Beberapa factor dalam melakukan pembaharuan pendidikan pesantren yaitu factor internal dan factor eksternal.
a. Faktor internal menyangkut persoalan system pendidikan pesantren yaitu tujuan, kurikulum, pendidik, peserta didik, metode pembelajaran, sarana
dan prasarana serta kepemimpinan. Dari semua itu, pesantren memerlukan administrasi yang mengatur segala komponen demi terciptanya aktivitas
belajar yang efisien dan efektif. b. Faktor eksternal menyangkut persoalan kemasyarakatan baik persoalan
ekonomi, politik dan budaya. Terbukti pasca reformasi situasi bangsa Indonesia berubah drastic mulai dari krisis moneter hingga krisis
multidemensi. Dari beberapa tokoh pesantren seperti Kyai Abdurrahman Wahid,
Kyai langitan dan ulama-ulama terkemuka lainnya, berperan aktif dalam penataan ulang system pemerintahan Indonesia. Dan akhirnya sejumlah tokoh
pesantren berhasil mengembalikan demokrasi bangsa, ini menandakan kalangan pesantren yang dulunya disebut sebagai tradisionalis ternyata tak
disadari mereka membuktikan diri bahwa mereka mampu sebagai agen perubahan. Jadi pesantren mempunyai peran yang penting dalam proses
transformasi masyarakat. Dengan berbagai peran yang potensial dimainkan oleh pesantren di
atas, dapat dikemukakan bahwa pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitar, sekaligus menjadi rujukan moral reference
of motality bagi kehidupan masyarakat umum Nata, 2001: 113. Fungsi- fungsi ini akan tetap terpelihara dan efektif manakala para kyai pesantren
dapat menjaga independensinya dari intervensi “pihak luar”.
2. Tantangan dan Peluang Pesantren
Pada era globalisasi dan era reformasi yang ditandai dengan kecanggihan teknologi telah memberikan kepada masyarakat kemudahan
dalam mengakses segala informasi baik dalam lingkup nasional maupun dalam lingkup internasional dengan mudah dan cepat. Jaringan internet
menjarah ke pelosok negeri memberikan layanan-layanan kebutuhan masyarakat mulai dari kebutuhan marketing, pendidikan, komunikasi, dan
lain-lain. Akses layanan informasi mempengaruhi kehidupan masyarakat sehari-
hari baik pola piker, tingkah laku, gaya hidup, maupun moralitas masyarakat. Masalah moralitas bangsa yang semakin lama semakin merosot menjadi
pertimbangan peran pendidikan dalam membenahi atau memperbaiki mentalitas spiritual masyarakat.
Banyak tantangan muncul di tengah-tengah kekacauan yang dialami manusia selama berabad-abad, tetapi tidak ada yang lebih serius dan lebih
merusak dibandingkan dengan tantangan yang diperlihatkan oleh peradaban barat dewasa ini. Pengetahuan yang ingin dihasilkan oleh peradaban barat
yaitu pengetahuan yang bersifat kepastian dan nyata, malah sebaliknya pengetahuan yang dibangun mengundang keraguan dan kerancuan.
Hal ini berdampak pada pembongkaran agama-agama tradisional yang bersifat mutlak akibatnya muncullah ideologi-ideologi agama. Pertarungan
wacana antara umat Islam dan dunia barat menjadi sorotan dunia memungkinkan terjadinya pergeseran-pergeseran makna terhadap identitas
agama itu sendiri. Dari sini munculnya pemahaman-pemahaman keagamaan yang bersifat relative yang mampu di nalar oleh akal budi manusia.
Keterbatasan nalar budi manusia berevolusi pada keraguan-keraguan terhadap pengetahuan dikarenakan pengetahuan manusia masih di bilang sedikit.
Seperti yang dijelaskan oleh Abdullah Fajar bahwa Tuhan hanya bersedia memberikan sedikit pengetahuan kepada manusia tentang ruh,
seperti yang dijelaskan dalam Al-
Qur’an Surat Israa’ ayat 85 yang artinya: “Dan mere
ka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah bahwa ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan hanya sedikit Depag. RI : 2005. Pesantren yang di pandang sebagai lembaga pendidikan Islam yang
mencetak kader-kader ulama
atau da’i, mengalami dilem
a yang sangat pahit ketika muncul pengaruh barat dengan teknologi informasi yang membawa
peubahan pada pranata social dan pesantren diharapkan menjadi benteng pertahanan dari gelombang perubahan era globalisasi.
Bersamaan dengan perkembangan dunia globalisasi pesantren dihadapkan pada beberapa perubahan social budaya yang tak terelakkan.
Sebagai konsekuensi logis dari perkembangan ini, pesantren harus memberikan respon yang mutualis. Kemajuan informasi dan komunikasi
menembus ranah pemikiran kaum santri yang mengharuskan pesantren mampu tampil dalam persaingan dunia pasar bebas. Keinginan kaum santri
tidak hanya mempunyai keahlian dalam ilmu-ilmu agama saja melainkan memiliki tenaga ahli aatau keterampilan khusus yang siap pakai.
Yahya A. Muahaiman selaku Mendiknas tahun 1999 mengatakan
bahwa “Dewasa ini pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa
permasalahan yang menonjol yaitu: 1 masih rendahnya pemerataan pendidikan, 2 masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan, dan 3
masih lemahnya manajemen pendidikan” Fasli Jalal Supriyadi: 2001.
Gagasan mengenai pendidikan pesantren sebagai alternative pendidikan nasional di era globalisasi memang menjadi suatu hal yang
mungkin terjadi. Untuk itu pesantren perlu melihat tantangan dan peluang dalam dunia global saat ini. Perlu dipahami bahwa system alternative ini
bukanlah satu-satunya pilihan system, melainkan beberapa pilihan-pilihan system yang perlu dipertimbangkan. Kemungkinan-kemungkinan yang
diambil dapat memberikan jalan keluar untuk prospek pendidikan untuk masa depan.
Sedangkan pendidikan nasional yang diapandang kurang mampu merespon perubahan-perubahan mendasar terhadap moralitas bangsa yang
selama ini dipertahankan oleh masyarakat. Hal ini diperlukan sebuah alternative di dalam dunia pendidikan yang memberikan sumbangan besar
dalam membangun pendidikan yang berwatak, bermoral, dan berkarakter, dan berkepribadian luhur. Lembaga pendidikan yang mampu memenuhi dan
merespon kebutuhan masyarakat mulai zaman sebelum Indonesia merdeka hingga saat ini adalah pendidikan pesantren.