Tipe lama klasik, yang inti pendidikannya mengajarkan kitab-kitab
bandongan yang selama ini dikenal”, kitab
-kitab klasik masih tetap diajarkan oleh pimpinan pesantren. Pengajian kelas bandongan ini biasanya
dismapaikan setelah shalat rawatib tetapi karena jumlah komunitas santri dipesantren semakin besar maka penyampaian pengajian kitab bersifat
massal dengan tidak meninggalkan model sorogan, dimana santri mengajukan bab-bab tertentu dalam kitab untuk dibaca didepan kyai.
Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat non
klasikal yaitu sistem pendidikan dengan metode pengajaran wetonan dan soro
gan. Di Jawa Barat, metode tersebut diistilahkan dengan “bendungan”
sedangkan di Sumatra digunakan istilah
“halaqah”
Hasbullah: 2001. Selain wetonan dan sorogan sistem pendidikan pesantren juga
menggunakan metode pengajaran 1 metode musyawarah bahtsul
masa’il,
2 metode pengajian pasaran, 3 metode hafalan muhafadhah, dan 4 metode demontrasi praktek ibadah.
1 Metode Wetonan halaqah
Metode utama system pengajaran di lingkungan pesantren ialah system bandongan atau seringkali juga disebut system wetonan. Dalam
system ini sekelompok murid antara 5 sampai 500 muridsantri mendengarkan
seorang guru
yang membaca
, menerjemahkan,
menerangkan, bahkan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab.
Metode bandongan atau wetonan bias juga diartikan system pengajaran yang di dalamnya terdapat seorang Kyai yang membaca suatu
kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan kyai.
Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif dan metode pengajatan kelompok seperti memberikan sebuah
konstruksi pemikiran dalam mengembangkan keilmuan yang lebih komprehensip. Dalam metode ini memberikan kebebasan pada para santri
untu bertanya, kritikan ataupun tanggapan tentang isi dari materi yang