tingkat kesulitan, mulai dari kecemasan dan rendah diri sampai berkurangnya prestasi akademik remaja apabila hal ini terjadi pada remaja awal.
2.2.1 Pengertian Asertifitas
Myers dan Myers 2002 mengatakan asertifitas adalah salah satu gaya komunikasi dimana individu dapat mempertahankan hak dan mengekspresikan
perasaan, pikiran dan kebutuhan secara langsung, jujur dan bersikap terus terang. Menurut Alberti Emmons 2002, asertif adalah suatu kemampuan untuk
mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain.
Menurut Brown dkk 2009, asertif adalah kemampuan berkomunikasi yang meliputi berbagi perasaan yang positif, mengapresiasikan kehangatan, mampu
mengungkapkan perasaan dari ketidaknyamanan, mengatur batasan, dan berkata tidak pada orang lain yang berupaya mempengaruhi keinginan dan keyakinan diri kita.
Muadz dan Syaefuddin 2010 mendefinisikan asertif adalah sebuah sikap untuk mengekspresikan diri secara tegas kepada pihak lain tanpa harus menyakiti
pihak lain ataupun merendahkan diri di hadapan pihak lain. Bersikap tegas adalah sebuah cara khusus yang dapat dipelajari dan dipraktekkan. Sikap tegas membuat
seseorang mampu menyatakan pikiran, perasaan dan nilai-nilai mengenai sesuatu secara terbuka dan langsung, dengan tetap menghormati perasaan dan nilai – nilai
pihak lain. Bersikap tegas adalah salah satu perilaku yang dapat dipilih ketika seseorang berada dalam situasi yang sulit dan ketika harus mengambil sebuah
Universitas Sumatera Utara
keputusan. Keterampilan ini meningkatkan kemungkinan seseorang menghadapi sebuah situasi sulit tanpa kehilangan harga diri atau martabatnya.
Auslander 2008 mengemukakan tentang skala ketegasan seksual Sexual Assertiveness Scale yang menilai tingkat ketegasan seksual yang dilakukan pada tiga
dimensi yaitu inisiasi, penolakan, dan pencegahan kehamilan dan penyakit infeksi menular seksual IMS. Subskala pertama yaitu inisiasi, menilai persepsi wanita
tentang sejauh mana dia memulai hubungan seks. Subskala kedua yaitu penolakan, mengukur persepsi wanita dari sejauh mana ia menolak hubungan seksual yang tidak
diinginkan, dan yang terakhir subskala ketiga yaitu pencegahan kehamilan dan IMS menilai sejauh mana persepsi wanita dan menekankan pada penggunaan metode
kontrasepsi dengan pasangannya dan pencegahan IMS. Menurut East dan Adams 2002,
asertif dalam perilaku seksual berarti mengenali tanda-tanda dari perilaku seksual yang tidak wajar dan berpotensial
mengendalikan dari pelecehan, serta memiliki kekuatan dan kemampuan untuk mengatakan tidak. Ini berarti memiliki hak untuk menerima pendidikan yang
komprehensif tentang seksualitas, yang mengajarkan kemampuan untuk menentukan pilihan. Bagi mereka yang memilih untuk aktif secara seksual, itu berarti memiliki
hak untuk melindungi diri terhadap risiko kehamilan, HIV dan penyakit menular seksual lainnya. Dalam hubungan seksual, keterampilan untuk asertif sangat sulit dan
rumit untuk diperoleh, terutama bagi remaja, namun bagaimanapun saat ini remaja sangat memerlukannya.
Universitas Sumatera Utara
Falah 2009 yang mengutip pendapat Oriza 2000, menyatakan bahwa asertif dalam perilaku seksual pranikah adalah kemampuan seseorang bersikap tegas
mempertahankan hak seksualnya untuk tidak dilecehkan dan dapat mengambil keputusan seksualnya dengan tetap memberi penghargaan atas hak orang lain dan
tanpa menyakiti orang lain atau pasangannya, serta mengekspresikan dirinya secara jujur dengan cara yang tepat tanpa perasaan cemas yang mengganggu sehingga
mendorong terwujudnya kesejajaran dan persamaan dalam hubungan dengan pasangannya.
2.2.2 Komponen Asertifitas Remaja