dimana : K = Persentase keterbukaan lahan akibat penebangan atau penyaradan
L = Luas lahan terbuka akibat penebangan atau penyaradan Keterbukaan lahan per hektar dapat ditentukan dari hasil penjumlahan
antara keterbukaan lahan akibat kegiatan penebangan dan keterbukaan lahan akibat kegiatan penyaradan.
4.4.5 Pengukuran Sifat Fisika Tanah
Pengukuran kepadatan tanah merupakan pengukuran berat isi tanah. Berat isi adalah berat suatu volume tanah dalam keadaan utuh undisturbed, dinyatakan
dalam gcc. Penetapan berat isi tanah ditentukkan dengan rumus Departemen Pertanian,
1979 :
Berat isi tanah keadaan lapang gcc = a – c V
d
Berat isi tanah keadaan kering oven gcc = b – c
V
d
Pengukuran kandungan air tanah menggunakan rumus : Kandungan air
= a – c – b – c
b – c
Dimana : a = Berat contoh tanah dalam tabung sebelum di oven
b = Berat contoh tanah dalam tabung setelah di oven
c = Berat tabung ring tanah
V
d
= Volume tabung bagian dalam Pengukuran ruang pori tanah menggunakan rumus :
Ruang pori total = Volume tanah utuh
– volume jarah tanah x 100 Volume tanah utuh
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Struktur dan Komposisi Tegakan 5.1.1. Struktur Tegakan
Struktur tegakan dapat dilihat secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal, berkaitan erat dengan penguasaan tempat tumbuh yang dipengaruhi oleh
besarnya energi cahaya matahari, ketersediaan air tanah dan hara mineral bagi pertumbuhan individu komponen masyarakat tersebut.
Struktur tegakan dapat dilihat berdasarkan tingkat kerapatan sehingga akan menggambarkan kondisi suatu tegakan hutan. Struktur tegakan pada kondisi hutan
primer, hutan setelah dilakukan penebangan dan hutan setelah dilakukan penjaluran berdasarkan tingkat kerapatan pada klas diameter di berbagai klas
kelerengan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kerapatan pada berbagai kelas kelerengan pada kondisi hutan primer,
hutan setelah penebangan dan hutan setelah penjaluran Kondisi hutan
Kerapatan Kelerengan 20-29
30-39 40-49 50-59 60 Up Hutan Primer
0-15 134.67 82.67 23.67
9.33 20.67
15-25 155.00 91.00 25.00
7.00 19.67
25-45 84.00 66.67 31.00 11.67 14.67
Hutan Setelah Penebangan 0-15
77.33 48.67 13.67 4.00
9.67 15-25
93.33 53.33 14.67 3.67
5.67 25-45
57.67 44.33 18.33 7.67
7.67 Hutan Setelah Penjaluran
0-15 94.70 49.62 17.05
7.20 5.30
15-25 97.35 41.29 18.56
8.71 4.17
25-45 78.41 32.95 11.74
4.92 4.92
Berdasarkan Tabel 4, kerapatan pohon dilihat berdasarkan pembagian klas diameter yaitu 20-29 cm, 30-39 cm, 40-49 cm, 50-59 cm dan 60 Up cm. Pada
hutan primer, hutan setelah penebangan dan hutan setelah penjaluran dengan diameter 20-29 cm kerapatan terbesar terdapat pada hutan primer dengan
kelerengan 15-25 sebesar 155,00 dan terkecil terdapat pada hutan setelah penebangan dengan kelerengan 25-45 sebesar 57,67. Pada diameter 30-39 cm
kerapatan terbesar terdapat pada hutan primer dengan kelerengan 15-25 sebesar 91,00 dan terkecil terdapat pada hutan setelah penjaluran dengan kelerengan 25-