Dimensi kelembagaan HASIL DAN PEMBAHASAN

e. Dimensi kelembagaan

Dimensi kelembagaan merupakan salah satu dimensi yang dianggap memiliki peran yang cukup besar dalam menentukan keberlanjutan dalam pengelolaan wisata bahari, tanpa kelembagaan yang baik maka tidak akan mungkin tercapai pengelolaan yang terintegrasi dan keberlanjutan. Atribut yang dianggap cukup berpengaruh dalam kelembagaan yakni dukungan dari pemerintah daerah skor 1: rendah, dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat skor 1. Skor 1 diartikan bahwa atribut tersebut belum sepenuhnya mendapat dukungan dari pemerintah daerah, tetapi disisi lain ada aturan yang dibuat oleh pemerintah setempat RWRT tetapi masih terkadang dilanggar oleh wisatawan yang berkunjung. Sedangkan untuk kelembagaan pemodal, PERDA mengenai wisata Pulau Pari, dan kelembagaan yang khusus mengatur kegiatan wisata bahari di Pulau Pari secara keseluruhan belum ada, sehingga perlu ditingkatkan lagi guna menjamin keberlanjutan pengelolaan wisata bahari dari segi kelembagaan. Gambar 24. Atribut kelembagaan yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan wisata bahari Pulau Pari Dari keseluruhan atribut yang dimasukan dalam dimensi kelembagaan, semua atribut memiliki nilai leverage di atas 1,5 sehingga semuanya dianggap faktor pengungkit, oleh karena itu untuk mencapai suatu pengelolaan yang terintegrasi dan berkelanjutan kelima atribut tersebut harus menjadi fokus dalam hal pengelolaan sehingga dapat tercapai pengelolaan wisata bahari yang sustainable dari berbagai aspek. Kelembagaan tersebut juga berfungsi untuk mengatur jumlah pengunjung yang datang ke Pulau Pari sehingga tidak melebihi baku mutu lingkungan yang akan menyebabkan terjadinya degradasi terhadap ekologi Pulau Pari.

g. Analisis keberlanjutan pada masing-masing dimensi

Analisis multidimensional scaling pada Gambar 25, terdapat dua dimensi yang masih harus dibenahi agar dalam pengelolaan wisata bahari tetap terjaga dan berkelanjutan. Dimensi yang dimaksud yaitu dimensi kelembagaan yang memiliki nilai 27,3Buruk, dan dimensi infrastruktur yang memiliki nilai 73,3Cukup, dari dua dimensi tersebut menunjukan nilai yang diperoleh masih 4,93 9,86 8,02 6,65 7,55 5 10 15 Kelembagaan Pemodal Dukungan dari pemerintah daerah Ketersediaan Perda Wisata bahari Kelembagaan yang khusus mengatur wisata Kepatuhan terhadap aturan yang berlaku… Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 dibawah nilai 75 yang berarti nilai tersebut tidak cukup berlanjut sehingga harus diperbaiki lagi agar tidak berdampak pada dimensi yang lain. Gambar 25. Nilai keberlanjutan masing-masing dimensi wisata bahari Lain halnya dengan 3 dimensi lainya seperti dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial yang menunjukan nilai sebaliknya yaitu diatas 75 yang berarti sangat mendukung terhadap keberlanjutan pengelolaan usaha wisata bahari. Secara keseluruhan ketiga dimensi tersebut tidak bisa dikatakan sebagai indikator keberlanjutan suatu usaha karena dalam prinsip analisis multidimensi scaling setiap dimensi memiliki peran masing-masing dan harus tetap dipertimbangkan antar setiap dimensi, termasuk dimensi kelembagaan dan infrastruktur, sehingga itu setiap dimensi harus memiliki nilai di atas 75 agar tercapai suatu pengelolaan yang terintegrasi serta berkelanjutan dari semua dimensi. Nilai dimensi kelembagaan memang tergolong sangat rendah bahkan tidak berlanjut, padahal dalam konteks pengelolaan terpadu, dimensi kelembagaan merupakan kontrol yang baik dalam hal pengawasan untuk mencapai keberkelanjutan pengelolaan. Upaya pengelolaan pulau-pulau kecil harus dikelola dengan prinsip adaptive managemen, yang didasarkan pada konsep pembelajaran secara terus menerus dan kolektif yang mengakui ketidakpastian dan memungkinkan untuk penyesuaian saat perencanaan dan pengelolaan strategi Schianetz et al. 2007. Menurut Wong 1998 pembangunan pulau-pulau kecil melalui wisata berkelanjutan membutuhkan integrasi dari dua komponen-biofisik, termasuk lingkungan hidup dan prasarana, serta sosial-ekonomi, isu-isu yang berkaitan dengan sikap lokal, persepsi dan perubahan kualitas hidup akibat dampak wisata. Keduanya memiliki batas alam dalam kegiatan wisata, jika melebihi batas ini melalui pembangunan yang tidak direncanakan pasti akan mengarah terhadap degradasi lingkungan atau konflik sosial. Wisata bahari merupakan salah satu upaya untuk mengelola pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dimana menurut Goosling et al. 2001 bahwa kegiatan wisata yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan dalam memenuhi kebutuhan wisatawan dan penduduk sekaligus melindungi dan meningkatkan kesempatan pemanfaatan untuk masa depan. Selanjutnya dalam pengelolaan pulau-pulau kecil bagian yang harus diperhatikan adalah sistem sosial-ekologi yang ada di sekitar pulau tersebut. Sistem sosial ekologi didefinisikan sebagai sistem yang terpadu 84,68 89,49 76,33 73,37 27,33 20 40 60 80 100 Dimensi Ekologi Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial Dimensi Infrastruktur Dimensi Kelembagaan

Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pulau Kecil Berpenghuni (Studi Kasus di Pulau Lancang Besar, Kelurahan Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kab. Adrninistrasi Kep. Seribu DKI Jakarta)

2 29 290

Studi Ekologi Populasi Mangrove jenis Rhizophora stylosa di Pulau Tengah, Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara

0 11 97

Keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil : sudi kasus kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

0 10 216

Analisis finansial usaha rumput laut kering tawar di Pulau Pari, Kelurahnn Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu

0 14 102

Alternatif pengembangan gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu sebagai Obyek Ekowisata Bahari di DKI Jakarta

0 8 159

Perencanaan Strategis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta

0 6 16

Keberlanjutan pembangunan pulau pulau kecil sudi kasus kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

0 6 206

Parameter Oseanografi sebagai faktor penentu pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii di pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

0 11 78

Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta

0 3 13

Pengelolaan Sumberdaya Air untuk Pengembangan Pariwisata di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta | Sinulingga | Majalah Geografi Indonesia 13120 26871 1 SM

0 2 10