2.5 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur TPTJ
Departemen Kehutanan 1993 mengatakan bahwa sistem silvikultur adalah proses penanaman, pemeliharaan, penebangan, penggantian suatu tegakan
hutan untuk menghasilkan produksi kayu, atau hasil hutan lainnya dalam bentuk tertentu. Sesuai dengan asas kelestarian hasil yang mendasari pengelolaan hutan,
maka pemilihan sistem silvikultur memerlukan pertimbangan yang seksama, mencakup keadaan atau tipe hutan, sifat fisik, struktur, komposisi, tanah,
topografi, pengetahuan profesional rimbawan, dan kemampuan pembiayaan. Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur TPTJ adalah sistem
silvikultur uji coba yang digulirkan sebagai alternatif pembangunan HTI. HTI menggunakan tebang habis, sementara TPTJ menyisakan hutan alam diantara
jalur tanam. Pembukaan tutupan hutan terjadi pada jalur bersih selebar 3 meter yang berada di tengah jalur tanam selebar 10 meter yang bebas dari naungan
pohon. Di antara jalur tanam disisakan hutan alam selebar 25 meter yang ditebang dengan batas diameter 40 cm ke atas Departemen Kehutanan, 1998.
Tujuan dari sistem TPTJ adalah agar kegiatan pengelolaan hutan dapat dilaksanakan secara intensif dengan melakukan kegiatan-kegiatan silvikultur
melalui sistem jalur sehingga pembinaan dan pengawasan hutan lebih terjamin, sedangkan sasarannya adalah Departemen Kehutanan, 1998 :
a. Mengatur pemanfaatan kayu yang optimal pada hutan alam produksi. b. Meningkatkan potensi hutan baik kualitas maupun kuantitas pada areal bekas
tebangan dengan cara menanam jenis komersil terutama dari jenis Dipterocarpaceae yang diharapkan dapat menjamin kontinuitas produksi.
c. Memudahkan pelaksanaan pemeriksaan, pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan pembinaan hutan yang dilaksanakan di lapangan.
Pada dasarnya penerapan sistem silvikultur TPTJ adalah untuk mengantisipasi menurunnya potensi tegakan per satuan hektar pada rotasi kedua
pengusahaan hutan sekaligus menerapkan fungsi rehabilitasi atas seluruh areal bekas tebangan di dalam areal kerja HPH yang bersangkutan. Dalam penerapan
sistem silvikultur TPTJ ini dikhususkan pada daerah yang bertopografi bergelombang hingga berbukit umumnya HPT, diperlukan kehati-hatian ekstra
guna menghindari dampak sampingan yang mungkin ditimbulkan, seperti bahaya
erosi, tanah longsor, dll. Bahkan untuk areal-areal HPH dengan karakteristik topografi yang demikian perlu dipertimbangkan layak tidaknya penerapan sistem
silvikultur TPTJ, sama halnya dengan kondisi pada hutan rawa Departemen Kehutanan, 1998.
Untuk mencapai sasaran yang diharapkan, maka ditetapkan tahapan TPTJ beserta tata waktu pelaksanaannya yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tahapan kegiatan TPTJ
No Tahapan Kegiatan TPTI
Waktu Pelaksanaan dalam tahun
1 Penataan Areal Kerja dan Risalah
Et - 2 2
Pembukaan Wilayah Hutan Et - 1
3 Pengadaan bibit
Et - 1 4
Penebangan Et
5 Penyiapan Jalur Bersih
Et 6
Penanaman Et
7 Pemeliharaan tanaman
Et + 1 8
Perlindungan tanaman Terus menerus
Keterangan : Et adalah simbol tahun penebangan Sumber Departemen Kehutanan, 1999
Sebagai sistem Tebang Pilih Tanam Jalur TPTJ menetapkan rotasi penebangan 35 tahun, dengan batas diameter
≥ 40 cm. Jumlah pohon inti yang harus diamankan dan dirawat minimal 25 batang per ha yang harus tersebar
merata dan berdiameter 20 - 39 cm. Selain itu, harus dilindungi jenis-jenis pohon yang dilindungi pemerintah Departemen Kehutanan, 1998.
Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur TPTJ mulai diterapkan di PT. Erna Djuliawati pada tahun 19981999. Sistem silvikultur Tebang Pilih
Tanam Jalur TPTJ merupakan modifikasi dari sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia TPTI. Terdapat dua aspek yang sangat mendasar dalam modifikasi
sistem silvikultur ini yaitu sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur TPTJ mengurangi diameter minimum tebangan hingga 40 cm dan sistem silvikultur
Tebang Pilih Tanam Jalur TPTJ mensyaratkan penanaman jalur yang sistematis di seluruh areal yang ditebang Buku SOP PT. Erna Djuliawati, 2007.
Pada tahun 199899 perusahaan bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan dalam melaksanakan uji
coba seluas 1000 hektar untuk menguji sistem TPTJ. Hasil dari pembalakan
hingga batas diameter 40 cm menyebabkan kerusakan parah pada tegangan tinggal. Laporan LITBANG sendiri meragukan viabilitas sistem TPTJ jika
diadopsi begitu saja. Kunjungan lapangan ke areal uji coba tersebut menegaskan derajat kerusakan yang disebabkan oleh pelaksanakan sistem TPTJ. Berdasar hasil
ujicoba dan pengamatan mereka sendiri, perusahaan memutuskan untuk memodifikasi sistem TPTJ. Tabel 2 menggambarkan ringkasan modifikasi
dibandingkan dengan konsep awal sebagaimana yang diwajibkan dalam dokumen SK mereka Buku SOP PT. Erna Djuliawati, 2007.
Tabel 2. Perbandingan antara konsep TPTJ dan praktek aktualnya oleh perusahaan
No Konsep Awal TPTJ
Modifikasi Perusahaan 1
Dimaksudkan untuk diterapkan pada
hutan sekunder
bekas tebangan
Juga diaplikasikan pada hutan primer
2 TPTJ diterapkan pada kelerengan
yang kurang dari 25 dan elevasi yang kurang dari 500 meter
Perusahaan menunjuk kawasan untuk
ditebang dengan
menggunakan TPTI dan TPTJ berdasarkan penilaian topografi
yang menyeluruh
3 Batas diameter tebangan adalah 40
cm Up Perusahaan mencoba batas 40 cm
Up ini pada tahun pertama
pelaksanaan tetapi
mengabaikannya dan menetapkan batas diameter 55 cm Up, setelah
mengevaluasi dampak pada uji coba LITBANG
4 Jalur yang dibuat setiap 25 m
dibersihkan hingga lebarnya 3 m dan ditanami dengan jarak tanam 5
m Dilaksanakan sebagaimana aturan
5 Pembersihan gulma pada jalur
tanam selebar 3 m setelah 6 bulan, 1 tahun dan 2 tahun
Sedang dilaksanakan
6 Pembebasan vertikal dalam jalur
selebar 5 m yang masuk pada jalur tanam pada tahun ke 4, 6 dan 10
Masih terlalu
awal, namun
perusahaan menyatakan bahwa mereka tidak bermaksud untuk
menjalankan kegiatan
ini. Pemeriksaan
lapangan memverifikasi bahwa perlakuan
seperti ini tidak dapat dilakukan Sumber : Buku SOP PT. Erna Djuliawati, 2007
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
PT. Erna Djuliawati merupakan salah satu perusahaan pemegang Ijin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu IUPHHK di Kalimantan Tengah,
Kabupaten Seruyan, Kecamatan Seruyan Hulu. Menurut ijin pengelolaan hutan terbaru yang diterbitkan pada tahun 1999 SK HPH Pembaharuan No.15Kpts-
IV1999, luas total kawasan konsesi adalah 184,206 ha. Perusahaan membagi kawasan ini menjadi dua site yaitu site A di bagian Timur, dan site B di bagian
Barat, yang mengikuti arah tangkapan dari sistem sungai yang mengalir melewati areal konsesi. Sejak awal 1999, perusahaan telah menebang kira-kira 24,562
hektar lagi hutan primer hingga akhir tahun 2003 dengan rata-rata tebangannya seluas 4400 hatahun. Hingga 1 Januari 2004 ini, berarti masih ada 20 tahun lagi
untuk memanfaatkan hutan alam Sumber : Buku SOP PT. Erna Djuliawati, 2007.
3.1 Kondisi Fisik dan Administrasi
Secara geografis areal kerja PT. Erna Djuliawati terletak pada 00 52’30’’
– 01 22’30’’ LS dan 111
30’00’’ – 112 07’30’’ BT dengan luas areal konsesi
184.206 Ha. Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai DAS termasuk kelompok hutan S. Salau dan S. Seruyan dan merupakan Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan BKPH Seruyan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Seruyan, Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah. Sedangkan menurut administrasi
pemerintahan termasuk ke dalam wilayah kecamatan Seruyan Hulu, Kabupaten Seruyan dan Katingan Propinsi Kalimantan Tengah Sumber : Buku SOP PT.
Erna Djuliawati, 2007.
3.2 Topografi dan Kelerengan
Areal kerja PT. Erna Djuliawati terletak pada ketinggian antara 111-1.082 m dpl dengan topografi berkisar antara datar dan berbukit dan kelerengan mulai
dari landai sampai dengan sangat curam. Secara umum pengelompokan kelas kelerengan dapat dilihat berdasarkan Laporan Pemotretan Udara, Penataan Garis