Efek dan Daya Analgesik Jus Buah Belimbing

85 Tabel XI. Hasil analisis uji Scheffe persentase penghambatan geliat Kelompok perlakuan I II III IV V I bb btb bb bb II bb bb btb bb III btb bb bb bb IV bb btb bb btb V bb bb bb btb Keterangan: bb : berbeda bermakna p ≤ 0,05 btb : berbeda tidak bermakna p 0,05 Kelompok I : kontrol negatif aquadest 25 mgkg BB Kelompok II : kontrol positif parasetamol 91 mgkg BB Kelompok III : JBB dosis 1,67 gkg BB Kelompok IV : JBB dosis 3,34 gkg BB Kelompok V : JBB dosis 6,67 gkg BB Berdasarkan hasil uji Scheffe pada tabel XI diketahui bahwa dari tiga peringkat dosis kelompok perlakuan JBB, hanya dosis 1,67 gkg BB yang berbeda tidak bermakna dengan kontrol negatif. Artinya, pada dosis tersebut JBB tidak memiliki efek sebagai analgetika. Apabila kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol positif, hanya JBB dosis 3,34 gkg BB yang memiliki daya analgesik yang berbeda tidak bermakna. Artinya, pada dosis 3,34 gkg BB, kemampuan JBB dalam menekan nyeri setara dengan parasetamol 91 mgkg BB. Sedangkan JBB dosis 6,67 gkg BB, hanya bisa dikatakan memiliki efek sebagai analgetika tetapi dayanya belum setara dengan parasetamol 91 mgkg BB. Perbandingan daya penghambatan geliat antara kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan JBB dilakukan untuk mengetahui efektivitas JBB terhadap parasetamol sebagai kontrol positif dalam kemampuannya menekan nyeri. 86 Perbandingan ini disebut dengan perubahan daya analgesik yang dapat dilihat pada tabel XII dan gambar 18: Tabel XII. Rata-rata penghambatan geliat terhadap kontrol positif Kelompok perlakuan Rata-rata perubahan penghambatan geliat±SE kontrol - -100,00 ± 8,11 bb kontrol + 0,00 ± 2,71 JBB dosis I 1,67gkg BB -95,65 ±7,46 bb JBB dosis II 3,34 gkg BB -5,80 ± 2,56 btb JBB dosis III 6,67 gkg BB -23,91 ± 2,56 bb Keterangan: bb : berbeda bermakna p ≤ 0,05 btb : berbeda tidak bermakna p 0,05 SE : standard error Kontrol - : aquadest 25 mgkg BB Kontrol + : parasetamol 91 mgkg BB JBB : jus buah belimbing Gambar 18. Diagram rata-rata perubahan penghambatan geliat terhadap kontrol positif : standard error 87 Dari data pada tabel XII dan gambar 18 dapat dilihat bahwa kontrol negatif memiliki kemampuan penghambatan yang kurang hingga 100 daripada penghambatan yang dihasilkan oleh kontrol positif. Artinya, pada kontrol negatif tidak terjadi penghambatan rangsang nyeri atau tidak menghasilkan efek analgesik. Sedangkan pada kelompok perlakuan JBB dosis I -95,65, dosis II -0,80, dan dosis III -23,91. Tanda negatif - menunjukkan perbandingan terhadap kontrol positif yaitu nilai minus jika dibandingkan dengan kontrol positif. Nilai perubahan penghambatan geliat akan semakin mendekati 0,00 apabila kemampuan zat uji semakin mendekati kemampuan penghambatan nyeri oleh kontrol positif parasetamol 91 mgkg BB. Dari hasil perhitungan persentase penghambatan jumlah geliat pada ketiga peringkat dosis yang diujikan, maka dosis yang dipilih yaitu dosis 3,34 gkg BB karena menghasilkan penghambatan geliat terbesar dibandingkan dengan dosis lainnya. Alasan lainnya, bahwa pada dosis 3,34 gkg BB terjadi penurunan jumlah rata-rata geliat lebih dari 70 dibanding jumlah rata-rata geliat pada kontrol negatif sehingga sudah memenuhi syarat analgesik menurut Vogel 2002. Kemampuan JBB dalam penghambat rasa nyeri terkait dengan aktivitasnya sebagai agen antiinflamasi. Kandungan katekin dalam JBB mampu menangkap radikal superoksid dan juga radikal hidroksil yang dihasilkan neutrofil, sehingga peroksidasi lipid terhambat gambar 14. Dengan penghambatan peroksidasi lipid, maka biosintesis prostaglandin juga terhambat, sehingga inflamasi dapat dihambat. 88 Akibatnya mediator-mediator inflamasi tidak dikeluarkan, dan tidak terjadi rangsang nyeri.

3. Perbandingan profil parasetamol dengan jus buah belimbing

Dari hasil penelitian diketahui bahwa baik parasetamol maupun JBB memiliki efek analgesik yang ditunjukkan dengan persen penghambatan geliat. Berikut merupakan grafik profil rata-rata geliat yang terjadi pada perlakuan JBB dan parscetamol dari waktu ke waktu: Gambar 19. Grafik profil geliat kelompok perlakuan jus buah belimbing dan parasetamol Keterangan: JBB : Jus buah belimbing, angka yang mengikuti merupakan dosisnya Pada gambar 19 dapat dilihat bahwa JBB memiliki profil yang mirip dalam menghambat nyeri yang ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah rata-rata geliat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 ra ta -r a ta g e li a t waktu menit Profil geliat kelompok perlakuan Parasetamol 91 mgkg BB JBB 1,67 gkg BB JBB 3,34 gkg BB JBB 6,67 gkg BB 89 pada mencit. Parasetamol dan JBB dosis 3,34 gkg BB mulai menunjukkan aksi penghambatan nyeri pada menit ke-15, sedangkan JBB dosis 1,67 pada menit ke-20 dan 6,67 gkg BB baru menunjukkan penghambatan nyeri pada menit ke-25. Dapat dikatakan bahwa katekin yang terdapat dalam buah belimbing mempunyai mekanisme aksi yang mirip dengan parasetamol, namun jalur yang dihambat berbeda. Meskipun memiliki jalur penghambatan yang berbeda, namun penurunan jumlah rata-rata geliat secara drastis sama-sama terjadi pada menit ke 25, kecuali kelompok perlakuan JBB dosis 1,67 gkg BB. Hal tersebut mungkin terjadi karena kandungan katekin pada dosis tersebut sedikit sehingga butuh waktu yang lebih lama untuk mengurangi nyeri.

D. Perbandingan Hasil Uji Daya Antiinflamasi dan Analgesik

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa JBB mempunyai daya antiinflamasi dan analgesik. Kedua penelitian tersebut memakai peringkat dosis yang sama, yaitu 1,67; 3,34; dan 6,67 gkg BB. Daya antiinflamasi pada dosis tersebut secara berturut-turut sebesar 22,91; 54,58; dan 36,06. Sedangkan penghambatan rangsang nyeri pada dosis yang sama berturut-turut sebesar 3,24; 70,27; dan 56,76. Untuk membandingkannya dengan jelas dapat dilihat pada gambar 21. 90 Gambar 20. Diagram batang daya antiinflamasi dan analgesik pada jus buah belimbing : standard error Dari gambar 20 terlihat adanya pola yang sama antara JBB sabagai agen antiinflamasi dan analgetika pada tiap-tiap dosis, yaitu daya paling besar dihasilkan pada dosis 3,34 gkg BB. Sebagai analgetika JBB menghasilkan daya yang lebih besar dibanding sebagai antiinflamasi, kecuali pada dosis 1,67 gkg BB. Pada dosis 1,67 gkg BB daya antiinflamasi yang dihasilkan lebih besar daripada daya analgesiknya, perbedaannya sebesar 19,67. Pada dosis 3,34 dan 6,67 gkg BB, daya antiinflamasi yang dihasilkan lebih rendah daripada daya analgesik yang dihasilkan, 91 perbedaannya secara berturut-turut sebesar 15,69 dan 20,70. Tetapi keseluruhan hasil menunjukkan bahwa persen daya antiinflamasi berhubungan dengan persen penghambatan nyeri, semakin besar persen daya antiinflamasinya, semakin besar pula daya analgesiknya. Dari hasil uji efek dan daya antiinflamasi, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, diketahui bahwa JBB pada dosis 3,34 dan 6,67 gkg BB memiliki efek antiinflamasi tetapi hanya pada dosis 3,34 gkg BB yang dayanya berbeda tidak bermakna dengan kontrol diklofenak 4,48 mgkg BB. Demikian pula pada hasil uji efek dan daya analgesik, diketahui bahwa kedua dosis tersebut memiliki efek analgesik. Tetapi menurut Vogel 2002, dosis 3,34 gkg BB lebih dipilih karena daya analgesiknya lebih dari 70. Selain itu jika dibandingkan dengan kontrol positif, dosis 3,34 gkg BB berbeda tidak bermakna, sedangkan dosis 6,64 gkg BB berbeda bermakna. Sehingga pada penelitian ini dosis yang dipilih tetap adalah dosis 3,34 gkg BB. Untuk penggunaan JBB pada manusia perlu dillakukan perhitungan konversi dosis ke manusia dengan mengacu pada dosis yang dipilih yaitu 3,34 gkg BB. Perhitungan konversi dosis dari mencit ke manusia 70 kg adalah sebagai berikut: Dosis JBB = 3,34 gkg BB mencit = 3,34 mgg BB mencit Dosis pada mencit 20 gram = 3,34 mgg x 20 gram = 66,8 mg20 gram 92 Konversi dosis ke manusia 70kg Dosis pada manusia 70kg = 66,8 mg20 gram x 387,9 = 25.911,72 mg70 kg BB = 25.91172 g70 kg BB Untuk manusia 50kg = 25,91172 g × kg = 18,51 g Jadi, dosis JBB sebagai antiinflamasi dan analgetika untuk manusia Indonesia sebesar 18,51 g50kg BB. Untuk buah belimbing Bali ukuran sedang 18,51 gram setara dengan 14 bagian belimbing.