandingkan daerah sedang.
2.3 Kerusakan Tegakan Tinggal dan Keterbukaan Lahan
Pemanenan merupakan serangkaian kegiatan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan dengan biaya yang ekonomis
dan kerusakan lingkungan yang minimum Budiaman, 2003. Sedangkan menurut Suparto 1979 dalam Kurniawan 2003 pemanenan hasil hutan merupakan
serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan biomassa lainnya menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan dan kebudayaan
masyarakat.
2.3.1 Kerusakan Tegakan Tinggal
Kerusakan karena pembalakan terhadap tegakan tinggal disebabkan oleh adanya kegiatan penebangan, kemudian dilanjutkan oleh kegiatan penyaradan
atau bahkan kegiatan penjaluran. Kerusakan ringan mungkin hanya menyebabkan cacat kecil pada kayu. Namun kerusakan dengan menimbulkan luka besar pada
bagian batang akan menjadi lubang masuknya jamur yang menyebabkan kayu tidak dapat lagi digunakan pada rotasi tebang berikutnya Sutisna, 2001.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukendar 1999 kerusakan yang paling banyak terjadi akibat penebangan dan penyaradan adalah pohon
roboh sebanyak 75 pohon atau sebesar 29,64 yang terdiri dari akibat penebangan 24 pohon dan akibat penyaradan 25 pohon.
Mengacu pada sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia TPTI, pohon digolongkan rusak apabila mengalami salah satu atau lebih keadaan sebagai
berikut Departemen Kehutanan, 1993 : 1
Tajuk pohon rusak lebih dari 30 atau cabang pohon atau dahan besar patah. 2
Luka batang mencapai kayu berukuran lebih dari 14 keliling batang dengan panjang lebih dari 1,5 m.
3 Perakaran terpotong atau 13 banirnya rusak.
Menurut Sukendar 1999 berdasarkan tipe kerusakan yang terjadi pada individu pohon, maka dapat ditetapkan tingkat kerusakan yang terjadi sebagai
berikut : 1
Tingkat kerusakan berat : a.
Patah batang b.
Pecah batang c.
Roboh, tumbang atau miring membentuk sudut 45 dengan tanah
d. Rusak tajuk 50
e. Luka batang atau rusak kulit lebih dari setengah keliling pohon
f. Rusak banir atau akar lebih dari setengah banir
2 Tingkat kerusakan sedang a.
Rusak tajuk : 30 – 50 b.
Luka batang atau rusak kulit : ¼ - ½ banir c.
Rusak banir atau akar : 13 – 12 banirakar rusak atau terpotong d.
Condong atau miring : membentuk sudut 45 dengan tanah
3 Tingkat kerusakan ringan a.
Rusak tajuk 30 b.
Luka batang atau kulit rusak 14 keliling pohon dan panjang luka 1,5m c.
Rusak banir atau akar : 14 banir atau perakaran terpotong
Faktor yang mempengaruhi besarnya kerusakan tegakan tinggal adalah intensitas penebangan, teknik penebangan dan penentuan arah rebah, sebaran
pohon tebangan diameter 40 cm Up jenis komersial, tanaman perambat yang melilit dan sistem pemanenan Kurniawan, 2003.
2.3.2 Keterbukaan Lahan