Jahe Zingiber officinale Roscoe

Teknologi yang terus berkembang mampu menghasilkan instrumen atau alat canggih yang dapat digunakan untuk mengukur atau menilai suatu parameter dari produk tertentu. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa tidak semua hasil ciptaan manusia mampu digunakan sebagai alat bantu untuk mengukur kualitas suatu produk, misalnya mutu sensori bahan pangan. Indera manusia telah dilengkapi oleh Tuhan dengan sensor yang paling canggih. Oleh karena itu, penggunaan subyek manusia sebagai instrumen dalam mengevaluasi atribut sensori dalam bahan pangan menjadi sangat penting. Meskipun demikian, dalam kenyataannya pengujian organoleptik seringkali bersifat subyektif, karena jumlah panelis yang terlalu sedikit, dan penilaian yang mengakibatkan munculnya praangapan terhadap suatu produk yang sedang diuji Meilgaard et al, 1999. Evaluasi sensori didefinisikan sebagai satu disiplin keilmuan yang digunakan untuk mengukur, menganalisis karakteristik suatu bahan pangan dab material lain serta menginterpretasian reaksi yang diterima oleh panca indra manusia penglihatan, pencicipan, penciuman, perabaan dan penginderaan Adawiyah dan Waysima, 2009. Evaluasi sensori memiliki keunikan dan kekhasan tertentu dibandingkan dengan jenis analisis yang lain diantaranya produk sensori produk sulit dideskripsikan, penggunaan manusia sebagai instrumen memberikan kekhasan karena sulitnya dikalibrasi dan sangat dipengaruhi oleh kondisi fisiologis maupun psikologis, melibatkan kaidah-kaidah psikologis dan melibatkan banyak variabel yang harus dikontrol untuk menghindari bias untuk menghindari proses penginderaan yang diinginkan. Berbagai jenis metode uji sensori telah dikenal untuk menilai dan mengevaluasi karakteristik sensori dari produk pangan. Secara garis besar uji sensori dapat diklasifkasikan menjadi 3 yaitu uji pembedaan difference test, Uji deskriptif deskriptif test dan uji afektif acceptence and preference test. Uji pembedaan dan deskriptif dilakukan untuk tujuan analitis dan diinginkan respon pengujian yan obyektif walaupun menggunakan penelis tidak terlatih, sedangkan metode uji afektif sifatnya sangat subjektif dan respon yang diinginkan juga merupakan respon yang subjektif Adawiyah dan Waysima, 2009. Uji afektif dapat juga disebut sebagai uji konsumen, yang memiliki tujuan utama untuk mengetahui respon pribadi penerimaan atau preferensi konsumen atau pelanggan terhadap suatu produk, gagasan suatu produk atau karakteristik tertentu suatu produk. Hasil pengujian memberikan gambaran indikasi preferensi atau kesukaan antara satu produk dengan produk yang lain, tingkat kesukaan suka atau tidak suka atau penerimaan terima atau tolak. Uji afektif memiliki dua pendekatan yaitu pengukuran preferensi uji paired-preference dan uji rangkingperingkat kesukaan dan pengukuran penerimaan uji ratingskala hedonik. Uji skala hedonik atau kesukaan merupakan uji yang paling dikenal untuk melihat status kesukaan atau status afektif dari suatu produk. Skala 5, 7 atau 9 merupakan skala umum yang digunakan dalam uji afektif. Respon pengujian ini mencakup respon sangat disukai sampai sangat tidak disukai dengan skala tengah merupakan respon netral. Jenis-jenis skala yang digunakan pada uji ratingskala hedonik dapat berupa skala verbal, skala kategori maupun gambar anak-anak. Tingkat keberhasilan uji konsumen dipengaruhi oleh pemilihan lokasi pengujian maupun jumlah panelis yang digunakan. Beberapa lokasi yang dapat digunakan sebagai uji konsumen adalah laboratorium sensory laboratory tests, pusat konsumen berkumpul seperti pasar, sekolah dan kafetaria central-location tests dan di rumah tempat tinggal panelis home-use tests. Masing-masing lokasi uji memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda-beda terhadap hasil yang diperoleh. Sebagai contoh sensory laboratory test memiliki keunggulan dalam hal lingkungan laboratorium yang terkontrol baik seperti bau, faktor pencahayaan, dan kondisi pengujian yang kondusif, panelis yang mudah didapatkan bila menggunakan karyawan, dan perolehan data yang cepat Jumlah panelis atau konsumen juga menetukan tingkat keberhasilan pengujian afektif. 8-12 orang digunakan untuk ukuran panelis fokus group yang dipilih berdasarkan kriteria spesifik yang mewakili target. Sensory laboratory tests menggunakan 25-50 responden agar dapat diolah secara statistik, namun penggunaan 50-100 panelis secara statistik akan menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kisaran 50-100 panelis setiap produk biasanya digunakan pada central location tests , sedangkan home use test digunakan 50-100 panelis per produk dan 70-300 bila dilakukan pengujian multicity 3-4 kota. Pemilihan metode uji dan pemilihan lokasi yang tepat serta jumlah panelis yang sesuai sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam pengujian sensori. Hasil evaluasi sensori dengan tingkat validitas tinggi terhadap produk pangan dapat menjadi landasan penting dalam pengambilan keputusan manajemen industri pangan berkaitan dengan sifat sensori yang dimiliki produk tersebut.

2.10. Mixture experiment Me

Penggabungan beberapa ingredien atau bahan baku dilakukan untuk menghasilkan suatu produk pangan yang dapat dinikmati, contohnya formulasi dalam pembuatan kue yang tersusun atas campuran baking powder, shortening, tepung, gula dan air. Hasil akhir produk tersebut tentunya dipengaruhi oleh persentase atau proporsi relatif masing-masing ingredien yang ada dalam formulasi. Alasan lain penggabungan beberapa ingredien dalam mixture experiment adalah untuk melihat apakah pencampuran dua komponen atau lebih tersebut mampu menghasilkan produk akhir dengan sifat yang lebih diinginkan, dibandingkan dengan penggunaan ingredien tunggalnya dalam menghasilkan produk yang sama Cornell, 1990. Apabila diamati lebih lanjut, terdapat relasi fungsional antar ingredien penyusun dan dengan adanya perubahan proporsi relatif ingredien tersebut akan menghasilkan produk dengan respon yang berbeda. Kombinasi ingredien yang dipilih tentunya adalah kombinasi ingredien yang dapat menghasilkan produk dengan respon maksimal sesuai yang diharapkan oleh perancang. Penggunaan Mixture Experiment dalam merancang suatu percobaan untuk mendapatkan kombinasi yang optimal dirasakan mampu menjawab permasalahan dilihat dari segi waktu mengurangi jumlah trial and error rancangan dan biaya Cornell, 1990. Menurut Cornell 1990, Mixture Experiment ME merupakan suatu metode perancangan percobaan kumpulan dari teknik matematika dan statistika dimana variabel respon diasumsikan hanya bergantung pada proporsi relatif ingridien penyusunnya dan bukan dari jumlah total campuran ingridien tersebut. Salah satu tujuan penggunaan perancangan percobaan ini adalah untuk mengoptimalkan respon yang diinginkan Cornell, 1990. Oleh karena itu dapat