Pembinaan Iman Pada Umumnya Dan Katekese

12 Katekese sebagai komunikasi iman jemaat yang terarah dan terpadu dengan ciri-cirinya mengandung pengertian inter-relasi yaitu hubungan pribadi antar jemaat yang memungkinkan pertemuan dan komunikasi iman itu sendiri. Sebaliknya pertemuan dan komunikasi iman jemaat yang kontinu dapat menimbulkan dan memperdalam hubungan inter-relasi atau hubungan pribadi antar pribadi. Dengan demikian, benar bahwa “dalam Katekese Inter-relasi antara pribadi dengan jemaat lebih mengemuka” Sarjumunarsa, 1985: 53. b. Tujuan Katekese Katekese bertujuan membangunkan, memelihara dan memperkembangkan iman, sambil membaharui, memperdalam dan menyempurnakan pertobatan pertama dengan jalan membuatnya makin bersifat pribadi dan berbuah dalam tindakan Amalorpavadass, 1972: 8. Dalam buku Katekese Umat mengenai hubungan dengan Katekese Umat, PKKI II menegaskan bahwa: Tujuan komunikasi iman itu ialah supaya dalam terang Injili kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari. Dan kita bertobat metanoia kepada Allah dan semakin menyadari kehadirannya dalam kenyataan hidup sehari-hari. Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup Kristiani kita. Demikian pula kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta. Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat. Rumusan ini menegaskan bahwa tujuan Katekese Umat di atas lebih memperlihatkan peserta sendiri dan menegaskan tujuan sebagai Gereja dan semuanya berpuncak pada “hidup kita di tengah masyarakat”. Katekese Umat 13 membantu umat untuk hidup dengan semakin sadar akan iman yang mendalamutuh. Katekese menempatkan pengalaman religius kembali ke dalam hidup konkret. Dengan demikian peserta dibantu untuk menafsirkan pengalaman hidupnya sebagai sejarah penyelamatannya Lalu, 2005: 73-74. Katekese bertujuan untuk mewujudkan dimensi praktek keagamaan, dimensi perasaan atau pengalaman keagamaan, dimensi lanjutan dari semuannya itu yakni perilaku konkret dalam kehidupan sehari-hari sehingga orang dapat mengintegrasikannya di dalam dirinya sesuai dengan tahap perkembangan pribadinya Hutabarat, 1981: 11. Paus Yohanes Paulus II, dalam Ajaran Apostolik Catechesi Tradendae, 1979 art 20 menyatakan: Tujuan katekese sebagai usaha pembinaan iman adalah: “berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan perihidup Kristus umat beriman, muda maupun tua”. Dari rumusan ini terkandung makna bahwa pembinaan iman mempunyai tujuan untuk membantu mengembangkan iman umat secara terus menerus yang dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Dari hari ke hari umat dapat menghayati kehidupannya menurut semangat dan teladan Yesus Kristus. Akan tetapi disadari pula bahwa upaya untuk memperkembangkan iman bukan merupakan usaha manusia semata melainkan berkat rahmat dan bantuan Roh Kudus. Roh Kuduslah yang membimbing dan berkarya didalam hati, pikiran mendorong dan menyemangati umat beriman dalam upaya memperkembangkan iman. 14 c. Ciri-ciri Katekese Huber 1979: 94 menjelaskan bahwa ciri-ciri katekese sebagai berikut: 1 Belajar hidup dari iman Pelayanan katekese berarti ingin tolong menolong supaya umat dapat belajar hidup dari iman. Dengan adanya katekese umat diundang untuk mendalami dan memperluas imannya secara bertanggung jawab. Umat ditantang untuk menemukan arti hidupnya. Katekese tidaklah pertama-tama menyuguhkan sederetan pengajaran namun ingin menolong bahwa manusia menjalani hidup ini oleh cinta yang adalah Allah sendiri. Keterbukaan manusia terhadap cinta kasih Allah memampukan untuk melihat dan mengalami berapa hidupnya menjadi sangat berarti. Dengan demikian pengalaman-pengalaman serta sikap-sikap rasa percaya, pengharapan serta pertobatan akan tumbuh dan berkembang dalam diri manusia. 2 Katekese memungkinkan pengalaman hidup Pelaksanaan katekese tidak hanya bertitik tolak dari isi kenyataan iman saja namun bertumpu pada keadaan dan pengalaman manusia beserta segala persoalan hidupnya. 3 Katekese menumbuhkan hidup rohani Segi yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan karya katekese ialah dorongan yang menumbuhkan ungkapan-ungkapan iman. Berdoa dan menyapa Allah dapat sekaligus mengarah kan arah hidupnya dan saling melengkapi. Spiritualitas itulah yang merupakan suatu dorongan untuk manju dan berubah. 15 4 “Tanpa tindakan kosonglah iman” Katekese mengajak orang untuk merefleksikan persoalan hidupnya bahwa iman akan Allah yang tampak dalam Yesus Kristus bisa membaharui hidup manusia sebagai pribadi dan bersama-sama. Dengan demikian, iman dihayati secara nyata, yaitu bahwa orang yang hidup bersumber pada Injil dan bertindak dari dorongannya. 5 Katekese menyangkut nilai-nilai Iman dan hidup adalah hubungan sedemikian dekat yang terjalin satu sama lain. Pelayanan yang muncul dari iman selalu memunculkan nilai-nilai hidup yang begitu berarti. Nilai-nilai itu misalnya saja kejujuran, rasa solidaritas, kepedulian, semangat kawan yang mendalam dan lain-lain. Katekese ingin membantu manusia untuk mewujudkan dan mengembangkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. d. Fungsi Katekese Dalam ruang lingkup kegiatan pastoral, katekese mempunyai fungsi yang membantu umat untuk menghayati imannya. Fungsi-fungsi katekese antara lain: mempersiapkan manusia untuk menerima karya Roh Kudus, menolong manusia supaya persatuannya dengan Allah menjadi kenyataan, memberikan sumbangan agar keseluruhan kebenaran rencana Allah dapat ditangkap dengan mempersiapkan umat beriman membaca Kitab Suci dan belajar dari Tradisi, membantu orang untuk mentafsirkan kejadian-kejadian hidup manusia, khususnya tanda-tanda zaman, sehingga segala sesuatunya dapat diuji dalam terang Kristiani, 16 memberikan bantuan agar jemaat beriman dapat ikut serta dalam dialog ekumenis, termasuk dialog dengan budaya dan dengan orang non Kristiani, mengarahkan harapan manusia kepada kebaikan-kebaikan yang akan datang, menerangkan dan mengenakan kepada hidup manusia kebenaran-kebenaran iman sesuai dengan perkembangan pribadi, mewartakan Firman Allah dan mengajarkannya dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh para pendengar sambil tetap setia pada ajaran Gereja Hutabarat, 1982: 46. e. Isi dan Suasana Katekese Dalam proses katekese, ada dua unsur penting yang harus diperhatikan, yaitu isi dan suasana. Isi katekese tidak dapat dilepaskan dari pengaruh suasana, baik faktor perkembangan psikologis peserta katekese itu sendiri dan aspek-aspek eksternalnya, yaitu lingkungan, sarana, pendekatan dan metodenya. Maka diperlukan suasana akomodatif yang mampu menghantar isi kepada peserta katekese. Suasana tanpa isi akan membuat proses katekese hanya sekedar ruang hiburan, tetapi isi tanpa suasana akan membuat proses katekese bagaikan ruang ceramah yang membosankan dan sama sekali tidak edukatif bagi segi afektifitas peserta katekese. Untuk itu segi isi dan suasana menjadi bagian yang tak terpisahkan. Isi haruslah berjalan dengan suasana, begitupun suasana haruslah memuat isi yang membangun iman peserta katekese. Isi pokok pembinaan iman adalah seluruh hidup Yesus Kristus CT, 6. Sifat Kristosentris katekese bukan untuk menyampaikan ajarannya sendiri atau seorang guru lain, melainkan ajaran Yesus Kristus, kebenaran yang diajarkan-Nya, atau lebih cermat lagi: Kebenaran 17 yang tak lain ialah Dia sendiri. Yesus adalah jalan kebenaran dan hidup Yoh. 14:6. Pembinaan iman yang berpusat pada Yesus Kristus berarti mengkomunikasikan sabda, ajaran dan seluruh misteri hidup Yesus Kristus. Dalam komunikasi ini setiap peserta diharapkan dapat saling terbuka dan saling mendengarkan agar sabda yang direnungkan dapat sungguh-sungguh dihayati dan menemukan makna bagi hidup diri sendiri maupun bagi sesama. Selain itu peserta secara pribadi membina relasi dengan Yesus dan seluruh hidup, sikap dan tindakannya dijiwai oleh hidup Yesus sendiri. f. Media dan Sarana Katekese Salah satu media yang dapat digunakan agar katekese itu menarik adalah media komunikasi populer. Media komunikasi populer adalah media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dalam proses komunikasi yang metodologinya bersifat “dekat” dengan kehidupan dewasa ini, misalnya televisi, radio, film, foto digital, poster, hasil download internet, tampilan-tampilan presentasi dengan powerpoint dan flash player, musik, potongan artikel, potongan cergam-komik, dan lain-lain. Media komunikasi populer ini dapat menjadi salah satu bantuan, agar jembatan untuk menghubungkan pengalaman hidup orang zaman sekarang dengan visi kristianitas mampu terjadi. Media komunikasi populer ini menjadi sarana supaya terjadi proses sintesis antara media dan katekese yang sesuai dengan perkembangan budaya serta tehnologi yang 18 mempengaruhi umat berkaitan dengan gaya hidup life style dan pandangan- pandangan hidup umat dewasa ini. Penggunaan sarana dalam katekese akan lebih menarik apabila pembina memiliki keterampilan yang cukup dalam hal menggunakan berbagai macam metode. Oleh karena itu sarana sangat berkaitan erat dengan metode yang akan digunakan dalam pembinaan iman. Beberapa metode dan sekaligus sarana yang mendukung yang dapat digunakan dalam pembinaan iman: 1 Metode Bercerita Metode bercerita adalah cara menyajikan bahan pelajaran, memperlihatkan, memberitahu dan menerangkan suatu yang bersifat fiktif atau non fiktif kepada peserta untuk mencapai tujuan pelajaran. Latar belakang dari manfaat metode bercerita adalah: a Kekuatan Cerita Rahasia sebuah cerita adalah bahwa orang tidak merasa diajar, “digurui” melainkan diajak berpikir, memahami, merasakan dan menyampaikan cerita tersebut. Cerita sarat dengan “nilai-nilai”. Melalui cerita orang diajak “masuk dalam dunia cerita” dan berhadapan dengan cerita tersebut secara keseluruhan. b Teknik Bercerita ¾ Menyiapkan cerita dengan sungguh-sungguh, melatih cerita sendiri secara berulang-ulang sebelum bercerita di hadapan peserta, tidak menanggap “enteng” saja tentang cerita tersebut sehingga perlu disiapkan dengan sungguh-sungguh. 19 ¾ Bercerita dengan cara yang hidup dan menarik. Hidup karena cerita tersebut dibawakan dengan sungguh-sungguh dan diungkapkan sesuai dengan situasi menyeluruh dalam cerita tersebut. Menjadi hidup bagi pendengarnya bila masalahnya juga menarik. Menarik karena isi, sifat dan bentuk cerita tersebut sesuai atau berdekatan dengan situasi pendengarnya. Sarana yang dapat digunakan dalam metode bercerita adalah cerita bergambar, cerita rakyat, boneka, alat tulis, gambar-gambar Yesus dan karya-Nya serta gambar-gambar Kudus dan lain-lain, sesuai dengan tema atau isi cerita yang akan disampaikan kepada peserta. 2 Metode Sosiodrama Drama berarti karya sastratulis yang bertujuan menggambarkan kehidupan penderitaan, kebahagiaan, perjuangan hidup dan segala seluk- beluk kehidupan lewat tingkah laku, gerak, ekspresi dan dialog pemain. Dalam drama kegiatannya penuh dengan aktivitas seperti akting, bermain, berpura-pura, menarik dialog. Hal ini sesuai dengan situasi kejiwaan peserta. Tujuan drama adalah peserta belajar mengendalikan diri dalam hal emosi dan kejiwaannya, belajar memupuk sifat untuk menjadi baik, penggerak untuk berimajinasi. Dalam bermain drama peserta langsung terlibat dalam kegiatan, belajar mengalami menjadi tokoh dan semua yang ada dalam diri tokoh. Dengan keterlibatanpartisipasi langsung, peserta akan banyak belajar kehidupan dari tokoh-tokoh yang pernah mereka mainkan. Dengan demikian peserta semakin 20 mengerti dan mendalami makna hidupnya, dan merubah hidupnya menjadi lebih baik. Sarana yang dapat digunakan dalam metode sosiodrama adalah topeng, teks drama, alat tulis, kain dan lain sebagainya sesuai dengan tema dan isi dari drama yang akan dimainkan. 3 Metode Tanya Jawab Metode Tanya jawab adalah cara lisan menyajikan bahan untuk mencapai tujuan pengajaran. Metode ini akan sangat efektif bila dipadukan dengan metode yang lain seperti: ceramah, kerja kelompok, demonstrasi, dll. Metode tanya jawab berfungsi sebagai alat untuk mengetahui apa yang dipahami peserta berkaitan dengan bahan yang diberikan, menarik perhatian peserta, penguasaan peserta terhadap bahan. Tipe-tipe pertanyaan yang baik adalah: ¾ Pertanyaan fakta mengembangkan daya ingatan. ¾ Pertanyaan perbandingan-perbandingan mengembangkan daya pengenalan, daya pikir. ¾ Pertanyaan analisa terhadap sesuatu mengembangkan daya analisa. ¾ Pertanyaan pengira-iraan mengembangkan daya pikir dan perasaan. Sarana yang dapat digunakan dalam metode tanya jawab ini adalah wiraless agar volume suara lebih jelas, teks pertanyaan. 21 g. Model-Model Katekese Dalam kegiatan pembinaan iman terdapat bermacam-macam model yang digunakan pada dewasa ini. Langkah-langkah yang terjadi dalam pembinaan iman pada umumnya mengandung tiga unsur dasar, yakni: pengalaman hidup konkret, teks Kitab Suci atau Tradisi dan penerapan konkret pada hidup peserta katekese. Oleh karena itu, bertolak dari awal atau dasarnya pembinaan iman, dalam langkah-langkah pembinaan iman atau katekese pada umumnya terdapat tiga model, yakni: model ‘pengalaman hidup’ yang lebih bertolak pada pengalaman hidup konkret sehari-hari; model ‘biblis’ lebih bertolak pada pengalaman Kitab Suci atau Tradisi; dan model ‘campuran biblis dan pengalaman hidup’ yang lebih bertolak pada hubungan antara Kitab Suci atau Tradisi dengan pengalaman hidup konkret Sumarno Ds, 2012: 1. 1 Model Pengalaman Hidup Model pengalaman hidup ini merupakan model katekese yang dimulai dari pengalaman hidup peserta. Dalam proses pelaksanaan katekese, peserta mengungkapkan pengalamannya baik pengalaman pribadi maupun pengalaman berdasarkan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Pengalaman ini juga bisa diambil dari surat kabar atau cerita yang relevan. Pengalaman-pengalaman ini diolah dan didalami bersama-sama dalam kelompok kemudian peserta berusaha mencari makna dari pengalaman tersebut berdasarkan Kitab Suci. Kitab Suci dibacakan dan direnungkan secara pribadi. Pendamping memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk membantu peserta merefleksikan teks Kitab Suci. 22 Kekuatan model pengalaman hidup ini adalah peserta merasa tersentuh dan semakin diteguhkan karena tema yang diangkat berdasarkan situasi konkrit yang mereka alami. Kelemahannya adalah seakan-akan menomorduakan Kitab Suci sebagai sumber iman Kristiani, dan peserta kurang memahami Kitab Suci. Bila penekanannya pada pengalaman hidup tidak semua peserta mampu merefleksikan pengalaman hidupnya sehari-hari. 2 Model BiblisTradisi Model biblis merupakan suatu model katekese yang bertitik tolak dari Kitab Suci. Dalam proses katekese, Kitab Suci dibacakan kemudian direnungkan dan didalami secara pribadi maupun bersama untuk menemukan inti teks. Inti teks Kitab Suci tersebut dihubungkan dengan pengalaman hidup peserta agar mereka merasakan ramat dan kehadiran Allah dalam hidupnya sehari-hari. Kekuatan model ini adalah berpedoman pada Kitab Suci sebagai dasar hidup beriman Kristiani. Kelemahannya adalah situasi hidup peserta kurang disentuh, karena ajarannya tidak dihubungkan dalam hidup para peserta katekese. 3 Model Campuran: Biblis dan Pengalaman Hidup Model campuran merupakan model katekese yang mengajak umat untuk saling mengkomunikasikan pengalaman imannya, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman bersama. Dalam proses katekese, Kitab Suci dibacakan dan direnungkan secara pribadi kemudian disajikan pengalaman hidup. Pengalaman hidup dan bacaan dari Kitab Suci didalami bersama dalam kelompok. Pesan-pesan 23 pokok yang diperoleh dari pengalaman hidup peserta direfleksikan, dianalisis kemudian dihubungkan dengan bacaan Kitab Suci yang sudah dibacakan. Kekuatan model ini adalah peserta semakin memahami bahwa pesan- pesan Kitab Suci dipahami dan dimengerti sebagai suati yang hidup sesuai dengan zamannya. Kelemahannya adalah tidak semua peserta mampu menghubungkannya dengan pesan inti Kitab Suci sehingga muncul rasa jenuh.

B. Gambaran Umum Mantan Penderita Kusta dan Penyakit Kusta

1. Gambaran Umum Mantan Penderita Kusta

Anggapan anggota masyarakat yang keliru menafsirkan tentang penyakit kusta ini membuat para mantan penderita kusta semakin terpuruk dan tidak percaya diri lagi. Masyarakat yang diharapkan untuk memperhatikan dan merawatnya justru mengucilkannya. Apabila petugas kesehatan yang merawatnya telah menyatakan sembuh, maka masyarakat tetap saja menganggapnya sakit dan mereka tetap dikucilkan. Situasi dan keadaan seperti ini yang menyebabkan kondisi kejiwaan mantan penderita kusta menjadi tertekan sehingga merasa minder, putus asa bahkan tidak percaya diri lagi untuk bersosialisasi terhadap masyarakat lain. Mereka menjadi sangat sensitif dan mudah tersinggung. Harga diri yang mereka miliki menjadi jiwanya terpuruk dan sulit untuk memulihkan rasa percaya dirinya. Keadaan ini sangat menyedihkan karena kendati sudah dinyatakan sembuh namun mereka tidak berani hidup di tengah masyarakat dan memilih tetap tinggal di lingkungan Sitanala. Dengan kenyataan hidup yang dialaminya mereka memiliki harapan hidup pribadinya semakin diterima oleh masyarakat dan dapat memaknai segala sesuatu yang dihadapinya. 24

2. Gambaran Penyakit Kusta

Penyakit kusta yang diderita oleh suatu kelompok masyarakat merupakan suatu penyakit communicable diasease atau menular. a. Pengertian Kusta Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis yang menyerang kulit, membrane mukosa dan saraf perifer yang disebabkan oleh bakteri aerob dan tahan asam yaitu Mycobacterium leprae Soedarto, 2002. Penyakit kusta adalah penyakit yang menyerang kulit dan saraf tepi disebabkan oleh bakteri Chin, 2006. Tantut Susanto dkk 2013:20 menyampaikan pandangan Naik et al yang mengatakan bahwa kusta adalah penyakit bakteri kronis pada manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang kulit, saraf perifer dan mukosa hidung. Kusta apabila tidak didiagnosis dan diobati secara dini dapat menyebabkan cacat pada mata, tangan dan kaki. Kusta merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae M. leprae atau biasa disebut juga dengan Morbus Hansen yang menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat Mansjoer et al, 2000. Oleh karena itu dalam buku yang berjudul Perawatan Klien Kusta di Komunitas Tantut Susanto dkk, 2013: 20 menyimpulkan bahwa kusta adalah: Suatu penyakit kulit yang bersifat kronis dan disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae, dan apabila tidak ditangani secara tepat akan dapat mengakibatkan kecacatan yang serius pada mata, tangan dan kaki. Rumusan ini menegaskan bahwa penyakit kusta adalah penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh kuman kusta Mycobacterium leprae yang 25 menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat Kemenkes RI, 2007. b. Penyebab Kusta Tantut Susanto dkk 2013:21 mengemukakan pandangan Remme yanag mengungkapkan penyakit kusta adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae M. leprae yang bersifat asam dan gram positif. Mycobacterium leprae merupakan parasit obligat intraseluler dan terutama berada pada makrofag. Mycobacterium leprae mempunyai ukuran panjang 2-7 mikrometer dan lebar 0.3 – 0,4 mikrometer. Mycobacterium leprae mempunyai dinding sel yang banyak mengandung lemak dan lapisan lilin, sehingga mengakibatkan bakteri ini tahan asam. Penentuan Mycobacterium leprae tahan asam atau tidak, dengan cara perawatan teknik Ziehl Neelsen dengan menggunakan larutan Karbol Fuhsin, Asam Alkohol, dan Metilen Blue. Faktor penyebab penyakit kusta tersebut ditunjang oleh beberapa hal dalam proses penularan penyakit kusta. Mycobacterium leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo Kemenkes RI, 2007. 26 c. Penularan Kusta Dalam bukunya Tantut Susanto dkk 2013:21 menyampaikan pandangan Sehgal yang menjelaskan bahwa lingkungan paling alami dan yang baik bagi perkembangan Mycobacterium leprae adalah sel eukaryotic, dan kebanyakan kasus ditemukan pada manusia, tetapi juga ditemukan pada armadillo. Depkes RI 2006 mengemukakan bahwa penyakit kusta juga dapat ditularkan melalui monyet dan telapak kaki tikus yang tidak memiliki kelenjar thymus Athymic nude mouse. Penularan kusta belum diketahui secara pasti, namun sebagian besar ahli berpendapat bahwa dapat melalui saluran nafas bagian atas dan kulit. Mycobacterium leprae sering berkembang pada tubuh manusia yang mempunyai suhu lebih rendah, seperti daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit Mansjoer et al, 2000. Jaringan tubuh yang dingin tersebut, diantaranya adalah kulit, saraf tepi, hidung, laring, faring, mata dan testis Jawetz et al 1996. Tantut Susanto dkk 2013:22 mengemukakan pandangan Burn yang mengatakan bahwa area tubuh yang memiliki suhu rendah adalah area superficial, termasuk mata, mukosa saluran pernafasan atas, testis, otot-otot kecil dan tulang pada tangan, kaki dan wajah, serta saraf perifer dan kulit. d. Tanda dan Gejala Kusta Depkes RI 2006 menyatakan bahwa untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau cardinal sign, yaitu: 27 1 Lesi kelainan kulit yang mati rasa; kelainan kulitlesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan hypopigmentasi atau kemerah-merahan erithematuos yang mati rasa anaesthesi. 2 Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf; gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi neuritis perifer. Gangguan fungsi saraf ini berupa gangguan fungsi sensoris, gangguan fungsi motoris, gangguan fungsi otonom. Gangguan fungsi sensoris merupakan gangguan yang ditandai dengan keadaan mati rasa. Gangguan fungsi motoris merupakan gangguan yang ditandai dengan kelemahan otot parese, atau kelumpuhan paralise, sedangkan gangguan fungsi otonom merupakan gangguan yang ditandai denhan kering dan retak-retak. 3 Adanya bakteri tahan asam BTA di dalam kerokan jaringan kulit BTA positif. Sseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tanda-tanda utama di atas. Tantut Susanto dkk 2013:21 menyampaikan pandangan Zulkifli tentang gejala umum yang muncul dan merupakan persepsi umum di masyarakat adalah adanya bercak tipis seperti panu pada badan. Pada bercak putih mula-mula muncul sedikit, tetapi semakin lama akan melebar dan banyak. Adanya pelebaran saraf terutama saraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus serta peroneus. Kurang aktifnya kelenjar keringat sehingga kulit tampak lebih mengkilat dan tipis. Beberapa gejala yang akan dialami oleh penderita penyakit kusta diantaranya adalah panas dari derajat rendah sampai dengan menggigil, tidak nafsu makan, mual, kadang-kadang disertai muntah. Penderita kusta juga merasakan sakit 28 kepala, kadang-kadang disertai iritasi. Penderita kusta akan mengalami kemerahan pada testis dan radang pleura, kadang-kadang disertai dengan penurunan fungsi ginjal, radang ginjal dan pembesaran hati dan empedu, serta radang serabut saraf. e. Klasifikasi Kusta Sebenarnya dikenal banyak jenis klasifikasi penyakit kusta yang cukup menyulitkan, misalnya klasifikasi Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi India dan WHO. Sebagian besar penentuan klasifikasi ini didasarkan pada tingkat kekebalan tubuh kekebalan seluler dan jumlah kuman. Pada tahun 1982 sekelompok ahli WHO mengembangkan klasifikasi untuk memudahkan pengobatan di lapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Paucibacillar PB dan tipe Multibacillary MB. Dasar dari klasifikasi ini adalah gambaran klinis dan hasil pemeriksaan Basil Tahan Asam BTA melalui skin smear. Pada pertengahan tahun 1997, WHO Expert Committee menganjurkan klasifikasi kusta menjadi PB lesi tunggal Single lesion, PB lesi 2-3 dan MB. Sampai sekarang secara nasional pengobatan PB lesi tunggal disamakan dengan PB lesi 2-3 http:www.rsk- drsitanala.comindex.phpcomponentcontentarticle?id=82 accesed on May 15, 2014.

Dokumen yang terkait

Belajar dari novel The Devil and Miss Prym: Memaknai Pengorbanan Yesus dan Aplikasinya melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

1 15 149

Upaya peningkatan pendampingan iman remaja putri di Asrama Dharmawati Sintang Kalimantan Barat dengan katekese model Shared Christian Praxis.

3 22 162

Belajar dari Kitab Ayub: menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP).

0 4 185

Belajar dari Kitab Ayub menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP)

0 29 183

Upaya meningkatkan pendampingan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, Keuskupan Agung Kupang melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

0 0 138

SKRIPSI BELAJAR DARI MAZMUR 13: MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA MELALUI KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS)

0 1 125

Usaha meningkatkan efektivitas pelayanan para suster Puteri Kasih Indonesia terhadap orang miskin melalui katekese model Shared Christian Praxis - USD Repository

0 0 170

Upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja di Paroki Santo Antonius, Bade, Keuskupan Agung Merauke melalui shared christian praxis - USD Repository

0 4 141

Katekese model SCP (Shared Christian Praxis) dalam pembinaan iman remaja Katolik di Paroki St. Maria Assumpta Tanjung, Ketapang Kalimantan Barat - USD Repository

0 2 161

Pembinaan iman mahasiswa Sekolah Tinggi Pastoral , Institut Pastoral Indonesia Malang Kelas Jauh di Nyarumkop Kalimantan Barat, melalui katekese umat model Shared Christian Praxis - USD Repository

0 0 152