2.3.6 Self-Efficacy
Mandala 2009 yang mengutip pendapat Bandura 1997, menyatakan bahwa kognisi adalah tingkah laku perantara dimana persepsi diri kita memengaruhi tingkah
laku, dan self-efficacy sangat berpengaruh dalam tingkah laku seseorang. Self efficacy adalah persepsi seseorang terhadap kompetensi mereka dalam menghadapi
lingkungan. Semakin tinggi self efficacy, maka semakin yakin seseorang untuk melakukan suatu tingkah laku, dan akan melakukan suatu usaha yang lebih besar dan
waktu yang lebih lama untuk bertahan melakukan perilaku tersebut. Santrock 2007 yang juga mengutip pendapat Bandura 2000, menyatakan bahwa faktor
pribadikognitif dapat memengaruhi perilaku seseorang dan sebaliknya. Faktor pribadikognitif dapat meliputi self efficacy, kemampuan merencanakan, dan
keterampilan berfikir. Menurut Muadz dan Syaefuddin 2010, jika remaja mampu melakukan
penilaian tentang benar dan salah, baik dan buruk suatu perilaku, maka mereka akan memahami mana perilaku yang benar dan mana perilaku yang salah, sehingga remaja
putri dapat mengambil keputusan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang timbul dari hati nurani dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa
tanggungjawab.
2.3.7 Media Informasi
Menurut Brown 2008, banyak yang telah menulis tentang pengaruh media terhadap perilaku seksual remaja, terutama yang berhubungan dengan keputusan
remaja tentang seks, beberapa topik menghasilkan sebagai banyak diskusi remaja
Universitas Sumatera Utara
tentang seksualitas sebagai pengaruh relatif dari media. Mengingat kekuatan dan cakupan media saat ini, menembus semua konteks dan memberikan pengaruh pada
pengetahuan, sikap dan perilaku seksual baik secara positif maupun negatif. Remaja dan keluarga mereka perlu diajarkan tentang bagaimana
menggunakan media secara bijaksana dan aman. Ketika ditanya secara langsung tentang hubungan antara informasi tentang seks di media dengan perilaku seksual,
hampir dua-pertiga 65 persen dari remaja dan keluarganya mengatakan tidak ada hubungan antara informasi tentang seks di media dengan perilaku seksual, tetapi 45
persen percaya bahwa konten seksual di media bisa membantu memulai percakapan yang baik tentang perilaku seksual dan 19 persen keluarga dari remaja tersebut
percaya bahwa remaja bisa belajar sesuatu yang baik dari paparan ini. Brown 2008 mengutip teori
belajar sosial
Bandura 1997,
yang mengatakan bahwa ketika kita melihat perilaku yang ditampilkan di media, kita akan
meniru dan akhirnya dapat
mengadopsi perilaku
kita sendiri. Paparan konten seksual di media dapat memberikan kepekaan bagi remaja dalam
membentuk sikap dan perilaku seksual. Brown 2008 juga mengutip laporan The Surgeon General 1982 tentang pengaruh television menyatakan bahwa mungkin
berperan secara aktif menimbulkan efek rangsangan pada perilaku seksual, seperti halnya pada perilaku agresif.
Herdiana 2011, mengutip pendapat Naqiyah 2005 menyatakan bahwa
kepribadian asertif adalah kepribadian yang tanggap dan peka dalam menjawab realitas kekinian. Kondisi sekarang, membutuhkan perempuan untuk bersikap lebih
Universitas Sumatera Utara
asertif terhadap persoalan yang dialami dalam hidupnya. Perempuan yang kurang tanggap akan mengalami kendala dalam berkompetisi. Salah satu cara untuk dapat
bersikap asertif yaitu dengan cara mencari dan mengolah informasi. Akses
perempuan terhadap informasi sudah terbuka lebar. Tinggal perempuan sendiri mau atau tidak memanfaatkan kemudahan akses tersebut. Tren saat ini mengharuskan
orang untuk mempunyai informasi yang banyak dan cepat. Perempuan harus belajar untuk lebih melek teknologi, sebagai alat bantu menemukan informasi. Kepedulian
pada perempuan miskin harus ditingkatkan agar mereka dapat mengangkat dirinya dari ketertinggalam informasi.
2.4 Remaja 2.4.1 Pengertian