Model kurikulum. Pada pesantren tradisional kurikulum yang digunakan

anak mereka mendapatkan pendidikan agama yang cukup memadai dari sekolah-sekolah umum. Jika melihat keadaan di atas tampaknya akselerasi pendidikan dan pengembangan masyarakat di pesantren optimis bias berjalan. Namun bagaimanapun, program-program ini masih sangat tergantung pada sejauhmana penerimaan kiai di pesantren sendiri. Sebab, yang relative besar, juga memiliki basis konstituen yang relative solit di masyarakat dan sumber daya local yang kuat. Sehingga intervensi dari luar akan cenderung kurang efektif. Hal ini menjadi tantangan bagi kementrian agama untuk secara terus menerus mensosialisasikan dan mendorong pesantren-pesantren tersebut terlibat dalam akselerasi pendidikan di pesantren. Jika Kementrian Agama mampu menggerakkan partisipasi pesantren secara lebih maksimal, kontribusi pesantren dalam akselerasi pendidikan nasional akan dapat ditingkatkan secara drastic. Oleh sebab itu, pelibatan pesantren dalam akselerasi pendidikan nasional tidak bias ditangani secara serampangan, apalagi karitatif dan birokrastif. Tugas Kementrian Agama yang mendesak adalah bagaimana memperbesar partisipasi pesantren melalui program-program yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter pesantren itu sendiri.

2. Bidang Moral

Dalam bidang moral, faham liberlisme dalam bentuk kebebasan berkespresi, melalui teknologi informasi telah diekspose besar-besaran dengan berbagai media elektroniknya, telah banyak menabrak batas-batas yang sudah digariskan oleh norma agama maupun norma ketimuran. Globalisasi pada hakikatnya adalah westernisasi, berupa penanaman nilai- nilai Barat yang menginginkan terlepasnya ikatan-ikatan nilai moralitas agama. Westernisasi akan selalu tarik menarik dengan local culture budaya local yang ada, dan westernalisasi mempunyai kekuatan yang luar biasa sehingga akan mempunyai kemampuan melindas local culture tersebut. Hal ini semakin semakin terbukti karena dalam banyak hal kita selalu berkiblat