Adanya pengaruh harga diri terhadap asertivitas juga dapat dilihat dari penjelasan Khera 2003, dimana seseorang dengan harga diri tinggi lebih berani
karena memiliki pendirian, percaya diri, menerima tanggung jawab, asertif, optimis, menghormati orang lain, disiplin, menyukai kesopanan, mau belajar, dan rendah hati.
Sedangkan seseorang dengan harga diri rendah memiliki sikap kritis, ragu-ragu, agresif, mudah tersinggung.
Fatma 2009 dalam penelitiannya memaparkan di SMPN 20 Malang tidak menemukan adanya indikasi terdapat korelasi yang signifikan antara harga diri dan
asertifitas p = 0,08 0,05, hal ini dikarenakan oleh pengaruh lingkungan sekolah yang tidak mendukung, seperti teman sebaya hal ini membuat siswa yang sebenarnya
memilki harga diri yang tinggi tetapi belum tentu memilki perilaku asertif yang tinggi pula.
Dalam kaitannya dengan perilaku seksual, hasil penelitian yang dilakukan Mulyana dan Purnamasari 2010, menjelaskan sekaligus membuktikan bahwa harga
diri menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah, dimana hasil analisa korelasi product moment, diperoleh
nilai rxy= -0.328 p0.05 yang artinya bahwa ada hubungan negatif antara sikap terhadap perilaku seksual pranikah dengan harga diri pada remaja.
5.4 Pengaruh Pola Asuh terhadap Asertivitas dalam Perilaku Seksual
Pola asuh orang tua responden sebagian besar adalah demokratis yaitu 77,7. Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hasil bahwa dari 65 orang responden
Universitas Sumatera Utara
yang asertivitas dalam perilaku seksual tinggi terdapat 59,8 yang pola asuhnya demokratis. Terdapat 40,2 responden dengan asertivitas dalam perilaku seksual
rendah tetapi juga memiliki orang tua dengan pola asuh demokratis. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,275 artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara pola
asuh orang tua terhadap asertivitas dalam perilaku seksual. Walaupun nilai p 0,25 pola asuh tetap dimasukkan ke dalam model analisis multivariat, dikarenakan secara
teori memengaruhi asertifitas, namun hasil analisis tidak menunjukkan pola asuh memengaruhi asertifitas remaja dalam perilaku seksual p 0,05.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Marini dan Andriani 2005, bahwa subjek dengan pola asuh authoritative atau otoriter memiliki asertivitas lebih tinggi
dibandingkan dengan subjek dengan pola asuh authoritarian demokratis ataupun permissive permisif. Hal ini juga bertolak belakang dengan hasil penelitian Titanida
2008 yang meneliti hubungan pola asuh demokratis orangtua dengan tingkat asertivitas remaja yang menunjukkan hasil uji linearitas antara pola asuh demokratis
orangtua dan tingkat asertivitas pada remaja dengan probabilitas 0,001 p 0,05 yang berarti hasil dari uji linearitas dari pola asuh demokratis orangtua dan tingkat
asertivitas bersifat linear yaitu ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dengan tingkat asertivitas remaja.
Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua dan remaja, pengawasan orangtua dan komunikasi orangtua dan remaja tentang topik seksualitas,
HIVAIDS dan NAPZA. Dalam hubungan seksual, keterampilan untuk asertif sangat sulit dan rumit untuk diperoleh, terutama bagi remaja, namun bagaimanapun saat ini
Universitas Sumatera Utara
remaja sangat memerlukannya. Di antara proses pola asuh tersebut, komunikasi orangtua dan remaja telah diketahui merupakan pengaruh yang paling penting dan
signifikan terhadap sikap dan perilaku remaja tentang kesehatan reproduksi. Hasil penelitian dari Julianti 2011, menunjukkan bahwa dari 170 responden, mayoritas
responden 74,1 126 orang dalam kategori pola asuh orangtua authoritative demokratis yang berhubungan dengan sikap tentang kesehatan reproduksi.
Menurut Asrori 2010 yang mengutip Bandura 1990, persepsi remaja terhadap kehidupan keluarganya yang terbentuk melalui pola asuh orang tua
mempengaruhi sikap remaja. Adapun suatu rangsangan itu dipersepsi oleh remaja kemudian diberi makna berdasarkan struktur kognitif yang telah dimilki. Jika sesuai,
rangsangan itu dihayati dan terbentuklah sikap. Sikap inilah yang secara kuat memberikan bobot kepada prilaku individu. Oleh karena itu, sikap diartikan sebagai
kecenderungan untuk berperilaku Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orangtua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta
tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orangtua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar
atau tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Menurut Marini dan Andriani 2005, kualitas perilaku asertif seseorang
sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa kanak-kanaknya pengalaman tersebut berupa interaksi dengan orang tua melalui pola asuh yang ada dalam keluarga yang
menentukan pola respon seseorang dalam mengahadapi masalah setelah dia dewasa kelak. Marini dan Andriani 2005 yang mengutip Berk 2002, menegaskan bahwa
Universitas Sumatera Utara
dalam pembentukan asertifitas anak orang tua juga bersikap asertif terhadap anak- anaknya sehingga dengan sendirinya orang tua memberikan model yang mendukung
tumbuhnya perilaku asertif. Anak dengan pola asuh authoritarian, diajarkan untuk mengatur emosinya, dapat berempati dan dapat mengerti orang lain, dapat mengenal
dan mengerti mana yang baik dan mana yang buruk, serta mana yang menjadi larangan, juga anak diajarkan untuk mengatakan “tidak” sehingga anak lebih dapat
mengutarakan isi hatinya dan keinginannya. Orang tua otoritatif membuat tuntutan yang sesuai dengan kemampuan anak untuk bertanggung jawab atas perilaku mereka
sendiri. Anak-anak kemudian belajar bahwa mereka adalah individu yang kompeten yang dapat melakukan hal-hal yang berhasil untuk diri mereka sendiri. Hal ini
mendorong harga diri yang tinggi, perkembangan kognitif, dan kematangan emosional.
Asrori 2010 yang mengutip pendapat Covey 1989, teori determinasi yang diterima secara luas untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu determinasi psikis
psychic determinism yang berpandangan bahwa sikap individu merupakan hasil dari perlakuan, pola asuh, atau pendidikan orangtua yang diberikan pada anaknya. Sheikh
2010 mengatakan bahwa pola asuh orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama
mengadakan kegiatan pengasuhan. Anak yang memiliki orang tua otoritatif memiliki kontrol yang kuat dan ditemukan menjadi prososial dan kompeten serta rendah
masalah perilaku seperti penggunaan narkoba dan seksualitas.
Universitas Sumatera Utara
Emmons 2001 menggolongkan beberapa faktor yang mempengaruhi asertivitas seseorang, keluarga, sekolah, dan tempat kerja. Keluarga sebagai salah
satu faktor pendukung asertivitas seseorang memerlukan peran orangtua dalam mendidik anak yang disebut pola asuh. Pola pengasuhan autoritatif authoritative
parenting atau yang sering disebut pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang dianggap paling mendukung peningkatan asetifitas remaja.
Hasil penelitian ini memang menjelaskan bahwa tidak ada pengaruh pola asuh orang tua terhadap asertifitas remaja, hal ini dapat diasumsikan bahwa dalam
berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi dalam arti luas, salah satunya adalah kedekatan remaja dengan teman sebaya, responden dalam penelitian ini ada
kecendrungan lebih dekat dengan teman, dan teman yang dimiliki adalah teman yang dapat mengarahkan kearah yang baik. Hasil tabulasi silang antara pola asuh dan
teman sebaya menjelaskan bahwa adanya teman sebaya yang baik mengurangi pengaruh pola asuh orang tua, sehingga walaupun pola asuh orang tua paling tinggi
adalah demokratis, tetapi teman sebaya memiliki pengaruh lebih besar terhadap tingginya asertivitas dalam perilaku seksual pada responden.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Ristianti 2012 mengutip pendapat Desmita 2005, mengatakan meskipun remaja masih bergantung pada orang tuanya,
namun intensitas ketergantungan tersebut telah berkurang dan remaja mulai mendekatkan diri pada teman-teman yang memiliki rentang usia yang sebaya dengan
dirinya. Remaja mulai belajar mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara yang
Universitas Sumatera Utara
lebih matang dan berusaha memperoleh kebebasan emosional dengan cara menggabungkan diri dengan teman sebayanya.
Berdasarkan profil Kecamatan Hinai 2011, mayoritas penduduk Kecamatan Hinai memiliki mata pencaharian sebagai petani yaitu 63 dari 47.843 penduduk
yang ada. Sebagai petani yang bekerja seharian di sawah, cenderung akan sangat sulit memberi perhatian yang optimal kepada anak-anaknya, walaupun secara pengasuhan
orang tua tetap memantau perkembangan anak, tetapi banyaknya waktu yang dihabiskan bersama dalam keluarga juga turut mendukung pola kedekatan anak dan
orang tuanya. Menurut Ali dan Asrori 2011, dalam proses perkembangan sosial, anak juga
dengan sendirinya mempelajari proses penyesuaian diri. Selain di lingkungan keluarga, ligkungan sekolah juga memberikan bantuan bagi remaja untuk memiliki
keterampilan mengatasi masalah yang dihadapi. Para guru dan teman-teman sekelas membentuk suatu sistem yang kemudian menjadi semacam norma bagi diri remaja.
Jika salah satu kelompok lebih kuat dari lainnya, anak akan menyesuaikan dirinya dengan kelompok dimana dirinya dapat diterima dengan baik. Hal inilah yang juga
dapat menyebabkan mengapa pola asuh tidak memberikan pengaruh terhadap asertifitas remaja di SMP Negeri 1 Hinai.
Disamping itu, menurut Baumrind 1991 dalam Santrock 2007, dalam kehidupan sehari – hari kebanyakan orang tua menggunakan kombinasi dari beberapa
pola asuh yang ada, akan tetapi satu jenis pola asuh akan terlihat lebih dominan dari pola asuh lainnya dan sifatnya hampir stabil sepanjang waktu. Meskipun remaja
Universitas Sumatera Utara
masih bergantung pada orang tuanya, namun intensitas ketergantungan tersebut telah berkurang dan remaja mulai mendekatkan diri pada teman-teman yang memiliki
rentang usia yang sebaya dengan dirinya. Walaupun banyak penelitian yang membuktikan bahwa pola asuh demokratis lebih berpengaruh kepada asertifitas
remaja namun orang tua otoriter juga mampu mengarahkan anak lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggung
jawab dalam menjalani hidup.
5.5 Pengaruh Teman Sebaya terhadap Asertifitas dalam Perilaku Seksual