Eksistensi Pendidikan Pesantren Sebagai Alternatif Pendidikan Nasional di Era Globalisasi.

a. Mengenai system pendidikan nasional yang ada secara total dan menjadikan system pendidikan pesantren sebagai system pendidikan nasional. b. Memadukan secara harmonis dan komprehensif system pendidikan yang ada dengan pola pendidikan pesantren. Pola ini sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh pondok pesantren sejak lama, namun belum ada system sekolah yang berani memasukkan pola pendidikan pesantren ke dalam penyelenggaraaan pendidikannya. c. Menciptakan konvergensi dengan tanpa menghilangkan karakteristik keduanya, baik system sekolah maupun system pendidikan pesantren sehingga keduanya tetap berlangsung secara konvergen dan saling mengisi satu sama lain.

3. Problematikan Pendidikan Pesantren Sebagai Alternatif Pendidikan Nasional di Era Globalisasi.

Pada saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi era globalisasi, baik di bidang capital, budaya, etika maupun moral. Era globalisasi adalah era pasar bebas dan sekaligus persaingan bebas dalam produk material dan jasa. Kalau dulu, untuk membangun basis ekonomi masyarakat sangat mengandalkan uang, selanjutnya berevolusi pada sumber daya manusia SDM yang mnguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mengerjakan tugas secara professional serta berperilaku dan berpribadi mandiri. Globalisasi sebagai transformasi lingkup cara pandang. Dengan kata lain, globalisasi menyangkut transformasi cara memandang, cara berpikir, cara merasa, dan cara mendekati persoalan. Isi dan perasaan kita tidak lagi hanya dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi dalam lingkup hidup dimana kita berada, tetapi berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia. Demikian pula dalam hal budaya, ekonomi, politik, hukum, bisnis, pendidikan dan sebagainya. Dengan kata lain, pada tataran ini globalisasi menyangkut transformasi isi dan cara merasa serta memandang persoalan di kalangan masyarakat dunia Komaruddin, H dan Azyumardi Azra: 2010.. Permasalahan seputar pendidikan pesantren, maka yang menjadi masalah utama adalah pengembangan pesantren dalam hubungannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia human resources di era globalisasi merupakan isu actual dalam arus perbincangan kepesantrenan kontemporer. Maraknya perbincangan mengenai isu tersebut tidak bisa terlepas dari realitas empirik keberadaan pesantren dewasa ini yang dinilai kurang mampu mengoptimalisasi potensi yang dimilikinya. Setidaknya terdapat dua potensi besar yang dimiliki pesantren yaitu potensi pendidikan dan pengembangan masyarakat Saefudin Zuhri, dalam Marzuki Wahid, dkk.: 1999. Ada banyak problem yang dihadapi pesantren di era globalisasi di antaranya:

1. Bidang Pendidikan

Terkait dengan problema pendidikan pesantren dalam implikasinya dengan perubahan social akibat modernisasi ataupun globalisasi, kalangan internal pesantren sendiri sebanarnya sudah mulai melakukan pembenahan. Salah satu bentuknya adalah pengembangan model pendidikan formal sekolah, mulai tingkat SD sampai perguruan tinggi, di lingkungan pesantren dengan menawarkan perpaduan kurikulum keagamaan dan umum serta perangkat keterampilan teknologis yang dirancang bangun secara sistematisk integratik. Tawaran berbagai model pendidikan pendidikan mulai dari SD unggulan, Madrasah Aliyah Program Khusus MAPK, SLTP dan SMU Plus yang dikembangkan pesantren pun cukup kompetitif dalam menarik minat masyarakat luaus. Sebab, ada semacam jaminan keunggulan output yang siap bersaing dalam berbagai sector kehidupan social. Pengembangan model pendidikan formal semacam ini telah menjadi trend yang diadopsi oleh kebanyakan pondok pesantren di tanah air, seperti Pesantren Hasyim Asy’ari Tebu Ireng Jombang, Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang, pesantren Darus Sholah Jember, dan berbagai pesantren lainya Sulton dan khusnuridlo: 2006. Sementara itu, tidak semua pesantren melakukan pengembangan system pendidikannya dengan cara memperluas cakupan wilayah garapannya danatau memperbaharui model pendidikannya. Masih banyak pesantren yang mempertahankan system pendidikan tradisional dan konvensional dengan membatasi diri pada pengajaran kitab-kitab klasik dan pembinaan moral kegamaan semata. Pesantren model klasiksalafi ini memang unggul dalam melahirkan santri yang memiliki kesalehan, kemandirian dalam arti tidak terlalu tergantung kepada peluang kerja di pemerintahan dan kecakapan dalam penguasaan ilmu-ilmu keislaman. Kelemahannya, out put pendidikan pure salaf kurang kompetitif dalam percaturan dan persaingan kehidupan modern. Padahal, tuntutan kehidupan global menghendaki kualitas sumber daya manusia terdidik dan keahlian di bidangnya. Realitas out put pesantren yang memiliki sumber daya manusia kurang kompetitif inilah yang kerap menjadikannya termarjinalisasi dan kalah bersaing dengan out put pendidikan formal baik agama maupun umum. Tepat apa yang dikemukakan K.H. Sahal Mahfudz 1994 sebagai berikut. “Kalau pesantren ingin berhasil dalam melakukan pengembangan masyarakat yang salah satu dimensinya adalah pengembangan semua sumberdaya, maka pesantren harus melengkapi dirinya dengan tenaga yang terampil mengelola sumberdaya yang ada di lingkungannya, di samping syarat lain yang diperlukan untuk berhasilnya pengembangan masyarakat. Sudah barang tentu, pesantren harus tetap menjaga potensinya sebagai lembaga pendidikan”. Keberhasilan model pendidikan pesantren yang ketiga masih banyak terdapat di berbagai daerah di pelosok tanah air. Bukan berarti model pendidikan seperti ini tidak relevan lagi untuk konteks perkembangan social saat sekarang ini. Tetapi justru keberadaan pesantren salafi ini perlu untuk mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius dari berbagai pihak terutama pemerintah daerah. Amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasioal No. 20 tahun 2003 telah memasukkan pesantren sebagai salah satu sub system dari system pendidikan; sebuah perhatian dan pengakuan yang