Beras Merah TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pangan Fungsional

TBHQ tidak lagi diijinkan untuk digunakan pada bahan pangan di Jepang, Kanada dan beberapa negara Eropa Shahidi, 2000. Dengan demikian, terdapat keinginan dari masyarakat umum untuk mengganti antioksidan sintetik dengan antioksidan alami. Antioksidan alami dapat berfungsi tunggal atau lebih seperti sebagai senyawa pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkompleks logam, prooksidan, dan quencer dari bentuk singlet oksigen. Senyawa-senyawa ini umumnya merupakan golongan fenol atau polifenol yang berasal dari tanaman. Antioksidan alami yang paling umum adalah flavonoid flavonol, isoflavon, flavon, katekin, dan flavonon, turunan asam sinamat, kaumarin, tokoferol dan asam organik polifungsional. Antioksidan alami yang paling aktif adalah golongan senyawa fenolik dan polifenolik. Sebagai contoh senyawa flavonoid, turunan senyawa fenolik, seperti flavones, isoflavones, antosianin dan katekin yang merupakan komponen senyawa buah-buahan dan sayuran memiliki aktifitas antioksidan yang tinggi Cao et al, 1996; Wang et al, 1997. Antioksidan pada tanaman tingkat tinggi telah diuji secara in vitro, mampu memberikan perlindungan dari kerusakan akibat oksidasi, menghambat serta mengikat radikal bebas dan oksigen reaktif. Asam fenolat fenilpropanoid dan flavonoid pada pangan dapat ditemukan dalam bentuk bebas dan juga dalam bentuk terikat secara glikosidik dengan berbagai jenis gula, terutama glukosa. Gula yang terikat tidak memiliki aktivitas antioksidan, tetapi lebih berperan sebagai fungsi transpor dalam cairan tubuh Shahidi dan Naczk, 1995.

2.8. Senyawa Polifenol

Senyawa fenolik yang terkandung dalam pangan merupakan salah satu hasil metabolisme sekunder tanaman. Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang mempunyai ciri khas sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa ini cenderung mudah larut dalam air dikarenakan berikatan dengan senyawa gula sebagai glikosida. Senyawa fenolik dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk asam fenolik, flavonoid, lignan, stillbene , caumarin dan tanin. Sedangkan istilah polifenol digunakan untuk kelompok senyawa yang ditemukan pada tumbuhan memiliki lebih dari satu unit fenol setiap molekulnya. Polifenol umumnya dibagi menjadi dua yaitu tannin terhidrolisis dan polipropanoid seperti lignin, flavonoid dan tannin terkondensasi. Senyawa fenolik pada tanaman memiliki fungsi penting untuk pertumbuhan dan reproduksi, senyawa antipatogen, serta berperan dalam pembentukan pigmen. Senyawa fenolik memiliki efek yang penting pada stabilitas oksidasi dan keamanan mikrobiologi pangan, seperti aktivitas biologis yang berhubungan dengan efek penghambatan pada mutagenesis dan pembentukan karsinogen. Beberapa tanaman seperti biji-bijian, minyak, legum, rempah-rempah dan teh telah lama dikenal mengandung senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan. Golongan terbesar senyawa polifenol adalah flavonoid, terdiri dari ribuan senyawa diantaranya golongan flavonol, flavon, katekin, flavonon, antosianidin, dan isoflavonoid. Flavonoid dibentuk dalam tumbuhan dari asam amino aromatik fenilalanin dan tirosin, serta malonat melalui shikimate pathway Pascual-Teresa, 2008. Struktur dasar flavonoid adalah inti flavan yang mengandung 15 atom karbon yang tertata dalam tiga cincin C 6 -C 3 -C 6 dengan label A untuk cincin C 6 sebelah kiri dan label B untuk cincin C 6 sebelah kanan Gambar 7. Cincin A merupakan kombinasi oksigen heterosiklik dari 5 atom aurone atau 6 atom yang terbentuk dari kondensasi 3 molekul asam asetat, sedangkan cincin B merupakan cincin C 6 yang terbentuk dari hasil derivatisasi gula dari shikimate pathway. Terdapat berbagai klas flavonoid, bergantung pada tingkatan oksidasi dan pola subtitusi dari cincin A dan B. Gambar 7 Struktur dasar flavonoid Pokorny et al, 2001. Flavonoid dapat membantu reaksi redoks terhadap fungsi vitamin C pada pembuluh darah dan sebagai antioksidan yang aktivitasnya tergantung pada struktur, dosis, sistem enzim dan deoksidasinya. Senyawa flavonoid dapat digolongkan menjadi empat yaitu 1 senyawa yang dapat menangkap radikal oksigen misal kaemferol, naringenin, apigenin, dan naringin, 2 senyawa yang dapat menghilangkan pengaruh radikal oksigen misalnya miricetin, delpinidin atau quercetin, 3 senyawa yang bersifat sebagai antioksidan atau prooksidan tergantung pada konsentrasinya misal phoretin, sianin, katekin dan morin, serta 4 senyawa yang bersifat inaktif misalnya rutin dan phyloridin Pratt, 1992. Flavonoid pada umumnya terdapat di tanaman dalam bentuk turunan glikosilat, dan nampak dengan aneka warna seperti biru, merah muda dan orange baik pada daun, bunga maupun buah. Flavonoid juga ditemukan pada umbi- umbian serta biji-bijian. Jenis-jenis flavonoid yang sangat sering ditemukan pada sereal adalah flavon apigenin dan luteolin Pietta, 2000. Beberapa penelitian menyebutkan flavonoid memiliki aktivitas bioogis termasuk antialergi, antiviral, anti-inflamasi, hepatoprotektif, antitrombosis, antivirus, antikarsinogenik dan yang terpenting adalah kemampuan mengurangi formasi radikal bebas dan kemampuan menangkap radikal bebas Miler 1996, Pieta 2000, Mojzisova and Kuchta 2001, Kneekt et al 2002. Peran utama dari flavonoid dalam bahan pangan terutama berkaitan dengan warna, citarasa dan antioksidan. Khusus antosianin dilaporkan bahwa beberapa jenis antosianin memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Wang et al, 1997, membuktikan bahwa dari 14 jenis antosianin yang dicobakan, kuromanin cyanidin-3-glucosida memberikan nilai oxygen radical absorbance capacity ORAC 3,5 kali lebih tinggi dari Trolox analog vitamin E, sedangkan aktivitas antioksidan terendah dimiliki oleh pelargonin yang setara dengan nilai ORAC dari Trolox. Selain sebagai antioksidan, penelitian lain memperlihatkan bahwa antosianin memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan di antaranya perlindungan terhadap penyakit jantung atau cardiovascular, antikanker, antitumor, antimutagenik, anti diabetes, melindungi hati, mencegah kerusakan saluran pencernaan, antimikroba, anti virus dan menurunkan laju neurodegenerative Pascual-Teresa dan Sanchez-Balesta, 2008. Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, merah, merah senduduk, ungu dan biru dalam daun bunga dan buah pada tumbuhan tinggi. Antosianin banyak ditemukan pada tanaman spesies vaccinium seperti blueberry dan cranberry, cerry, egg plant peel, red wine dan violet petal. Black rice atau yang dikenal dengan nama beras hitam juga memiliki senyawa antosianin Abdel- aal et al, 2006. Antosianin adalah molekul yang bersifat polar, oleh karena itu pelarut yang umum digunakan adalah campuran etanol, metanol dan air Kahkonen et al, 2001. Kapasakalidis et al 2006 melaporkan penggunaan metanol asam merupakan metode yang paling efisien dalam mengekstraksi antosianin apabila dibandingkan dengan penggunaan etanol dan air. Namun metode ini berimplikasi pada co-ekstraksi dari senyawa non fenol seperti gula, asam organic, dan protein. Penggunaan asam kuat juga akan berimplikasi pada terhidrolisisnya gula apabila matrik sampel yang digunakan mengandung banyak karbohidrat seperti pada beras.

2.9. Evaluasi Sensori

Uji atau evaluasi sensori untuk menilai kualitas dari suatu barang telah banyak dipraktekkan sejak adanya kehidupan manusia. Evaluasi sensori mulai berkembang pesat sejak munculnya sistem perdagangan, dimana pembeli akan menilai komoditi yang akan dibelinya berdasarkan mutu sensorinya. Oleh karena itu, para pedagang kemudian menetapkan harga barang yang dijual berdasarkan kualitas sensorinya yang meliputi penampakan fisik, warna, konsistensi dan tekstur maupun citarasa. Penggunaan istilah Grading digunakan dalam penilaian kualitas bahan makanan, seperti minuman anggur wine, teh, kopi, tembakau dan sebagainya. Grading memunculkan orang-orang yang profesional dalam menguji kualitas suatu komoditi berdasarkan indera sensorinya terutama di dalam industri makanan dan minuman sekitar awal tahun 1900-an Meilgaard et al, 1999. Sebuah literatur memunculkan penggunaan istilah ”uji organoleptik” Pfenninger, 1979 seperti dikutip oleh Meilgaard et al, 1999 untuk menunjukkan hasil pengukuran obyektif terhadap atribut sensori suatu bahan pangan.