Pembinaan Iman Pada Umumnya Dan Katekese
12 Katekese sebagai komunikasi iman jemaat yang terarah dan terpadu
dengan ciri-cirinya mengandung pengertian inter-relasi yaitu hubungan pribadi antar jemaat yang memungkinkan pertemuan dan komunikasi iman itu sendiri.
Sebaliknya pertemuan dan komunikasi iman jemaat yang kontinu dapat menimbulkan dan memperdalam hubungan inter-relasi atau hubungan pribadi
antar pribadi. Dengan demikian, benar bahwa “dalam Katekese Inter-relasi antara pribadi dengan jemaat lebih mengemuka” Sarjumunarsa, 1985: 53.
b. Tujuan Katekese Katekese bertujuan membangunkan, memelihara dan
memperkembangkan iman, sambil membaharui, memperdalam dan menyempurnakan pertobatan pertama dengan jalan membuatnya makin bersifat
pribadi dan berbuah dalam tindakan Amalorpavadass, 1972: 8. Dalam buku Katekese Umat mengenai hubungan dengan Katekese Umat,
PKKI II menegaskan bahwa: Tujuan komunikasi iman itu ialah supaya dalam terang Injili kita semakin
meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari. Dan kita bertobat metanoia kepada Allah dan semakin menyadari kehadirannya dalam
kenyataan hidup sehari-hari. Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan
hidup Kristiani kita. Demikian pula kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan
mengokohkan Gereja semesta. Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat.
Rumusan ini menegaskan bahwa tujuan Katekese Umat di atas lebih memperlihatkan peserta sendiri dan menegaskan tujuan sebagai Gereja dan
semuanya berpuncak pada “hidup kita di tengah masyarakat”. Katekese Umat
13 membantu umat untuk hidup dengan semakin sadar akan iman yang
mendalamutuh. Katekese menempatkan pengalaman religius kembali ke dalam hidup
konkret. Dengan demikian peserta dibantu untuk menafsirkan pengalaman hidupnya sebagai sejarah penyelamatannya Lalu, 2005: 73-74. Katekese
bertujuan untuk mewujudkan dimensi praktek keagamaan, dimensi perasaan atau pengalaman keagamaan, dimensi lanjutan dari semuannya itu yakni perilaku
konkret dalam kehidupan sehari-hari sehingga orang dapat mengintegrasikannya di dalam dirinya sesuai dengan tahap perkembangan pribadinya Hutabarat, 1981:
11. Paus Yohanes Paulus II, dalam Ajaran Apostolik Catechesi Tradendae,
1979 art 20 menyatakan: Tujuan katekese sebagai usaha pembinaan iman adalah: “berkat bantuan
Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan
perihidup Kristus umat beriman, muda maupun tua”. Dari rumusan ini terkandung makna bahwa pembinaan iman mempunyai
tujuan untuk membantu mengembangkan iman umat secara terus menerus yang dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Dari hari ke hari umat dapat menghayati
kehidupannya menurut semangat dan teladan Yesus Kristus. Akan tetapi disadari pula bahwa upaya untuk memperkembangkan iman bukan merupakan usaha
manusia semata melainkan berkat rahmat dan bantuan Roh Kudus. Roh Kuduslah yang membimbing dan berkarya didalam hati, pikiran mendorong dan
menyemangati umat beriman dalam upaya memperkembangkan iman.
14 c. Ciri-ciri Katekese
Huber 1979: 94 menjelaskan bahwa ciri-ciri katekese sebagai berikut: 1 Belajar hidup dari iman
Pelayanan katekese berarti ingin tolong menolong supaya umat dapat belajar hidup dari iman. Dengan adanya katekese umat diundang untuk
mendalami dan memperluas imannya secara bertanggung jawab. Umat ditantang untuk menemukan arti hidupnya. Katekese tidaklah pertama-tama
menyuguhkan sederetan pengajaran namun ingin menolong bahwa manusia menjalani hidup ini oleh cinta yang adalah Allah sendiri. Keterbukaan
manusia terhadap cinta kasih Allah memampukan untuk melihat dan mengalami berapa hidupnya menjadi sangat berarti. Dengan demikian
pengalaman-pengalaman serta sikap-sikap rasa percaya, pengharapan serta pertobatan akan tumbuh dan berkembang dalam diri manusia.
2 Katekese memungkinkan pengalaman hidup Pelaksanaan katekese tidak hanya bertitik tolak dari isi kenyataan iman
saja namun bertumpu pada keadaan dan pengalaman manusia beserta segala persoalan hidupnya.
3 Katekese menumbuhkan hidup rohani Segi yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan karya katekese ialah
dorongan yang menumbuhkan ungkapan-ungkapan iman. Berdoa dan menyapa Allah dapat sekaligus mengarah kan arah hidupnya dan saling
melengkapi. Spiritualitas itulah yang merupakan suatu dorongan untuk manju dan berubah.
15 4 “Tanpa tindakan kosonglah iman”
Katekese mengajak orang untuk merefleksikan persoalan hidupnya bahwa iman akan Allah yang tampak dalam Yesus Kristus bisa membaharui
hidup manusia sebagai pribadi dan bersama-sama. Dengan demikian, iman dihayati secara nyata, yaitu bahwa orang yang hidup bersumber pada Injil
dan bertindak dari dorongannya. 5 Katekese menyangkut nilai-nilai
Iman dan hidup adalah hubungan sedemikian dekat yang terjalin satu sama lain. Pelayanan yang muncul dari iman selalu memunculkan nilai-nilai
hidup yang begitu berarti. Nilai-nilai itu misalnya saja kejujuran, rasa solidaritas, kepedulian, semangat kawan yang mendalam dan lain-lain.
Katekese ingin membantu manusia untuk mewujudkan dan mengembangkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
d. Fungsi Katekese Dalam ruang lingkup kegiatan pastoral, katekese mempunyai fungsi yang
membantu umat untuk menghayati imannya. Fungsi-fungsi katekese antara lain: mempersiapkan manusia untuk menerima karya Roh Kudus, menolong manusia
supaya persatuannya dengan Allah menjadi kenyataan, memberikan sumbangan agar keseluruhan kebenaran rencana Allah dapat ditangkap dengan
mempersiapkan umat beriman membaca Kitab Suci dan belajar dari Tradisi, membantu orang untuk mentafsirkan kejadian-kejadian hidup manusia, khususnya
tanda-tanda zaman, sehingga segala sesuatunya dapat diuji dalam terang Kristiani,
16 memberikan bantuan agar jemaat beriman dapat ikut serta dalam dialog ekumenis,
termasuk dialog dengan budaya dan dengan orang non Kristiani, mengarahkan harapan manusia kepada kebaikan-kebaikan yang akan datang, menerangkan dan
mengenakan kepada hidup manusia kebenaran-kebenaran iman sesuai dengan perkembangan pribadi, mewartakan Firman Allah dan mengajarkannya dalam
bahasa yang dapat dimengerti oleh para pendengar sambil tetap setia pada ajaran Gereja Hutabarat, 1982: 46.
e. Isi dan Suasana Katekese Dalam proses katekese, ada dua unsur penting yang harus diperhatikan,
yaitu isi dan suasana. Isi katekese tidak dapat dilepaskan dari pengaruh suasana, baik faktor perkembangan psikologis peserta katekese itu sendiri dan aspek-aspek
eksternalnya, yaitu lingkungan, sarana, pendekatan dan metodenya. Maka diperlukan suasana akomodatif yang mampu menghantar isi kepada peserta
katekese. Suasana tanpa isi akan membuat proses katekese hanya sekedar ruang hiburan, tetapi isi tanpa suasana akan membuat proses katekese bagaikan ruang
ceramah yang membosankan dan sama sekali tidak edukatif bagi segi afektifitas peserta katekese. Untuk itu segi isi dan suasana menjadi bagian yang tak
terpisahkan. Isi haruslah berjalan dengan suasana, begitupun suasana haruslah memuat isi yang membangun iman peserta katekese. Isi pokok pembinaan iman
adalah seluruh hidup Yesus Kristus CT, 6. Sifat Kristosentris katekese bukan untuk menyampaikan ajarannya sendiri atau seorang guru lain, melainkan ajaran
Yesus Kristus, kebenaran yang diajarkan-Nya, atau lebih cermat lagi: Kebenaran
17 yang tak lain ialah Dia sendiri. Yesus adalah jalan kebenaran dan hidup Yoh.
14:6. Pembinaan iman yang berpusat pada Yesus Kristus berarti
mengkomunikasikan sabda, ajaran dan seluruh misteri hidup Yesus Kristus. Dalam komunikasi ini setiap peserta diharapkan dapat saling terbuka dan saling
mendengarkan agar sabda yang direnungkan dapat sungguh-sungguh dihayati dan menemukan makna bagi hidup diri sendiri maupun bagi sesama. Selain itu peserta
secara pribadi membina relasi dengan Yesus dan seluruh hidup, sikap dan tindakannya dijiwai oleh hidup Yesus sendiri.
f. Media dan Sarana Katekese
Salah satu media yang dapat digunakan agar katekese itu menarik adalah media komunikasi populer. Media komunikasi populer adalah media yang
digunakan untuk menyampaikan pesan dalam proses komunikasi yang metodologinya bersifat “dekat” dengan kehidupan dewasa ini, misalnya televisi,
radio, film, foto digital, poster, hasil download internet, tampilan-tampilan presentasi dengan powerpoint dan flash player, musik, potongan artikel, potongan
cergam-komik, dan lain-lain. Media komunikasi populer ini dapat menjadi salah satu bantuan, agar jembatan untuk menghubungkan pengalaman hidup orang
zaman sekarang dengan visi kristianitas mampu terjadi. Media komunikasi populer ini menjadi sarana supaya terjadi proses sintesis antara media dan
katekese yang sesuai dengan perkembangan budaya serta tehnologi yang
18 mempengaruhi umat berkaitan dengan gaya hidup life style dan pandangan-
pandangan hidup umat dewasa ini. Penggunaan sarana dalam katekese akan lebih menarik apabila pembina
memiliki keterampilan yang cukup dalam hal menggunakan berbagai macam metode. Oleh karena itu sarana sangat berkaitan erat dengan metode yang akan
digunakan dalam pembinaan iman. Beberapa metode dan sekaligus sarana yang mendukung yang dapat digunakan dalam pembinaan iman:
1 Metode Bercerita Metode bercerita adalah cara menyajikan bahan pelajaran,
memperlihatkan, memberitahu dan menerangkan suatu yang bersifat fiktif atau non fiktif kepada peserta untuk mencapai tujuan pelajaran. Latar belakang dari
manfaat metode bercerita adalah: a Kekuatan Cerita
Rahasia sebuah cerita adalah bahwa orang tidak merasa diajar, “digurui” melainkan diajak berpikir, memahami, merasakan dan menyampaikan cerita
tersebut. Cerita sarat dengan “nilai-nilai”. Melalui cerita orang diajak “masuk dalam dunia cerita” dan berhadapan dengan cerita tersebut secara keseluruhan.
b Teknik Bercerita ¾ Menyiapkan cerita dengan sungguh-sungguh, melatih cerita sendiri secara
berulang-ulang sebelum bercerita di hadapan peserta, tidak menanggap “enteng” saja tentang cerita tersebut sehingga perlu disiapkan dengan
sungguh-sungguh.
19 ¾ Bercerita dengan cara yang hidup dan menarik. Hidup karena cerita tersebut
dibawakan dengan sungguh-sungguh dan diungkapkan sesuai dengan situasi menyeluruh dalam cerita tersebut. Menjadi hidup bagi pendengarnya bila
masalahnya juga menarik. Menarik karena isi, sifat dan bentuk cerita tersebut sesuai atau berdekatan dengan situasi pendengarnya.
Sarana yang dapat digunakan dalam metode bercerita adalah cerita bergambar, cerita rakyat, boneka, alat tulis, gambar-gambar Yesus dan karya-Nya
serta gambar-gambar Kudus dan lain-lain, sesuai dengan tema atau isi cerita yang akan disampaikan kepada peserta.
2 Metode Sosiodrama Drama berarti karya sastratulis yang bertujuan menggambarkan
kehidupan penderitaan, kebahagiaan, perjuangan hidup dan segala seluk- beluk kehidupan lewat tingkah laku, gerak, ekspresi dan dialog pemain. Dalam drama
kegiatannya penuh dengan aktivitas seperti akting, bermain, berpura-pura, menarik dialog. Hal ini sesuai dengan situasi kejiwaan peserta. Tujuan drama
adalah peserta belajar mengendalikan diri dalam hal emosi dan kejiwaannya, belajar memupuk sifat untuk menjadi baik, penggerak untuk berimajinasi. Dalam
bermain drama peserta langsung terlibat dalam kegiatan, belajar mengalami menjadi tokoh dan semua yang ada dalam diri tokoh. Dengan
keterlibatanpartisipasi langsung, peserta akan banyak belajar kehidupan dari tokoh-tokoh yang pernah mereka mainkan. Dengan demikian peserta semakin
20 mengerti dan mendalami makna hidupnya, dan merubah hidupnya menjadi lebih
baik. Sarana yang dapat digunakan dalam metode sosiodrama adalah topeng,
teks drama, alat tulis, kain dan lain sebagainya sesuai dengan tema dan isi dari drama yang akan dimainkan.
3 Metode Tanya Jawab Metode Tanya jawab adalah cara lisan menyajikan bahan untuk mencapai
tujuan pengajaran. Metode ini akan sangat efektif bila dipadukan dengan metode yang lain seperti: ceramah, kerja kelompok, demonstrasi, dll. Metode tanya jawab
berfungsi sebagai alat untuk mengetahui apa yang dipahami peserta berkaitan dengan bahan yang diberikan, menarik perhatian peserta, penguasaan peserta
terhadap bahan. Tipe-tipe pertanyaan yang baik adalah: ¾ Pertanyaan fakta mengembangkan daya ingatan.
¾ Pertanyaan perbandingan-perbandingan mengembangkan daya pengenalan, daya pikir.
¾ Pertanyaan analisa terhadap sesuatu mengembangkan daya analisa. ¾ Pertanyaan pengira-iraan mengembangkan daya pikir dan perasaan.
Sarana yang dapat digunakan dalam metode tanya jawab ini adalah wiraless agar volume suara lebih jelas, teks pertanyaan.
21 g. Model-Model Katekese
Dalam kegiatan pembinaan iman terdapat bermacam-macam model yang digunakan pada dewasa ini. Langkah-langkah yang terjadi dalam pembinaan iman
pada umumnya mengandung tiga unsur dasar, yakni: pengalaman hidup konkret, teks Kitab Suci atau Tradisi dan penerapan konkret pada hidup peserta katekese.
Oleh karena itu, bertolak dari awal atau dasarnya pembinaan iman, dalam langkah-langkah pembinaan iman atau katekese pada umumnya terdapat tiga
model, yakni: model ‘pengalaman hidup’ yang lebih bertolak pada pengalaman hidup konkret sehari-hari; model ‘biblis’ lebih bertolak pada pengalaman Kitab
Suci atau Tradisi; dan model ‘campuran biblis dan pengalaman hidup’ yang lebih bertolak pada hubungan antara Kitab Suci atau Tradisi dengan pengalaman hidup
konkret Sumarno Ds, 2012: 1. 1 Model Pengalaman Hidup
Model pengalaman hidup ini merupakan model katekese yang dimulai dari pengalaman hidup peserta. Dalam proses pelaksanaan katekese, peserta
mengungkapkan pengalamannya baik pengalaman pribadi maupun pengalaman berdasarkan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di tengah masyarakat.
Pengalaman ini juga bisa diambil dari surat kabar atau cerita yang relevan. Pengalaman-pengalaman ini diolah dan didalami bersama-sama dalam
kelompok kemudian peserta berusaha mencari makna dari pengalaman tersebut berdasarkan Kitab Suci. Kitab Suci dibacakan dan direnungkan secara pribadi.
Pendamping memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk membantu peserta merefleksikan teks Kitab Suci.
22 Kekuatan model pengalaman hidup ini adalah peserta merasa tersentuh
dan semakin diteguhkan karena tema yang diangkat berdasarkan situasi konkrit yang mereka alami. Kelemahannya adalah seakan-akan menomorduakan Kitab
Suci sebagai sumber iman Kristiani, dan peserta kurang memahami Kitab Suci. Bila penekanannya pada pengalaman hidup tidak semua peserta mampu
merefleksikan pengalaman hidupnya sehari-hari.
2 Model BiblisTradisi Model biblis merupakan suatu model katekese yang bertitik tolak dari
Kitab Suci. Dalam proses katekese, Kitab Suci dibacakan kemudian direnungkan dan didalami secara pribadi maupun bersama untuk menemukan inti teks. Inti teks
Kitab Suci tersebut dihubungkan dengan pengalaman hidup peserta agar mereka merasakan ramat dan kehadiran Allah dalam hidupnya sehari-hari.
Kekuatan model ini adalah berpedoman pada Kitab Suci sebagai dasar hidup beriman Kristiani. Kelemahannya adalah situasi hidup peserta kurang
disentuh, karena ajarannya tidak dihubungkan dalam hidup para peserta katekese.
3 Model Campuran: Biblis dan Pengalaman Hidup Model campuran merupakan model katekese yang mengajak umat untuk
saling mengkomunikasikan pengalaman imannya, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman bersama. Dalam proses katekese, Kitab Suci dibacakan dan
direnungkan secara pribadi kemudian disajikan pengalaman hidup. Pengalaman hidup dan bacaan dari Kitab Suci didalami bersama dalam kelompok. Pesan-pesan
23 pokok yang diperoleh dari pengalaman hidup peserta direfleksikan, dianalisis
kemudian dihubungkan dengan bacaan Kitab Suci yang sudah dibacakan. Kekuatan model ini adalah peserta semakin memahami bahwa pesan-
pesan Kitab Suci dipahami dan dimengerti sebagai suati yang hidup sesuai dengan zamannya. Kelemahannya adalah tidak semua peserta mampu
menghubungkannya dengan pesan inti Kitab Suci sehingga muncul rasa jenuh.