Metode Pengujian Daya Analgetika

34 sebagian besar aksi morfin. Hewan uji yang biasa digunakan dalam metode ini adalah mencit, tikus, dan anjing. Hewan uji diberi obat dengan dosis toksik pirinitramida kemudian segera diikuti dengan pemberian morfin 5-10 mgkg BB secara intravena. Efek toksik dapat dilawan dalam waktu satu menit dengan pemberian injeksi nalorfin 1,25 mgkg BB secara intravena. Berdasarkan teori, nalorfin dapat menggeser ikatan morfin dengan reseptornya sehingga akan meniadakan efek dari morfin. Nalorfin pada dosis 5 mgkg mampu membalikkan 10 mgkg morfin. Pada kenyataannya, seluruh obat yang berpotensi sebagai analgesik narkotik dapat dilawan dengan nalorfin. f. metode kejang oksitosin Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari posterior yang dapat menyebabkan kontraksi uterin, sehingga menimbulkan kejang pada tikus. Respon kejang meliputi kontraksi abdominal, peregangan tubuh dan tungkai serta lengan bagian belakang, dan puntiran badan pada pinggang dengan putaran kaki belakang ke arah dalam. Respon ini dapat dicegah dengan terlebih dahulu diberikan morfin dan senyawa uji, sehingga ED 50 lebih kecil daripada yang dihasilkan dari prosedur yang menggunakan panas pancaran. Selain, morfin senyawa analgesik yang bisa diuji dengan metode ini adalah heroin, metadon, kodein, dan meperidina. Uji ini kemudian dianggap lebih sensitif. 35 g. metode pencelupan pada air panas Pada metode ini tikus disuntik secara intraperitoneal dengan senyawa uji, kemudian ekor tikus dicelupkan ke dalam air panas suhu 58 o C. Respon tikus terlihat dari hentakan ekornya yang menghindari air panas. Munculnya reaksi yang khas yaitu sentakan ekor yang keras, dicatat waktunya. Uji ini diulang kembali setiap 30 menit setelah menit ke 15 penyuntikan. Jika mencit tetap tidak beraksi dalam waktu 6 detik, mencit diangkat dari penangas. 2. Golongan analgesik non narkotika a. metode geliat Dalam variasi lain metode geliat menurut Witkin dkk., 1961 cit., Turner, 1965, mencit jantan dengan berat badan 18-22 g, diberi rangsang secara intraperitoneal dengan injeksi 300 mgkg larutan asam asetat 3. Senyawa yang diuji diberikan secara peroral kepada 6 mencit, 15 menit sebelum pemberian asam asetat. Setiap hewan uji kemudian ditempatkan pada kotak kaca dan diamati jumlah geliat yang terjadi selama waktu pengamatan 20 menit. Kelompok kontrol diberi larutan salin. Untuk hasil yang akurat, 5 hewan uji dalam satu kelompok digunakan untuk tiap titik dalam kurva peringkat dosis vs respon. Dua puluh lima menit setelah pemberian asam asetat, hewan uji kontrol memberikan rata-rata geliat total 30. 36 Daya analgesik dihitung dengan persamaan menurut Handershot dan Forsaith 1959 sebagai berikut: daya analgesik= 100-PK x 100 Keterangan: P: jumlah geliat mencit pada kelompok perlakuan K: rata-rata jumlah geliat mencit pada kelompok kontrol b. meotode rektodolorimetri Pada metode ini tikus diletakkan dalam sebuah kandang yang dibuat khusus dengan alas tembaga yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi yang berupa gulungan. Ujung lain dari gulungan tersebut kemudian dihubungkan dengan silinder elektroda tembaga. Ujung yang lainnya lagi dihubungkan pada ekor hewan uji. Sebuah amperemeter yang peka terhadap adanya perubahan tengangan sebesar 0,1 volt selanjutnya dihubungkan dengan konduktor yang berada di gulungan bagian atas. Tegangan yang sering digunakan untuk menimbulkan terikan tikus adalah 1-2 volt. c. metode podolorimeter Metode ini menggunanakan aliran listrik untuk mengukur besarnya daya analgesik. Alas kandang mencit yang terbuat dari kepingan metal yang dapat mengalirkan listrik. Seekor mencit diletakkan pada kandang tersebut yang kemudian dialiri listrik. Respon yang terjadi ditandai dengan teriakan mencit tersebut. Pengukuran dilakukan setiap 10 menit selama 1 jam. 37

K. Landasan Teori

Neutrofil dan makrofag jika terlepas dari endotelium, maka akan segera bermigrasi ke daerah kemotaksin. Di sana neutrofil dan makrofag akan memproduksi eicosanoid , enzim proteolitik, radikal oksigen superoksida dan H 2 O 2 . H 2 O 2 lebih lanjut dapat berinteraksi dengan ion besi Fe 2+ , menghasilkan radikal hidroksil . OH yang reaktif sekali menuju peroksidasi lipid Halliwell dkk., 1988. . OH dapat menyerang asam arakidonat sehingga terbentuk senyawa baru yang kemudian dapat diserang oleh O . , sehingga terbentuklah prostaglandin yang menyebabkan peradangan Fessenden dan Fessenden, 1982. Selain menyebabkan peradangan, prostaglandin yang terlepas dapat mensensitisasi reseptor nyeri nosiseptor sehingga akan timbul rasa nyeri. Pendekatan dari penelitian ini adalah adanya kandungan antioksidan dalam buah belimbing, yaitu katekin Sukadana, 2009 pada buah belimbing mampu menangkap radikal O . dan . OH, sehingga kedua radikal tersebut tidak menyerang asam arakidonat. Dengan begitu maka pembentukkan prostaglandin menjadi terhambat Terhambatnya prostagladin membuat peradangan dapat diatasi. Rasa nyeri yang merupakan manifestasi klinis dari peradangan juga akan berkurang. Hal itulah yang mendasari dugaan sementara bahwa jus buah belimbing dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi dan analgesik. 38 Untuk menguji efek antiinflamasi digunakan metode edema pada kaki, karena metode ini telah digunakan oleh banyak peneliti dan telah terbukti cocok untuk skrining sebaik untuk evaluasi mendalam Vogel, 2002. Sedang untuk menguji ada tidaknya efek analgesik, dalam penelitian ini digunakan metode geliat. Metode ini digunakan karena sensitif, sederhana, dan repsodusibel untuk skrining analgesik lemah Turner, 1965. Selain itu, metode ini dapat mendeteksi baik analgesik sentral maupun perifer. Metode ini telah digunakan oleh banyak peneliti dan bisa dierkomendasikan sebagai metode skrining yang sederhana Vogel, 2002.

L. Hipotesis

Jus buah belimbing Averrrhoa carambola L. memiliki efek antiinflamasi dan analgesik yang ditunjukkan terhadap mencit putih betina galur Swiss. 39

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian uji efek analgesik dan antiinflamasi jus buah belimbing ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

Variabel utama dalam penelitian ini yaitu: a. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis jus buah belimbing. b. Variabel tergantung Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah besar edema pada kaki hewan uji dan jumlah geliat yang dihasilkan setelah perlakuan dengan jus buah belimbing.

2. Variabel Pengacau

a. Variabel pengacau terkendali Pada penelitian ini terdapat variabel pengacau yang harus dikendalikan, yaitu: hewan uji mencit putih betina galur Swiss, umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram, kondisi subyek uji sehat, asal buah belimbing dari supermarket Superindo Belimbing Bali dengan kriteria pemilihan 40 seperti yang terurai pada pengumpulan bahan, jalur pemberian jus dilakukan secara peroral, jalur pemberian rangsang nyeri secara intraperitoneal, jalur pemberian rangsang inflamasi secara subplantar. b. Variabel pengacau tidak terkendali Pada penelitian ini, variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan adalah keadaan patologis dari mencit, kemampuan tubuh mencit untuk mengabsorbsi jus buah belimbing, dan kemampuan mencit untuk beradaptasi dengan peradangan maupun rasa nyeri.

3. Definisi Operasional

a. Jus buah belimbing adalah jus dengan konsentrasi 20 yang diperoleh dengan cara mencampurkan 50 ml aquadest dan 10 gram buah belimbing segar yang dipotong melintang dengan ketebalan ± 1 cm kemudian dijus dengan menggunakan blender merk Philips. b. Uji daya antiinflamasi adalah uji dengan menggunakan mencit galur Swiss sebagai hewan uji yang dibuat radang telapak kaki kirinya, sedangkan telapak kaki kanan hanya ditusuk dengan jarum injeksi. Pengukuran diameter kedua kaki belakang mencit dilakukan dengan menggunakan jangka sorong Digital Caliper Mitutoyo, kemudian dibandingkan dengan perlakuan peroral jus buah belimbing. c. Uji daya analgesik adalah uji dengan menggunakan mencit galur Swiss sebagai hewan uji yang diberi rangsang kimia secara intraperitoneal kemudian 41 diamati jumlah geliat mencit dan dibandingkan dengan perlakuan peroral jus buah belimbing. d. Geliat didefinisikan sebagai sebuah perenggangan, tarikan ke satu sisi, penarikan satu kaki belakang ke arah belakang, peregangan abdomen, dan penarikan kepala dan kaki secara ekstrim ke arah belakang opistotonus, seingga dengan begitu bagian perut mencit menyentuh alas Turner, 1965

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Untuk uji efek antiinflamasi a. Buah belimbing Averrhoa carambola L. yang diperoleh dari supermarket Superindo Belimbing Bali yang dibeli pada periode September 2009 - Februari 2010. b. Larutan kalium diklofenak 3 sebagai kontrol positif c. Larutan karagenin 1 sebagai zat penginduksi edema d. Aquadest sebagai kontrol negatif 2. Untuk uji efek analgesik a. Buah belimbing Averrhoa carambola L. yang diperoleh dari supermarket Superindo Belimbing Bali b. Suspensi parasetamol dalam CMC Na 1 sebagai kontrol positif uji c. Asam asetat 1, sebagai zat penginduksi nyeri