Dominansi Jenis Komposisi Jenis

komersial ditebang sebesar 3,21, tingkat pancang terjadi penurunan sebesar 1,59, tingkat tiang terjadi penurunan sebesar 0,66 dan pada tingkat pohon terjadi penurunan sebesar 1,23.

5.1.2.2 Dominansi Jenis

Dominanasi suatu jenis dapat digunakan untuk mengetahui jenis-jenis yang paling berperan dalam suatu komunitas di suatu areal hutan. Jenis yang mendominasi pada suatu komunitas dapat diketahui melalui besarnya Indeks Nilai Penting INP jenis tersebut, di mana jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting INP tertinggi merupakan jenis yang dominan. Hal ini menunjukkan bahwa suatu jenis tersebut mempunyai tingkat kesesuaian terhadap lingkungan yang tinggi dari jenis lainnya. Menurut Indrawan 2000, nilai indeks dominansi digunakan untuk menentukan dominansi jenis dalam suatu komunitas, nilai indeks dominansi yang rendah menunjukkan pola dominansi jenisnya di pusatkan pada banyak jenis beberapa jenis, sedangkan nilai indeks dominansi yang tinggi menunjukkan pola dominansi jenisnya di pusatkan pada sedikit jenis. Nilai indeks dominansi tertinggi adalah 1 satu yang menunjukkan bahwa komunitas itu dikuasai oleh satu jenis atau terpusat pada satu jenis. Untuk mengetahui jenis-jenis yang mendominasi berikut daftar lima tingkat jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting INP tertinggi dari seluruh jenis yang ditemukan pada plot pengamatan yang merupakan perubahan dari kondisi hutan primer, hutan setelah penebangan dan hutan setelah penjaluran pada sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur TPTJ dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Daftar jenis dengan INP terbesar pada kondisi hutan primer, hutan setelah tebangan dan hutan setelah penjaluran Kondisi Hutan Kelerengan Jenis-jenis Dominan Semai INP Pancang INP Tiang INP Pohon INP Hutan Primer 0-15 Shorea leprosula 28.53 Polyalthia laterifolia 27.42 Polyalthia laterifolia 66.31 Shorea leprosula 25.87 Polyalthia laterifolia 27.89 Eugenia sp. 23.81 Eugenia sp. 25.71 Litsea spp. 22.15 Eugenia sp. 22.97 Litsea spp. 19.02 Nephelium lappaceum 21.03 Polyalthia laterifolia 20.16 Litsea spp. 15.02 Mangifera macrocarpa 11.32 Canarium denticulatum 18.96 Nephelium lappaceum 19.56 Hopea dyeri 11.17 Nephelium lappaceum 10.05 Litsea spp. 14.87 Eugenia sp. 19.02 15-25 Eugenia sp. 27.79 Litsea spp. 26.19 Eugenia sp. 39.73 Shorea leprosula 31.77 Litsea spp. 27.11 Eugenia sp. 24.45 Polyalthia laterifolia 36.75 Eugenia sp. 29.60 Shorea leprosula 22.01 Nephelium lappaceum 15.38 Pithecelobium sp. 28.59 Litsea spp. 25.44 Polyalthia laterifolia 14.07 Polyalthia laterifolia 14.79 Litsea spp. 25.39 Polyalthia laterifolia 15.56 Shorea ovalis 9.52 Shorea leprosula 10.19 Canarium denticulatum 18.37 Pithecelobium sp. 14.60 25-45 Litsea spp. 26.69 Eugenia sp. 26.96 Litsea spp. 29.43 Diospyros malam 31.32 Polyalthia laterifolia 19.49 Litsea spp. 25.30 Shorea leprosula 23.39 Shorea leprosula 28.85 Eugenia sp. 18.40 Polyalthia laterifolia 19.84 Polyalthia laterifolia 23.36 Eugenia sp. 25.26 Shorea leprosula 15.18 Nephelium lappaceum 14.17 Eugenia sp. 21.45 Litsea spp. 20.84 Shorea laevifolia 11.45 Eusideroxylon zwageri 12.26 Nephelium lappaceum 19.48 Vatica resak 13.62 Hutan Setelah penebangan 0-15 Polyalthia laterifolia 34.19 Polyalthia laterifolia 30.78 Polyalthia laterifolia 68.79 Polyalthia laterifolia 21.51 Shorea leprosula 29.10 Litsea spp. 29.58 Eugenia sp. 29.92 Nephelium lappaceum 21.28 Eugenia sp. 28.09 Eugenia sp. 28.12 Nephelium lappaceum 24.62 Shorea leprosula 18.43 Litsea spp. 22.84 Nephelium lappaceum 12.37 Canarium denticulatum 14.31 Litsea spp. 18.20 Mangifera macrocarpa 9.62 Shorea leprosula 11.39 Shorea leprosula 13.82 Eugenia sp. 18.03 15-25 Litsea spp. 43.15 Eugenia sp. 34.90 Eugenia sp. 41.15 Eugenia sp. 31.85 Eugenia sp. 22.47 Litsea spp. 21.64 Polyalthia laterifolia 31.47 Litsea spp. 28.17 Shorea leprosula 21.28 Polyalthia laterifolia 20.55 Litsea spp. 26.11 Shorea leprosula 21.89 Polyalthia laterifolia 16.08 Nephelium lappaceum 16.89 Pithecelobium sp. 25.08 Polyalthia laterifolia 17.90 Vatica resak 9.10 Myristica iners 10.14 Myristica iners 15.89 Vatica resak 15.74 Kondisi Hutan Kelerengan Jenis-jenis Dominan Semai INP Pancang INP Tiang INP Pohon INP Hutan Setelah Penebangan 25-45 Litsea spp. 27.77 Litsea spp. 29.19 Litsea spp. 31.09 Diospyros malam 33.96 Polyalthia laterifolia 27.14 Eugenia sp. 26.14 Shorea leprosula 30.93 Shorea leprosula 29.84 Eugenia sp. 16.55 Polyalthia laterifolia 22.32 Eugenia sp. 24.13 Eugenia sp. 28.88 Shorea leprosula 15.84 Nephelium lappaceum 13.48 Polyalthia laterifolia 20.49 Litsea spp. 21.27 Shorea laevifolia 10.23 Eusideroxylon zwageri 10.75 Nephelium lappaceum 18.54 Eusideroxylon zwageri 14.68 Hutan Setelah Penjaluran 0-15 Shorea leprosula 22.79 Litsea spp. 16.63 Shorea leprosula 51.19 Shorea leprosula 57.83 Litsea spp. 19.39 Shorea leprosula 15.02 Eugenia sp. 36.95 Eugenia sp. 55.33 Eugenia sp. 15.44 Eusideroxylon zwageri 13.28 Litsea spp. 28.16 Litsea spp. 40.18 Eusideroxylon zwageri 12.97 Eugenia sp. 11.03 Vatica resak 27.39 Vatica resak 25.61 Polyalthia laterifolia 11.88 Elateriospermum tapos 10.79 Polyalthia laterifolia 25.80 Dipterocarpus gracilis 20.08 15-25 Shorea leprosula 20.21 Litsea spp. 19.01 Polyalthia laterifolia 45.22 Eugenia sp. 58.81 Litsea spp. 20.03 Polyalthia laterifolia 13.46 Shorea leprosula 34.26 Shorea leprosula 40.41 Polyalthia laterifolia 14.72 Eugenia sp. 12.35 Eugenia sp. 30.83 Polyalthia laterifolia 25.45 Nephelium lappaceum 14.03 Myristica iners 10.88 Nephelium lappaceum 19.51 Nephelium lappaceum 20.36 Eugenia sp. 13.72 Gluta renghas 10.17 Lansium domesticum 16.68 Litsea spp. 12.80 25-45 Shorea leprosula 22.37 Polyalthia laterifolia 14.16 Polyalthia laterifolia 41.26 Eugenia sp. 52.10 Litsea spp. 14.64 Eusideroxylon zwageri 13.97 Litsea spp. 30.62 Shorea leprosula 34.31 Polyalthia laterifolia 12.81 Gluta renghas 12.88 Shorea leprosula 26.69 Litsea spp. 29.92 Shorea sp. 10.33 Litsea spp. 12.37 Eugenia sp. 19.59 Vatica resak 20.51 Elateriospermum tapos 9.94 Arthocarpus sp. 11.55 Nephelium lappaceum 18.51 Polyalthia laterifolia 17.99 Berdasarkan data pada Tabel 8 dapat dilihat jenis yang mendominasi dari famili Dipterocarpaceae adalah lempung Shorea leprosula dan jenis yang mendominasi dari famili non Dipterocarpaceae adalah medang Litsea spp., kayu arang Diospyros malam, jambu-jambu Eugenia sp. dan benitan Polyalthia laterifolia , sedangkan banyaknya jenis yang mendominasi pada setiap tingkatan jenis untuk masing-masing kelerengan bervariasi. Pada kondisi hutan primer di tingkat semai kelerengan datar 0-15 jenis yang mendominasi adalah jenis lempung Shorea leprosula sebesar 28,53, untuk tingkat pancang adalah jenis benitan Polyalthia laterifolia sebesar 27,42, untuk tingkat tiang adalah jenis benitan Polyalthia laterifolia sebesar 66,31 dan untuk tingkat pohon adalah jenis lempung Shorea leprosula sebesar 25,87. Pada kelerengan sedang 15-25 jenis yang mendominasi pada tingkat semai adalah jenis jambu-jambu Eugenia sp. sebesar 27,79, untuk tingkat pancang adalah jenis medang Litsea spp. sebesar 26,19, untuk tingkat tiang adalah jenis jambu-jambu Eugenia sp. sebesar 39,73 dan untuk tingkat pohon adalah jenis lempung Shorea leprosula sebesar 31,77. Pada kelerengan curam 25-45 jenis yang mendominasi pada tingkat semai adalah jenis medang Litsea spp. sebesar 26,69, untuk tingkat pancang adalah jenis jambu-jambu Eugenia sp. sebesar 26,96, untuk tingkat tiang adalah jenis medang Litsea spp. sebesar 29,43 dan untuk tingkat pohon adalah jenis kayu arang Diospyros malam sebesar 31,32. Untuk kondisi hutan setelah penebangan, jenis yang mendominasi pada setiap kelerengan untuk semua tingkat vegetasi mengalami perubahan. Pada kelerengan datar 0-15 jenis yang mendominasi pada tingkat semai adalah jenis benitan Polyalthia laterifolia sebesar 34,13, untuk tingkat pancang adalah jenis benitan Polyalthia laterifolia sebesar 30,78, untuk tingkat tiang adalah jenis benitan Polyalthia laterifolia sebesar 68,79 dan untuk tingkat pohon adalah jenis benitan Polyalthia laterifolia sebesar 21,51. Pada kelerengan sedang 15-25 jenis yang mendominasi pada tingkat semai adalah jenis medang Litsea spp. sebesar 43,15, untuk tingkat pancang adalah jenis jambu-jambu Eugenia sp. sebesar 34,90, untuk tingkat tiang adalah jenis jambu-jambu Eugenia sp. sebesar 41,15 dan untuk tingkat pohon adalah jenis jambu-jambu Eugenia sp. sebesar 31,35. Pada kelerengan curam 25-45 jenis yang mendominasi pada tingkat semai adalah jenis medang Litsea spp. sebesar 27,77, untuk tingkat pancang adalah jenis medang Litsea spp. sebesar 29,19, untuk tingkat tiang adalah jenis medang Litsea spp. sebesar 31,09 dan untuk tingkat pohon adalah jenis kayu arang Diospyros malam sebesar 33,96. Sama halnya dengan hutan setelah penebangan, untuk kondisi hutan setelah penjaluran, jenis yang mendominasi pada setiap kelerengan untuk semua tingkat vegetasi mengalami perubahan. Pada kelerengan datar 0-15 jenis yang mendominasi pada tingkat semai adalah jenis lempung Shorea leprosula sebesar 22,79, untuk tingkat pancang adalah jenis medang Litsea spp. sebesar 16,63, untuk tingkat tiang adalah jenis lempung Shorea leprosula sebesar 51,19 dan untuk tingkat pohon adalah jenis lempung Shorea leprosula sebesar 57,83. Pada kelerengan sedang 15-25 jenis yang mendominasi pada tingkat semai adalah jenis lempung Shorea leprosula sebesar 20,21, untuk tingkat pancang adalah jenis medang Litsea spp. sebesar 19,01, untuk tingkat tiang adalah jenis benitan Polyalthia laterifolia sebesar 45,22 dan untuk tingkat pohon adalah jenis jambu-jambu Eugenia sp. sebesar 58,81. Pada kelerengan curam 25-45 jenis yang mendominasi pada tingkat semai adalah jenis lempung Shorea leprosula sebesar 22,37, untuk tingkat pancang adalah jenis benitan Polyalthia laterifolia sebesar 14,16, untuk tingkat tiang adalah jenis benitan Polyalthia laterifolia sebesar 41,26 dan untuk tingkat pohon adalah jenis jambu-jambu Eugenia sp. sebesar 52,10.Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis yang mendominasi pada kondisi hutan ini adalah jenis benitan Polyalthia laterifolia.

5.1.2.3 Indeks Nilai Penting INP

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Kualitas tanah pada sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur(TPTJ) di areal kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma provinsi Kalimantan Tengah

1 14 77

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30

Struktur tegakan pasca penebangan pada sistem tebang pilih tanam jalur di konsesi hutan PT Erna Djuliawati

1 7 37