Analisis keberlanjutan pada masing-masing dimensi

dibawah nilai 75 yang berarti nilai tersebut tidak cukup berlanjut sehingga harus diperbaiki lagi agar tidak berdampak pada dimensi yang lain. Gambar 25. Nilai keberlanjutan masing-masing dimensi wisata bahari Lain halnya dengan 3 dimensi lainya seperti dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial yang menunjukan nilai sebaliknya yaitu diatas 75 yang berarti sangat mendukung terhadap keberlanjutan pengelolaan usaha wisata bahari. Secara keseluruhan ketiga dimensi tersebut tidak bisa dikatakan sebagai indikator keberlanjutan suatu usaha karena dalam prinsip analisis multidimensi scaling setiap dimensi memiliki peran masing-masing dan harus tetap dipertimbangkan antar setiap dimensi, termasuk dimensi kelembagaan dan infrastruktur, sehingga itu setiap dimensi harus memiliki nilai di atas 75 agar tercapai suatu pengelolaan yang terintegrasi serta berkelanjutan dari semua dimensi. Nilai dimensi kelembagaan memang tergolong sangat rendah bahkan tidak berlanjut, padahal dalam konteks pengelolaan terpadu, dimensi kelembagaan merupakan kontrol yang baik dalam hal pengawasan untuk mencapai keberkelanjutan pengelolaan. Upaya pengelolaan pulau-pulau kecil harus dikelola dengan prinsip adaptive managemen, yang didasarkan pada konsep pembelajaran secara terus menerus dan kolektif yang mengakui ketidakpastian dan memungkinkan untuk penyesuaian saat perencanaan dan pengelolaan strategi Schianetz et al. 2007. Menurut Wong 1998 pembangunan pulau-pulau kecil melalui wisata berkelanjutan membutuhkan integrasi dari dua komponen-biofisik, termasuk lingkungan hidup dan prasarana, serta sosial-ekonomi, isu-isu yang berkaitan dengan sikap lokal, persepsi dan perubahan kualitas hidup akibat dampak wisata. Keduanya memiliki batas alam dalam kegiatan wisata, jika melebihi batas ini melalui pembangunan yang tidak direncanakan pasti akan mengarah terhadap degradasi lingkungan atau konflik sosial. Wisata bahari merupakan salah satu upaya untuk mengelola pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dimana menurut Goosling et al. 2001 bahwa kegiatan wisata yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan dalam memenuhi kebutuhan wisatawan dan penduduk sekaligus melindungi dan meningkatkan kesempatan pemanfaatan untuk masa depan. Selanjutnya dalam pengelolaan pulau-pulau kecil bagian yang harus diperhatikan adalah sistem sosial-ekologi yang ada di sekitar pulau tersebut. Sistem sosial ekologi didefinisikan sebagai sistem yang terpadu 84,68 89,49 76,33 73,37 27,33 20 40 60 80 100 Dimensi Ekologi Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial Dimensi Infrastruktur Dimensi Kelembagaan dari alam dan manusia dengan hubungan yang timbal balik Carpenter et al, 2001; Folke et al. 2005. Menurut Anderies et al. 2004, sistem sosial ekologi adalah sebuah sistem dari unit biologiekosistem yang berhubungan dan dipengaruhi oleh satu atau lebih sistem sosial, dalam arti membentuk kerjasama dan hubungan saling tergantung dengan yang lain. Dengan demikian sistem sosial-ekologi ini meliputi suatu unit ekosistem seperti wilayah pesisir, ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang, pantai yang berasosiasi dengan struktur dan proses sosial yang ada didalamnya.

3. Perbandingan keberlanjutan pengelolaan Pulau Pari

Skala indeks pembangunan pulau-pulau kecil mempunyai selang 0-100, secara sederhana apabila suatu lokasi mempunyai nilai indeks 50 maka lokasi tersebut sustainable dan sebaliknya jika 50 maka lokasi tersebut belum sustainable. Namun demikian dalam penelitian ini menggunakan 4 kategori status keberlanjutan, Susilo 2003, mengkategorikan status keberlanjutan pengelolaan dengan 4 kategori yakni, 0-25 Buruk, 26-50Kurang, 51- 75Cukup, dan 76-100 Baik. Gambar 26. A Keberlanjutan pengelolaan usaha budidaya rumput laut B Keberlanjutan usaha wisata bahari 57,45 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 O ther Dis ting is hin g F ea tures RAPFISH Ordination Real Fisheries References Anchors A 51,60 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 O ther Dis ting is hin g F ea tures RAPFISH Ordination Real Fisheries References Anchors B

Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pulau Kecil Berpenghuni (Studi Kasus di Pulau Lancang Besar, Kelurahan Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kab. Adrninistrasi Kep. Seribu DKI Jakarta)

2 29 290

Studi Ekologi Populasi Mangrove jenis Rhizophora stylosa di Pulau Tengah, Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara

0 11 97

Keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil : sudi kasus kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

0 10 216

Analisis finansial usaha rumput laut kering tawar di Pulau Pari, Kelurahnn Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu

0 14 102

Alternatif pengembangan gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu sebagai Obyek Ekowisata Bahari di DKI Jakarta

0 8 159

Perencanaan Strategis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta

0 6 16

Keberlanjutan pembangunan pulau pulau kecil sudi kasus kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

0 6 206

Parameter Oseanografi sebagai faktor penentu pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii di pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

0 11 78

Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta

0 3 13

Pengelolaan Sumberdaya Air untuk Pengembangan Pariwisata di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta | Sinulingga | Majalah Geografi Indonesia 13120 26871 1 SM

0 2 10