Data sosial METODE PENELITIAN

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten administrasi Kepulauan Seribu merupakan daerah tingkat II di Provinsi DKI Jakarta yang baru dibentuk melalui UU No. 34 tahun 1999 dan PP No.55 tahun 2001. Wilayah Kepulau Seribu adalah sebuh kecamatan yang ditingkatkan statusnya menjadi kabupaten administratif dengan 2 kecamatan dan 6 kelurahan. Kepulauan seribu merupakan gugus pulau-pulau kecil di perairan laut sebelah utara DKI Jakarta dengan luas 864,59 Ha dengan jumlah pulau sebanyak 110 pulau. Pulau Pari termasuk dalam Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan yang terdiri dari 10 pulau kecil. Lokasi penelitian berada di Pulau Pari dengan jarak kurang lebih 35 km ± 3-5 jam dari Jakarta. Transportasi laut yang terdekat dari Pulau Pari adalah melalui Rawasaban Tangerang ± 1,5-2 jam perjalanan mengunakan kapal motor. Pulau Pari merupakan salah satu pulau yang cukup dekat dengan ibu kota Jakarta jika dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya yang masuk dalam kabupaten administrasi Kepulauan Seribu. Pulau Pari juga merupakan wilayah yang dimiliki oleh 3 kepemilikan, yaitu 10 dikuasai oleh LIPI, 50 dikuasai oleh PT. Bumi Raya, dan 40 dimiliki oleh masyarakat. Kelurahan Pulau Pari terbagi atas beberapa pulau dengan pusat pemerintahanya berada di Pulau Lancang Besar. Pulau Pari terbagi atas 1 RW dan 4 RT, sehingga untuk perpanjangan tangan pemerintah kelurahan, sangat mengandalkan ketua RW dan ketua RT setempat. Aspek Sosial a. Tingkat pendidikan Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Pulau Pari, jumlah penduduk yang tamat SD yaitu 379 jiwa dan yang tamat SMP sebesar 484 jiwa dari total penduduk sebesar 918 jiwa. Kurangnya minat masyarakat untuk melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti jarak sekolah yang cukup jauh dan infrastruktur yang sangat terbatas, sehingga untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi masyarakat Pulau Pari harus ke Jakarta atau Tangerang. Hal ini tentunya cukup meyulitkan masyarakat dalam hal pendidikian.

b. Mata pencaharian sebelum adanya wisata dan saat ini

Sekitar 30 dari 131 responden yang diwawancarai, merupakan masyarakat yang sebelumnya pembudidaya rumput laut kemudian beralih ke usaha wisata bahari sebesar 39, yang terdiri dari guide, penyewaan homestay, catering, penyedia jasa travel, serta pengelola wisata pantai. Jumlah pedagang di Pulau Pari ikut meningkat sebesar 15 yang sebelumnya hanya 5. Mata pencaharian nelayan mengalami sedikit peningkatan, yaitu dari 12 menjadi 15. Hal ini disebabkan karena permintaan terhadap hasil laut seperti ikan dan kerang-kerangan semakin meningkat seiring dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pari. Selebihnya masyarakat Pulau Pari terbagi dalam berbagai macam profesi termasuk ibu rumah tangga yang tergabung dalam mata pencaharian campuran, pada Gambar 4. Gambar 4. Persentase jenis pekerjaan A Sebelum terjadi perubahan mata pencaharian Tahun 2000, B Saat ini Tahun 2015.

c. Persepsi masyarakat mengenai perubahan biaya hidup

Penelitian yang dilakukan terkait persepsi masyarakat mengenai perubahan biaya hidup yang terjadi pasca perubahan mata pencaharian di Pulau Pari, diperoleh bahwa dari 140 responden, 66 diantaranya mengatakan telah terjadi perubahan biaya hidup yang disertai dengan peningkatan pengeluaran sandang, pangan, dan papan, serta makin meningkatnya kebutuhan gaya hidup masyarakat yang ada di Pulau Pari. Persentase masyarakat terhadap perubahan biaya hidup disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Persepsi responden terkait perubahan biaya hidup Perubahan pola pemanfaatan dari budidaya rumput laut ke wisata bahari juga berpengaruh terhadap perubahan perekonomian masyarakat, sehingga sebagian masyarakat lebih memilih bekerja sebagai pengelola wisata dibandingkan dengan pembudidaya rumput laut. Hal ini disebabkan karena budidaya rumput laut lebih beresiko dibandingkan dengan wisata bahari yang dianggap sebagai sumber pendapatan yang menjanjikan, tanpa harus menjadi nelayan yang menurut sebagian besar masyarakat Pulau Pari bahwa profesi tersebut serba terbatas jika dilihat dari segi perekonomian. Dalam hal pengelolaan terpadu dan berkelanjutan peningkatan ekonomi bukan menjadi tujuan utama keberhasilan suatu usaha, tetapi lebih dari itu, peningkatan ekonomi harus diiringi dengan peningkatan ekologi dan sosial masyarakat. Pengelolaan pulau-pulau 30 12 5 53 Budidaya RL A 15 39 15 31 B Tidak Ada Perubahan 34 Nelayan Pedagang Budidaya Nelayan Campuran Pedagang Campuran Wisata Bahari Budidaya Terjadi Perubahan 66

Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pulau Kecil Berpenghuni (Studi Kasus di Pulau Lancang Besar, Kelurahan Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kab. Adrninistrasi Kep. Seribu DKI Jakarta)

2 29 290

Studi Ekologi Populasi Mangrove jenis Rhizophora stylosa di Pulau Tengah, Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara

0 11 97

Keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil : sudi kasus kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

0 10 216

Analisis finansial usaha rumput laut kering tawar di Pulau Pari, Kelurahnn Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu

0 14 102

Alternatif pengembangan gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu sebagai Obyek Ekowisata Bahari di DKI Jakarta

0 8 159

Perencanaan Strategis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta

0 6 16

Keberlanjutan pembangunan pulau pulau kecil sudi kasus kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

0 6 206

Parameter Oseanografi sebagai faktor penentu pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii di pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

0 11 78

Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta

0 3 13

Pengelolaan Sumberdaya Air untuk Pengembangan Pariwisata di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta | Sinulingga | Majalah Geografi Indonesia 13120 26871 1 SM

0 2 10