Efek dan Daya Antiinflamasi Jus Buah Belimbing
66
Gambar 10. Diagram batang rata-rata daya antiinflamasi kelompok perlakuan terhadap kontrol karagenin
Keterangan: JBB
: Jus buah belimbing : standard error
Berdasarkan gambar diagram di atas, terlihat bahwa kontrol aquadest dan diklofenak menunjukkan daya antiinflamasi yang berbeda, secara beturut-turut,
4,58 dan 71,12. Hal ini berarti bahwa aquadest tidak memiliki kemampuan menurunan inflamasi, sedangkan diklofenak memiliki kemampuan yang besar untuk
menurunkan inflamasi.
67
Jika dibandingkan dengan kelompok aquadest, semua peringkat dosis JBB memiliki rata-rata daya antiiinflamasi yang lebih besar. Artinya, aquadest hanya
memliki kemampuan yang sangat kecil untuk menghambat edema yang ditimbulkan oleh karagenin 25 mgkg BB sebagai zat penginduksi inflamasi. Hal tersebut tidak
sebanding dengan kemampuan JBB. Namun, apabila kelompok perlakuan JBB dibandingkan dengan kelompok
kontrol positif diklofenak 4,48 mgkg BB, rata-rata daya antiinflamasi pada dosis 1,67 gkg BB 22,91 dan 6,67 gkg BB 36,06 jauh di bawah rata-rata daya
antiinflamasi diklofenak 71,12. Hanya kelompok perlakuan JBB dosis 3,34 gkg BB yang memiliki daya antiinflamasi yang mendekati daya antiinflamasi
diklofenak. Diklofenak mempunyai daya antiinflamasi yang paling besar, artinya
kemampuannya dalam menurunkan inflamasi lebih besar dibandingkan JBB. Diklofenak merupakan AINS dengan menkanisme utama menghambat kerja enzim
siklooksigenase sehingga dapat mengurangi bioavailabitas asam arakidonat Shearn, 2002.
Kelompok perlakuan JBB pada semua peringkat dosis memiliki rata-rata daya antiinflamasi yang lebih kecil dibandingkan diklofenak, artinya JBB dapat
mengurangi inflamasi atau menghambat inflamasi meskipun kemampuannya masih lebih kecil dibanding diklofenak.
68
Jika antar kelompok perlakuan JBB dibandingkan, secara berturut-turut rata- rata daya antiinflamasi dosis 1,67; 3,34; dan 6,67 gkg BB adalah 22,91; 54,58;
dan 36,06. Dosis 3,34 gkg BB mempunyai kemampuan meurunkan radang yang lebih besar dibanding dengan dosis 6,67 g.kg BB. Hal ini menunjukkan bahwa
kenaikan dosis belum tentu menaikkan daya antiinflamasi. Selanjutnya dilakukan analisis statistik menggunakan ANOVA satu arah
dengan taraf keppercayaan 95 untuk mengetahui apakah antar kelompok perlakuan ada beda yang bermakna. Dari hasil uji ANOVA diketahui bahwa antar kelompok
perlakan terdapat perbedaan bermakna yang diketahui dari nilai probabilitasnya 0,000 p
≤ 0,05. Sehingga untuk mengetahui lebih lanjut di antara kelompok perlakuan mana yang berbeda bermakna, dilakukan analasis statistik dengan uji Scheffe.
Tabel V. Ringkasan hasil uji Scheffe daya antiinflamasi
Kelompok Perlakuan
I II
III IV
V VI
I btb
bb btb
bb bb
II btb
bb btb
bb bb
III bb
bb bb
btb bb
IV btb
btb bb
bb btb
V bb
bb btb
bb btb
VI bb
bb bb
btb btb
Keterangan: bb
: berbeda bermakna p ≤ 0,05
btb : berbeda tidak bermakna p 0,05
Kelompok I : karagenin 25 mgkg BB
Kelompok II : kontrol negatif aquadest 25 mgkg BB Kelompok III : kontrol positif diklofenak 4,48 mgkg BB
Kelompok IV : JBB dosis 1,67 gkg BB Kelompok V : JBB dosis 3,34 gkg BB
Kelompok VI : JBB dosis 6,67 gkg BB
69
Hasil uji Scheffe menunjukkan bahwa ada beda bermakna antara kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dan JBB dosis 3,34 dan 6,67 gkg BB. Hal tersebut
menunjukkan bahwa JBB pada dosis tersebut memiliki efek antiinflamasi. Sedangkan JBB pada dosis 1,67 gkg BB berbeda tidak bermakna dengan kontrol aquadest,
artinya pada dosis tersebut JBB tidak mempunyai efek antiinflamasi. Jika dibandingkan dengan kontrol positif, JBB dosis 3,34 gkg BB berbeda
tidak bermakna. Artinya bahwa pada dosis tersebut, sudah dicapai daya antiinflamasi yang setara dengan diklofenak 4,48 mgkg BB. Sedangkan JBB dosis 6,67 gkg BB
berbeda bermakna dengan diklofenak 4,48 mgkg BB. Artinya, meskipun dosis 6,67 gkg BB dapat dinyatakan memiliki efek antiinflamasi namun dayanya belum
sebanding dengan kontrol positif. Tetapi yang menarik di sini adalah, daya JBB dosis 6,67 gkg BB berbeda tidak bermakna dengan JBB dosis 3,34 gkg BB yang setara
dengan daya kontrol positif, padahal daya dosis 6,67gkg BB berbeda bermakna dengan daya kontrol positif. Artinya, JBB dosis 3,34 gkg BB memiliki daya
antiinflamasi tepat di tengah-tengah JBB dosis 6,67 gkg BB dan diklofenak 4,48 mgkg BB.
Untuk memperjelas perbandingan daya antiinflamasi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol positif, maka dilakukan perhitungan potensi relatif.
Hasil perhitungan potensi relatif dapat dilihat pada tabel VI dan gambar 11.
70
Tabel VI. Persentase potensi relatif kelompok perlakuan terhadap diklofenak sebagai kontrol positif
Kelompok perlakuan potensi relatif
karagenin 25 mgkg BB -
aquadest 25 mgkg BB 6,44
diklofenak 4,48 mgkg BB 100,00
JBB dosis I 1,67gkg BB 32,21
JBB dosis II 3,34 gkg BB 76,75
JBB dosis III 6,67 gkg BB 50,7
Gambar 11. Diagram batang potensi relative kelompok perlakuan terhadap diklofenak sebagai kontrol positif
Keterangan: Kelompok 1
: karagenin 25 mgkg BB Kelompok 2
: kontrol negatif aquadest 25 mgkg BB Kelompok 3
: kontrol positif diklofenak 4,48 mgkg BB Kelompok 4
: JBB dosis 1,67 gkg BB Kelompok 5
: JBB dosis 3,34 gkg BB Kelompok 6
: JBB dosis 6,67 gkg BB
71
Dari tabel VI dan gambar 11 dapat dilihat dengan jelas bagaimana perbandingan daya antiinflamasi tiap-tiap kelompok perlakuan terhadap kontrol
positif. Kontrol positif diasumsikan memiliki daya antiinflamasi 100, sehingga jika daya antiinflamasi kelompok perlakuan semakin besar, maka potensi relatifnya akan
semakin mendekati 100. Kelompok perlakuan yang memiliki potensi relatif paling rendah ditunjukkan oleh dosis 1,67 gkg BB 6,44, sedangkan kelompok perlakuan
yang potensi relatifnya paling tinggi yaitu dosis 3,34 gkg BB 76,75. Artinya, JBB pada dosis 3,34 gkg BB memiliki daya antiinflamasi yang paling mendekati daya
antiinflamasi diklofenak 4,48 mgkg BB. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dari ketiga peringkat dosis pada kelompok perlakuan, yang paling berpotensi sebagai
antiinflamasi adalah dosis 3,34 gkg BB. Peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya karena aktivasi
neutrofil dan makrofag yang dapat memproduksi radikal superoksid yang mampu membangkitkan H
2
O
2
secara enzimatis dengan SOD sebagai katalis. Lebih lanjut H
2
O
2
dapat berinteraksi dengan ion besi Fe
2+ ,
menghasilkan radikal radikal hidroksil
.
OH yang reaktif sekali menuju ke peroksidasi lipid Halliwel, 1988.
72
CO
2
H
alilik rangkap
-H
CO
2
H
CO
2
H HO
asam arakidonat
H
OH
Gambar 12. Serangan radikal hidroksil pada karbon 15 dari asam arakidonat Fessenden dan Fessenden, 1982
CO
2
H HO
O O
H OH
H
PGE
2
CO
2
H
OH H
CO
2
H OH
H
PGF
2
CO
2
H H
O O
H
O
H
O OH
H
OH H
H OH
Gambar 13. Pembentukan prostaglandin melalui adisi karbon 9 dan 11 oleh radikal superoksid
Fessenden dan Fessenden, 1982
Kemungkinan mekanisme JBB sebagai antiinflamasi bergantung pada kemampuannya sebagai antioksidan, karena adanya katekin Sukadana, 2009.
73
Antioksidan bisa berperan sebagai obat antiinflamasi dengan beberapa cara, yaitu: 1 menghambat produksi oksidan
O
.
oleh neutrofil, monosit, dan makrofag. Penghambatan produksi oksidan
O
.
akan mengurangi pembentukan H
2
O
2
yang mengakibatkan produksi
.
OH ikut terhambat, 2 menghambat langsung oksidan reaktif seperti radikal hidroksil
.
OH Halliwell dkk., 1988. Berikut ini merupakan contoh reaksi penangkapan radikal hidroksil oleh katekin:
O OH
OH O
OH OH
Katekin
OH H
O OH
OH O
OH OH
O OH
OH O
OH OH
O OH
OH O
OH OH
2R,3S-3,4-dihydro-2-3,4-dihydroxyphenyl-2H-chromene-3,5,7-triol
H
2
O
Gambar 14. Reaksi penangkapan radikal hidroksil oleh katekin
Penghambatan pembentukan dan penangkapan radikal hidroksil berakibat pada penghambatan proses peroksidasi lipid. Dengan penghambatan peroksidasi
lipid, maka biosintesis prostaglandin juga terhambat, sehingga peradangan dapat teratasi.
74
Kandungan lain, dalam jus buah belimbing yang diduga memliki aktivitas sebagai antioksidan yaitu vitamin C asam L-askorbat. Asam askorbat atau askorbat
merupakan antioksidan karena memiliki potensi yang tinggi untuk mereduksi. Hal tersebut disebabkan karena keberadaan ikatan rangkap karbon-karbon, yang siap
mendonorkan satu atau dua hidrogen dan elektron kepada oksidan, termasuk radikal bebas oksigen, peroksida, dan superoksida. Setiap langkah oksidasi askorbat bersifat
reversibel. Bentuk askorbat yang setengah teroksidasi disebut radikal bebas monoaskorbat, yang dapat menjadi penerima atau pendonor electron. Kehilangan
elektron untuk kedua kalinya akan menghasilkan asam dehidroaskorbat, meskipun begitu dia bukanlah asam May, 1998.
Namun, perlu diketahui bahwa vitamin C memiliki aktivitas yang bagus sebagai antioksidan saat berada pada fase air karena harus didahului dengan
pelepasan H
+
, sedangkan aktivitasnya akan jauh berkurang di membran lipid Haenen, 1989. Dengan demikian, meskipun vitamin C memiliki aktivitas sebagai
antioksidan tetapi mungkin hanya sedikit sekali berperan dalam menghambat peroksidasi lipid di membrane lipid sel pada jaringan yang mengalami inflamasi.
Kandungan vitamin C dalam buah belimbing, yaitu 0,05 dari berat buah segar. Kemungkinan kandungan vitamin C yang terlalu sedikit dalam JBB belum cukup
mampu untuk menghambat proses inflamasi.
75