dikatakan pula sebagai suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.
Keraf 2007: 136-138 mengemukakan ada dua jenis karangan narasi, yaitu: a narasi ekspositoris dan b narasi sugestif.
a. Narasi ekspositoris , yaitu narasi yang bertujuan untuk menggugah
pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Narasi ini berusaha menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya suatu peristiwa. Sebagai
sebuah bentuk narasi, narasi ekspositoris mempersoalkan tahap-tahap kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar. Runtun
kejadian atau peristiwa yang disajikan dimaksudkan untuk menyampaikan informasi guna memperluas pengetahuan pembaca. Contoh: narasi tentang
pembuatan kapal. Sebagai sebuah bentuk narasi, narasi ekspositoris sendiri memiliki dua
sifat, yaitu 1 narasi ekspositoris yang bersifat khas atau khusus, dan 2 narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi. Kedua jenis narasi ekspositoris tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
1 Narasi ekspositoris yang bersifat khas atau khusus
Narasi ini berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa yang khas adalah peristiwa yang tidak dapat diulang
kembali karena merupakan pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja. Contohnya adalah suatu wacana naratif yang menceritakan pengalaman
seseorang yang pertama kali masuk sebuah perguruan tinggi, pertama kali mengarungi samudra luas, pengalaman seorang gadis yang pertama kali menerima
curahan kasih dari seorang pria idamannya, dan lain sebagainya. Semuanya merupakan peristiwa yang khas yang dikisahkan dalam sebuah narasi yang khusus
Keraf, 2007: 137.
2 Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi
Narasi ini berusaha menyampaikan suatu proses yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang. Contohnya
adalah suatu wacana naratif yang menceritakan bagaimana seorang menyiapkan nasi goreng, membuat roti, dan sebagainya. Narasi ini menyampaikan proses yang
umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat dilakukan berulang kali Keraf, 2007: 137.
b. Narasi sugestif , yaitu narasi yang bertujuan untuk memberi makna atas
peristiwa atau kejadian sebagai suatu pengalaman. Narasi sugestif selalu melibatkan daya khayal imajinasi. Rangkaian peristiwa yang disajikan adalah
untuk merangsang daya khayal para pembaca. Dengan membaca, pembaca akan dapat menarik suatu makna baru di luar apa yang diungkapkan secara eksplisit.
Contoh: narasi tentang biografi seseorang. Berikut perbedaan narasi ekspositoris dan narasi sugestif menurut Keraf 2007:
138–139.
No. Narasi Ekspositoris
Narasi Sugestif
1. Memperluas pengetahuan.
Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat.
2. Menyampaikan informasi
mengenai suatu kejadian.
Menimbulkan daya khayal.
3. Didasarkan pada penalaran untuk
mencapai kesepakatan rasional. Penalaran hanya berfungsi sebagai
alat untuk menyampaikan makna. 4.
Bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan menitikberatkan
pada penggunaan kata-kata denotatif.
Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitikberatkan
pada penggunaan kata-kata konotatif.
Berdasarkan dua jenis karangan narasi di atas, dapat disimpulkan bahwa karangan narasi mengarah pada satu pengertian yaitu karangan yang menceritakan
suatu kejadian atau peristiwa secara runtut berdasarkan urutan waktu. Penelitian ini berfokus pada karangan narasi ekspositoris yang bersifat khas sesuai dengan
tema karangan yakni ‘pengalaman yang paling mengesankan’.
2.1.2 Kohesi
Bahasa itu terdiri atas bentuk dan makna. Hubungan dalam wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi dan
hubungan makna atau hubungan semantis yang disebut koherensi Sumarlam, 2003: 23. Suatu bentuk tekswacana dikatakan bersifat kohesif apabila terdapat
kesesuaian antara bentuk bahasa language form dengan konteksnya situasi internal bahasa.
2.1.2.1 Pengertian Kohesi
Dalam menyusun karangan dibutuhkan kepaduan hubungan bentuk antarkalimat agar menimbulkan rasa kohesi dan kepaduan hubungan makna agar
menimbulkan rasa koherensi. Kohesi adalah hubungan antarkalimat di dalam
sebuah wacana, baik dalam skala gramatikal maupun dalam skala leksikal tertentu yang tarik-menarik antarkalimat dalam paragraf sehingga kalimat-kalimat itu
tidak saling bertentangan, tetapi tampak menyatu dan bersama-sama mendukung pokok pikiran paragraf.
Menurut Darma 2014: 7, kohesi merupakan keserasian hubungan antara unsur linguistik yang satu dengan unsur linguistik yang lain dalam sebuah
wacana. Kohesi dapat ditinjau dari hubungan antara kata, frasa, atau kalimat dengan sesuatu perkataan dalam wacana tersebut. Kohesi dapat mewujudkan
kesinambungan antara bagian teks yang satu dengan bagian teks yang lain
sehingga membentuk satu kesatuan.
Djajasudarma 2006: 52 menegaskan bahwa kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dan unsur yang lain dalam wacana sehingga
terciptalah pengertian yang apik atau koheren. Kohesi merujuk pada perpautan bentuk, sedangkan koherensi merujuk pada perpautan makna. Menurut Tarigan
2009: 92, kohesi merupakan aspek bentuk yang mengacu kepada aspek formal bahasa yakni bagaimana proposisi-proposisi berhubungan satu sama lainnya untuk
membentuk suatu teks. Sementara menurut Alwi dkk. 2003: 427, kohesi merupakan hubungan antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-
unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana.
Paragraf dianggap memiliki kohesi kesatuan jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu relevan dengan topiknya.
Artinya, setiap paragraf hanya mengandung satu pokok pikiran atau satu gagasan utama. Oleh karena itu, setiap kalimat yang membentuk paragraf harus ditata