1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
“Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru, namamu akan selalu hidup dalam sanubariku”. Sepenggal kalimat dalam lirik lagu Hymne Guru tersebut
seakan mengartikan bahwa guru merupakan sosok yang akan selalu diingat dan dikenang. Guru ditempatkan sebagai sosok yang keberadaannya selalu
dibanggakan dan dipuji oleh masyarakat. Apalagi dengan predikat “pahlawan” mengidentikkan guru dengan pahlawan dalam arti yang sebenarnya, membuat
masyarakat menghormati guru. Guru sebagai pendidik atau pengajar merupakan salah satu komponen
penting dalam kesuksesan setiap usaha pendidikan. Guru atau tenaga pendidik meliputi tenaga pembimbing, tenaga pengajar, dan tenaga pelatih yang
semuanya itu membantu peserta didik untuk mencapai tujuan perkembangannya Samana, 1994:12. Oleh karena itu, guru merupakan predikat mulia karena
mengemban tugas yang tidak ringan dan merupakan figur yang harus bisa menjadi panutan yang baik sesuai dengan pandangan yang melekat di mata
masyarakat. Seperti ungkapan orang Jawa bahwa sosok guru adalah sosok yang “digugu lan ditiru”, dipatuhi dan diteladani. Setiap tutur kata dan perbuatan guru,
dapat dijadikan suri tauladan yang baik bagi murid juga bagi masyarakat. Dahulu, kedudukan atau status sosial ekonomi guru sangat tinggi dan
dihormati seperti priyayi golongan atas di mata masyarakat. Guru dipandang sebagai sosok yang terpelajar dan mempunyai kehidupan yang lebih baik
karena pada umumya guru berasal dari keluarga yang status sosial ekonominya relatif baik sehingga mampu menempuh pendidikan yang tinggi.
Imbalan jasa yang diberikan pemerintah pun sangat memadai untuk hidup sejahtera bersama keluarga. Kepercayaan masyarakaat dan pemerintah pun
sangat tinggi terhadap guru karena guru sering pula ditunjuk sebagai aparat pemerintah, seperti ketua RT, RW, karang taruna, dilibatkan dalam pemilihan
kades, dll. Oleh karena itu, masyarakat sering meminta nasehat dan bantuan kepada guru dalam menghadapi persoalan.
Seiring dengan berjalannya waktu, kedudukan atau status sosial ekonomi guru di mata masyarakat mengalami perubahan. Guru tidak lagi
dipandang sebagai priyayi golongan atas, karena jika dilihat dari status sosial ekonomi sudah banyak pekerjaan lain yang lebih menjanjikan dan
memiliki prestise di atas guru seperti dokter, pengacara, pengusaha, pegawai bank, dll. Selain itu, banyaknya pemberitaan di media massa cetak maupun
elektronik mengenai guru-guru yang memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan seperti memberikan pelajaran tambahan di luar jam
sekolah, membuka warung, bahkan menjadi tukang ojek, semakin membuat citra guru di mata masyarakat menjadi terpuruk. Keadaan ini menumbuhkan
citra bahwa guru identik dengan kesengsaraan, kekurangan, dan kemiskinan. Paradigma di atas membuat mahasiswa alumni yang memiliki latar
belakang ilmu keguruan yang seharusnya menjadi guru banyak yang tidak menjadi guru. Setelah selesai menempuh pendidikan di fakultas keguruan,
sebagian besar dari mereka lebih memilih untuk bekerja di perusahaan atau
menjadi wiraswasta karena dianggap lebih menjamin masa depan jika dipandang dari segi materi. Meski banyak mahasiswa yang tidak menjadi
guru, masih ada sebagian kecil mahasiswa yang menjadi guru karena ketertarikan dan kecintaan mereka pada dunia pendidikan.
Namun sekarang angin segar mulai dapat dirasakan oleh guru, yaitu dengan adanya program sertifikasi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar
profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas yang bertujuan
guna menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran, meningkatkan profesionalisme guru, serta mengangkat harkat
dan martabat guru. Guru yang telah lolos uji sertifikasi berhak mendapat sertifikat pendidik. Sertifikat ini menjadi salah satu syarat untuk memperoleh
tunjangan profesi. Hal ini merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Selain itu juga untuk meningkatkan gairah
kerja dan kompetensi guru sehingga para guru akan berlomba-lomba untuk mengembangkan diri supaya lolos uji sertifikasi.
Dengan adanya program sertifikasi diharapkan status sosial ekonomi guru yang sempat terpuruk dapat bangkit kembali dan paradigma guru identik
dengan kemiskinan sedikit demi sedikit terhapus menjadi suatu harapan baru untuk hidup yang sejahtera. Di samping itu, persepsi masyarakat terutama
mahasiswa fakultas keguruan terhadap status sosial ekonomi guru juga
diharapkan menjadi baik, sehingga mahasiswa fakultas keguruan akan lebih bersemangat dan lebih bergairah untuk menjadi guru.
Dari uraian di atas tampak adanya pergeseran persepsi terhadap status sosial ekonomi guru, dari persepsi guru seperti priyayi golongan atas
kemudian persepsi guru merupakan golongan menengah ke bawah dan akhirnya persepsi status sosial ekonomi guru diharapkan membaik dengan
adanya program sertifikasi. Status sosial ekonomi guru yang berubah-ubah tersebut, akan menarik persepsi yang berbeda di antara mahasiswa yang
melanjutkan pendidikan di fakultas keguruan. Berdasarkan fenomena di atas, penulis merasa tertarik untuk
mengetahui secara nyata dan jelas mengenai persespi mahasiswa terhadap status sosial ekonomi guru setelah adanya program sertifikasi. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Persepsi Mahasiswa Pendidikan Akuntansi Terhadap Status Sosial Ekonomi Guru
Setelah Adanya Program Sertifikasi” .
B. Batasan Masalah