28 kepala, kadang-kadang disertai iritasi. Penderita kusta akan mengalami kemerahan
pada testis dan radang pleura, kadang-kadang disertai dengan penurunan fungsi ginjal, radang ginjal dan pembesaran hati dan empedu, serta radang serabut saraf.
e. Klasifikasi Kusta Sebenarnya dikenal banyak jenis klasifikasi penyakit kusta yang cukup
menyulitkan, misalnya klasifikasi Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi India dan WHO. Sebagian besar penentuan klasifikasi ini didasarkan pada tingkat
kekebalan tubuh kekebalan seluler dan jumlah kuman. Pada tahun 1982 sekelompok ahli WHO mengembangkan klasifikasi
untuk memudahkan pengobatan di lapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Paucibacillar PB dan tipe
Multibacillary MB. Dasar dari klasifikasi ini adalah gambaran klinis dan hasil pemeriksaan Basil Tahan Asam BTA melalui skin smear. Pada pertengahan
tahun 1997, WHO Expert Committee menganjurkan klasifikasi kusta menjadi PB lesi tunggal Single lesion, PB lesi 2-3 dan MB. Sampai sekarang secara nasional
pengobatan PB lesi tunggal disamakan dengan PB lesi 2-3 http:www.rsk- drsitanala.comindex.phpcomponentcontentarticle?id=82 accesed on May 15,
2014.
29
C. Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta Demi Memulihkan Rasa
Percaya Diri
1. Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta
Dalam situasi konkret yang terjadi di lingkungan Sitanala, pelaksanaan pembinaan iman ini
akan membantu mengembangkan iman dan memulihkan rasa percaya diri mantan penderita kusta karena dilihat dari kehidupan mereka. Mantan
penderita kusta ingin hidup mandiri dan tidak pernah ingin jadi peminta-minta. Mantan penderita kusta ingin diterima masyarakat namun ruang gerak mereka
ternyata membatasi keinginan-keinginan itu. Mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang justru takut kembali ke rumah. Sudah terbayang
dalam pikiran mereka, bagaimana keluarga dan tetangga tidak akan menghiraukan kehadiran mereka.
Namun hal ini bukan semata-mata pembinaan, juga pendampingan lebih dekat sehingga mampu mengetahui dan memahami lebih jauh tentang apa yang
menjadi harapan mereka sesungguhnya. Dengan pendekatan pribadi dan dari hati ke hati mereka diharapkan nantinya lebih gembira dan senang karena yang
menjadi harapan mereka terpenuhi. Sesuai dengan sasaran pembinaan iman ke arah kedewasaan iman, maka diharapkan mantan penderita kusta semakin dapat
mengembangkan iman dari pengalaman hidupnya dan percaya diri dengan segala keterlibatannya dalam menggereja dan bermasyarakat.
2. Model Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta
Model katekese pembinaan iman yang cocok untuk mantan penderita kusta saat ini begitu banyak antara lain model pengalaman hidup, model
30 biblistradisi dan model campuran pengalaman hidup dan biblistradisi. Namun
dalam situasi konkret ini penulis lebih menekankan pada katekese model Shared Christian Praxis SCP atau sharing pengalaman hidup. Dengan dilaksanakannya
pembinaan iman dengan model ini mantan penderita kusta menjadi terbuka hati untuk sharing dan menyadari bahwa masih banyak orang lain yang juga menderita
tetapi tetap kuat karena percaya kepada Tuhan yang diimaninya. Pengalaman hidup yang dialaminya dapat mereka jadikan suatu pembelajaran yang penuh arti
dan makna. Selain itu juga dapat mereka bagikan kepada sesama dan orang lain yang tidak mengalami penyakit kusta. Sharing gambaran umum tentang penyakit
kusta juga dapat dibagikan agar orang lain juga mendapat pengetahuan baru dan tidak menjadi suatu hal yang menakutkan namun dapat mencegahnya.
3. Tujuan Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta
Tujuan dari pembinaan ini yakni membantu para mantan penderita kusta untuk memulihkan rasa percaya diri sehingga dalam menjalani kehidupannya
sehari-hari tidak merasa minder, putus asa. Selain itu mantan penderita kusta semakin menyadari akan kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari,
dengan demikian akan semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup Kristianinya.
31
BAB III PEMBINAAN IMAN MANTAN PENDERITA KUSTA
DI LINGKUNGAN SITANALA TANGERANG KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA
Pada bab ini, penulis akan membahas gambaran umum umat Katolik di lingkungan
Sitanala Tangerang. Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan iman di lingkungan Sitanala maka penulis mengadakan penelitian sederhana dengan
menggunakan wawancara terstruktur. Penelitian ini ditujukan untuk mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang. Data-data tersebut kemudian
dianalisis untuk mendapatkan gambaran nyata yang terjadi di lingkungan Sitanala tentang pembinaan iman para mantan penderita kusta, terlebih dahulu akan
diuraikan gambaran umum umat Katolik di lingkungan Sitanala. Selanjutnya akan diuraikan mengenai penelitian pembinaan iman mantan penderita kusta di
lingkungan Sitanala Tangerang, Keuskupan Agung Jakarta dan pembahasan hasil penelitian.
A. Gambaran Umum Umat Katolik di Lingkungan Sitanala Tangerang
1. Gambaran Umum Umat Katolik di Lingkungan Sitanala
Umat Katolik di lingkungan Sitanala memiliki tingkat ekonomi yang berkecukupan. Mata pencaharian mereka sangat bervariasi. Untuk bertahan hidup
mereka membuka usaha sabagai guru, tukang penjahit, tukang becak, tukang bengkel, petugas kebersihan, membuat kerajinan, membuka warung nasi, dan
bercocok tanam dengan memanfaatkan lahan terlantar di sekitar Rumah Sakit.
Hubungan relasi antar umat Katolik dengan masyarakat lain cukup baik. Sebagain umat Katolik di lingkungan Sitanala mempunyai keterlibatan secara personal
32 dalam tingkat gereja seperti koor, prodiakon dan lain-lain. Mereka yang sehat saja
yang terlibat dalam kegiatan gereja.
2. Gambaran Umum Komunitas Mantan Penderita Kusta di Lingkungan
Sitanala Ibu Theresia Sri Munarsih yang pernah menjadi perawat di Rumah Sakit
Sitanala yang kini menjadi mantan penderita kusta mengatakan bahwa komunitas mantan penderita kusta ini bermula dari sebuah Rumah Sakit Kusta Sitanala
berlokasi di Kota Tangerang Provinsi Banten dengan menempati lahan seluas 54 hektar. Rumah Sakit Kusta Sitanala Tangerang merupakan pindahan dari
Leprosarium Lenteng Agung. Pada tanggal 28 Juli 1951 Rumah Sakit Kusta ini didirikan oleh Departemen Kesehatan RI dengan nama Rumah Sakit Sewan,
karena lokasi terletak di Desa Karangsari Kampung Sewan, Kecamatan Neglasari. Rumah Sakit ini diresmikan oleh Ny. Rahmi Hatta selaku Ibu Wakil Presiden RI
Pertama. Peresmian ini dilaksanakan sekaligus untuk menghargai jasa seorang dokter yang pertama kali berkecimpung dalam menangani penderita kusta, yaitu
dr. J.B. Sitanala yang berasal dari Maluku. Pada tahun 1962 Rumah Sakit Sewan dirubah namanya menjadi Pusat Rehabilitasi Sitanala oleh Menteri Kesehatan
RI saat itu Prof. Dr. Satrio, dan pada perkembangan selanjutnya menjadi Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang dengan Kep.Men.Kes.RI Nomor 140, Tahun
1978. Rumah Sakit Kusta Sitanala merupakan Unit Pelaksana Teknis UPT di lingkungan Departemen Kesehatan RI.
33 Berdasarkan pengamatan penulis, penduduk yang bermula di belakang
kompleks Rumah Sakit Kusta Sitanala, Desa Karang Sari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten, sekilas tak ada yang tampak tak lazim. Hanya ada
deretan rumah petak kecil yang berdiri berjajar dengan jalanan tanah berbatu yang becek, pagar bambu di pinggir jalan, masjid, beberapa warung. Kusta masih
dianggap sebagai penyakit kotor atau kutukan akibat macam-macam perbuatan jahat yang pernah dilakukan. Orang kampung biasanya tidak mau menerima
mereka kembali di kampung halamannya sehingga mereka memutuskan untuk tidak kembali ke rumahnya. Pihak Rumah Sakit pun menyediakan rumah untuk
transit bagi mantan penderita sampai mereka bisa membangun rumah sendiri di lahan kosong di dekat Rumah Sakit. Menurut Muhammad Mitam 55, Ketua RT
01RW 13 di kampung itu, sebagian besar warga kampung adalah mantan penderita kusta yang sebelumnya menjalani pengobatan di Rumah Sakit Kusta
Sitanala. Dari 500 KK yang tinggal di RT 01RW 13 ± 2000 jiwa.
3. Gambaran Umum Pembinaan Iman di Lingkungan Sitanala Tangerang
Berdasarkan hasil perbincangan pada tanggal 17 Desember 2014 dengan Ibu Theresia Sri Munarsih yang pernah menjadi perawat di Sitanala sekaligus
mantan penderita kusta, maka diperoleh data mengenai pembinaan iman yang ada di lingkungan Sitanala. Keberadaan umat di lingkungan Sitanala cukup hidup
karena adanya kegiatan pembinaan iman yang dilakukan secara bersama di lingkungan-lingkungan sekitar. Kegiatan pembinaan ini dilaksanakan secara
bergiliran di rumah umat setiap masa prapaskah, Adven, BKSN, dan bulan
34 rosario. Melalui kegiatan pembinaan ini rasa persaudaraan dan persatuan antara
umat di lingkungan Sitanala lebih terbangun. Keterlibatan umat yang hadir dalam hidup menggereja di lingkup lingkungan baik kendati mereka cukup sibuk bekerja
mencari nafkah untuk menghidupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kehidupan sosial masyarakat antara mantan penderita kusta dan masyarakat masih kurang karena mereka mantan penderita kusta merasa minder
dan kurang percaya diri. Sebagian mantan penderita kusta ini malu untuk bergabung. Mereka masih ada yang kurang disapa dan terhambat untuk mengikuti
pembinaan iman di lingkungan sekitar karena kondisi fisik mereka yang mengalami cacat kaki palsu sehingga untuk menempuh perjalanan sampai ke
tempat dimana pembinaan iman itu dilaksanakan tidak memungkinkan. Umat lain pun tidak ada yang menjemput maupun mengantar para mantan penderita kusta
untuk mengikuti pembinaan iman di lingkungan sekitar. Mereka memang tidak dapat ikut pembinaan iman bersama umat di lingkungan sekitar namun mereka
ada kegiatan kumpul doa bersama pada saat hari raya Paskah, Natal maupun hari- hari tertentu. Kegiatan-kegiatan tersebut diisi dengan doa bersama, sharing, dan
makan yang diadakan oleh beberapa Ibu yang mau memberikan pelayanan untuk mantan penderita kusta. Meskipun diadakan kegiatan tersebut namun masih
kurang membantu mereka mewujudkan harapan-harapannya. Pengalaman hidup yang disharingkan hanya didengar oleh pendamping dan mantan penderita kusta
yang lainnya, padahal harapan mereka adalah memiliki rasa percaya diri, tidak malu dan tidak minder saat bergabung dan bersosialisasi dengan umat sekitar.