peubahan pada pranata social dan pesantren diharapkan menjadi benteng pertahanan dari gelombang perubahan era globalisasi.
Bersamaan dengan perkembangan dunia globalisasi pesantren dihadapkan pada beberapa perubahan social budaya yang tak terelakkan.
Sebagai konsekuensi logis dari perkembangan ini, pesantren harus memberikan respon yang mutualis. Kemajuan informasi dan komunikasi
menembus ranah pemikiran kaum santri yang mengharuskan pesantren mampu tampil dalam persaingan dunia pasar bebas. Keinginan kaum santri
tidak hanya mempunyai keahlian dalam ilmu-ilmu agama saja melainkan memiliki tenaga ahli aatau keterampilan khusus yang siap pakai.
Yahya A. Muahaiman selaku Mendiknas tahun 1999 mengatakan
bahwa “Dewasa ini pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa
permasalahan yang menonjol yaitu: 1 masih rendahnya pemerataan pendidikan, 2 masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan, dan 3
masih lemahnya manajemen pendidikan” Fasli Jalal Supriyadi: 2001.
Gagasan mengenai pendidikan pesantren sebagai alternative pendidikan nasional di era globalisasi memang menjadi suatu hal yang
mungkin terjadi. Untuk itu pesantren perlu melihat tantangan dan peluang dalam dunia global saat ini. Perlu dipahami bahwa system alternative ini
bukanlah satu-satunya pilihan system, melainkan beberapa pilihan-pilihan system yang perlu dipertimbangkan. Kemungkinan-kemungkinan yang
diambil dapat memberikan jalan keluar untuk prospek pendidikan untuk masa depan.
Sedangkan pendidikan nasional yang diapandang kurang mampu merespon perubahan-perubahan mendasar terhadap moralitas bangsa yang
selama ini dipertahankan oleh masyarakat. Hal ini diperlukan sebuah alternative di dalam dunia pendidikan yang memberikan sumbangan besar
dalam membangun pendidikan yang berwatak, bermoral, dan berkarakter, dan berkepribadian luhur. Lembaga pendidikan yang mampu memenuhi dan
merespon kebutuhan masyarakat mulai zaman sebelum Indonesia merdeka hingga saat ini adalah pendidikan pesantren.
2. Eksistensi Pendidikan Pesantren Sebagai Alternatif Pendidikan Nasional di Era Globalisasi.
Gagasan mengenai pesantren sebagai system pendidikan alternative memang menjadi suatu yang naïf, maka pesantren perlu melihat tantangan
dan peluang dalam dunia global ini. Perlu dipahami bahwa system alternative ini bukanlah satu-satunya pilihan system, melainkan beberapa pilihan-pilihan
system yang perlu dipertimbangkan. Kemungkinan-kemungkinan yang diambil dapat memberikan jalan keluar untuk prospek pendidikan di masa
yang akan dating. Melalui misi agama, pesantren menempatkan nilai-nilai pluralitas
agama, suku, budaya maupun etnik sebagai langkah kesatuan bangsa yang utuh. Seperti juga yang pernah dijalankan pada masa nabi yaitu dengan
membangun persaudaraan di antara masyarakat yaitu dengan membentuk kesepakatan bersama antara u
mat manusia yang biasa disebut “P
iagam Madinah
”. Di Indonesia juga memiliki hal yang sama yaitu “Piagam Jakarta”
yang merupakan tonggak ungkapan cita rasa bangsa Indonesia tentang kemerdekaan, kebebsan beragama dan membentuk suatu pemerintahan
Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Untuk itu pesantren mempunyai visi profetik sebagai berikut:
a. Menumbuhkan keimanan dan ketaqwaan terhadap tuhan Yang Maha Esa. b. Terciptanya moralitas bangsa yang kokoh dalam menghadapi pengaruh
barat. c. Mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terampil.
d. Berintelektual dan memiliki keterampilan atau keahlian di segala bidang. e. Pesantren membangun persaudaraan, persatuan, dan kesatuan dalam satu
bangsa di tengah pluralitas masyarakat. Dengan adanya visi profetik di atas, pesantren juga bertanggungjawab
dalam menyukseskan program penyelenggaraan pendidikan yaitu dengan pelaksanaan pendidikan jalur formal. Gagasan pesantren di jalur pendidikan
formal mulai menjalar di beberapa kalangan pesantren dan praktisi
pendidikan yang menginginkan persamaan dengan pendidikan formal lainnya.
Terlihat dalam kesepakatan bersama UU tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, pada pasal 25 mengenai bentuk satuan dan
jenjang pendidikan ayat 5 : persamaan satuan pendidikan pesantren jalur formal
merupakan hak
penyelenggaraan satuan
pendidikan yang
bersangkutan dan ayat 6 : penyelenggaraan pendidikan pada pesantren dapat berupa satuan pendidikan terpadu dengan pendidikan umum atau kejuruan
pada tingkat dasar, menengah dan tinggi PP. RI. Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan: 2004.
Namun demikian, hal tersebut masih dalam perdebatan antara pro dan kontra penyelenggaraan pendidikan pesantren di jalur formal. Sudah cukup
lama bagi pesantren daam proses pencarian identitas mulai dari UU No. 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majlis Pendidikan Nasional, UU No. 19 PNPS
tentang pokok-pokok pendidikan nasional Pancasila, UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun dari kesemuanya itu pemerintah
tidak menghiraukan peran besar pesantren dalam mengembangkan pendidikan bercorak pribumi sehingga eksistensi pendidikan pesantren
berjalan dengan otonomisasinya. Akan tetapi, usaha para pemimpin pondok pesantren tidak sia-sia
dalam proses legitimasi pesantren sebagai lembaga formal. Seperti termaktub dalam UU RI. Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada pasal 30 ayat 3: yang
berbunyi: Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, informal, dan nono formal, ayat 4 : pendidikan
keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, peasramaan dan bentuk lain yang sejelnis UU. RI. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas.
Para pemimpin pondok pesantren kemudian memberikan tiga tawaran bagi pemerintah dalam mengupayakan system pendidikan pesantren sebagai
alternative pendidikan nasional yaitu:
a. Mengenai system pendidikan nasional yang ada secara total dan menjadikan system pendidikan pesantren sebagai system pendidikan
nasional. b. Memadukan secara harmonis dan komprehensif system pendidikan yang
ada dengan pola pendidikan pesantren. Pola ini sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh pondok pesantren sejak lama, namun belum ada system
sekolah yang berani memasukkan pola pendidikan pesantren ke dalam penyelenggaraaan pendidikannya.
c. Menciptakan konvergensi dengan tanpa menghilangkan karakteristik keduanya, baik system sekolah maupun system pendidikan pesantren
sehingga keduanya tetap berlangsung secara konvergen dan saling mengisi satu sama lain.
3. Problematikan Pendidikan Pesantren Sebagai Alternatif Pendidikan Nasional di Era Globalisasi.
Pada saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi era globalisasi, baik di bidang capital, budaya, etika maupun moral. Era globalisasi adalah era
pasar bebas dan sekaligus persaingan bebas dalam produk material dan jasa. Kalau dulu, untuk membangun basis ekonomi masyarakat sangat
mengandalkan uang, selanjutnya berevolusi pada sumber daya manusia SDM yang mnguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mengerjakan
tugas secara professional serta berperilaku dan berpribadi mandiri. Globalisasi sebagai transformasi lingkup cara pandang. Dengan kata
lain, globalisasi menyangkut transformasi cara memandang, cara berpikir, cara merasa, dan cara mendekati persoalan. Isi dan perasaan kita tidak lagi
hanya dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi dalam lingkup hidup dimana kita berada, tetapi berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia.
Demikian pula dalam hal budaya, ekonomi, politik, hukum, bisnis, pendidikan dan sebagainya. Dengan kata lain, pada tataran ini globalisasi
menyangkut transformasi isi dan cara merasa serta memandang persoalan di kalangan masyarakat dunia Komaruddin, H dan Azyumardi Azra: 2010..