Konsep Globalisasi a. Pengertian Era Globalisasi

Dengan kian merebak dan canggihnya teknologi media, memungkinkan sebuah masyarakat menyaksikan bentuk-bentuk kehidupan dan sistem kepercayaan lain yang berbeda. Kita juga menyaksikan masyarakat lain dalam macam-macam gaya hidup, orientasi keagamaan yang berbeda, ragam etnik-suku bangsa, perbedaan bahasa dan sebagainya. Bahkan buk an itu saja, globalisasi merupakan efek jarak jauh. Apa yang terjadi pada satu belahan bumi, bisa terjadi efek pada belahan bumi yang lain. Misalnya, teror bom Bali dengan serta merta mempengaruhi dunia kehidupan masyarakat di belahan bumi lainnya. Pada intinya, kehidupan masyarakat global saat ini dihadapkan pada pluralitas kebudayaan yang saling mempengaruhi, yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Saling pengaruh di antara ragam budaya, jika tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan konflik yang hebat, berkepanjangan dan susah dihentikan. Seperti disinyalir oleh Huntington 1993, garis-garis batas dalam dunia mutakhir dunia era pasca perang dingin tidak berasal dari politik, atau ideologi, melainkan kebudayaan. Lebih lanjut Huntington dalam Nur Kholis Majid 1977 mengatakan bahwa ikatan sekelompok masyarakat modern semakin ditentukan oleh warisan agama, bahasa, sejarah, dan tradisi yang mereka miliki bersama atau yang disebut sebagai peradaban. Tatkala perjumpaan peradaban satu dengan yang lainnya, melalui globalisasi, tidak berkembang secara adil, dan tidak ada saluran komunikasi, maka benih-benih permusuhan kita menggumpal dan siap meledak. Buat kebanyakan orang yang tinggal di luar Eropah dan Amerika Utara, globalisasi terkesan tidak menyenangkan, seperti Westernisasi atau mungkin Amerikanisasi. Ketika muncul peradaban yang dominan dan dirasakan menindas oleh peradaban yang lain, kemungkinan terjadi benturan peradaban Clash of Civilazation sangat mungkin. b. Strategi Mengarungi Globalisasi. 1. Bagi Indonesia, atau negara berkembang lainnya, perlu memperkuat akar kebangsaan , kemampuan bangsa sendiri, juga memerlukan kerjasama dengan negara lainnya. ASEAN, sebagai forum kerjasama regional, yang tentunya akan memperkuat posisi tawar negara-negara anggotanya, seandainya kerjasama itu dapat benar-benar diwujudkan. Contoh, negara- negara Eropah Barat, sebagaimana kita ketahui, membentuk The European Union, negara Eropah Bersatu. Tahapannya sekarang, sudah memiliki mata uang tunggal. Eropa euro dan bahkan hampir seluruh negara Eropah sudah akan menjadi anggotanya. Di samping itu, untuk memperkuat akar kebangsaan, kita harus mampu menggali potensi dalam negeri di segala bidang. Tanpa memperkuat akar kita sebagai bangsa dan bekerjasama regional yang kokoh, agaknya semakin sulit bagi Indonesia untuk mampu bersaing di era globalisasi.

2. Perlunya demokratisasi sebagai proses pengambilan keputusan politik.

Dengan demokratisasi, kita dapat menjamin terselenggaranya kehidupan yang plural, perbedaan pendapat yang sehat, dan membangun konsensus bersama yang harus kita taati. Hanya dengan demokratisasi, kehidupan berbangsa dan bernegara kita dapat cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman yang cepat itu. Contoh, jangan seperti Amerika, menuntut negara lain membuka pasarnya, Amerika justru kadang- kadang membatasi pasarnya. Amerika menuntut transparansi, tetapi justru Amerika sering tidak transparan dalam menentukan kebijakan di lembaga-lembaga internasional.Juga terhadap masalah demokrasi, Amerika sering bersikap tidak demokratis, sering memaksakan sikapnya untuk bisa diterima negara penerima bantuan.

3. Perlu adanya etika global, yaitu sebuah konsensus dasar tentang nilai-

nilai pengikat dan sikap dasar yang dikukuhkan oleh semua sistem kepercayaan agama meskipun terdapat perbedaan dogmatis. Konsensus memerlukan standar etika fundamental nilai-nilai Universal, yang meskipun terdapat banyak perbedaan wujudnya dalam agama. Sebuah konsensus global dimungkinkan terwujud di atas moralitas dasar nilai- nilai Universal , seperti kebenaran, keadilan, kemanusiaan, dan semacamnya . Dimensi Budaya : globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia sehingga menjadi budaya dunia atau world culture .

c. Dampak Globalisasi dalam Pendidikan

Era globalisasi mampu membuat sebuah tatanan negara lebih baik, namun dalam satu sisi globalisasi membawa dampak sebagai berikut: a Pergeseran substansi pendidikan ke pengajaran. Makna pendidikan yang syarat dengan nilai-nilai moral bergeser pada pengajaran sebagai transfer pengetahuan b Pragmatisme dalam dunia pendidikan. Pendidikan sebagai proses hominisasi dan humanisasi, telah terdepak oleh nilai-nilai pragmatis demi mencapai tujuan materiil c Kokohnya paham behaviorisme dalam dunia pendidikan. Paham ini mengacu pada pertimbangan atribut atribut luar seperti perubahan perilaku yang dapat diamati, misal ukuran NILAI d Melemahnya peran-peran penting pelaku pendidikan guru, ortu, tokoh dan tripusat pendidikan sekolah, keluarga dan masyarakat

4. Pendidikan Pesantren Sebagai Alternatif Pendidikan Nasional di Era Globalisasi.

Pendidikan pesantren dapat dikatakan sebagai modal social dan bahkan soko guru bagi perkembangan pendidikan nasional di Indonesia. Karena pendidikan pesantren yang berkembang sampai saat ini dengan berbagai modelnya senantiasa selaras dengan jiwa, semangat, dan kepribadian bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Maka dari itu, suadah sewajarnya apabila pekembangan dan pengembangan pendidkan pesantren akan memperkuat karakter social system pendidikan nasional yang turut membantu melahirkan sumber daya manusia Indonesia yang memiliki kehandalan penguasaan pengetahuan dan kecakapan teknologi yang senantiasa dijiwai nilai-nilai luhur keagamaan. Pada akhirnya, sumberdaya manusia yang dilahirkan dari pendidikan pesantren ini secara ideal dan praktis dapat berperan dalam setiap proses perubahan social menuju terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat bangsa yang paripurna Sulton Khusnuridlo: 2006. Untuk masa yang akan datang, kondisi pesantren tentu harus menampilkan wajah baru, menyesuaikan dengan kondisi era globalisasi, meski tidak meninggalkan cirri khasnya sebagai basis dalam pendidikan agama Islam. Dengan demikian wajah pesantren di masa yang akan datang haruslah merupakan perpaduan yang harmonis antara system pendidikan pesantren saat ini di satu pihak dengan tuntutan era globalisasi yang memiliki cirri dinamis serta tanggap terhadap perubahan. Lulusan pesantren di masa yang akan datang haruslah orang yang “super” dalam pengertian. Ia adalah ahli-ahli di bidang pengetahuan agama yang dibekali dengan pengetahuan umum dan keterampilan yang luas. Dengan demikian lulusan pesantren akan mampu bersaing dengan lulusan pendidikan lainnya. Demikian pula penjenjangan pendidikan di pondok pesantren yang saat ini kurang jelas, di masa yang akan datang harus menyesuaikan dengan system pendidikan nasional, sehingga memiliki standar yang jelas dan memudahkan para lulusan untuk memperkaya bidang ilmu pada jenjang pendidikan di luar pondok pesantren ketika ia telah lulus nanti. Dalam kurun waktu tertentu, pesantren telah membuktikan diri melalui pendidikan dan dakwahnya dalam menata moralitas bangsa yaitu manusia yang bertaqwa dan beriman kepada Allah SWT dengan prinsip menyerukan amar ma’ruf menyerukan kebaikan dan nahi munkar melawan kemungkaran. Di sinilah peluang pesantren dalam mendukung dan menyukseskan program-program pendidikan nasional yaitu: a. Pesantren sebagai media pemupukan mentalitas spiritual masyarakat dalam menyadari pentingnya agama sebagai fondasi atau benteng dari sifat-sifat kemungkaran.