E. Pembahasan
Data dari penelitian ini memiliki sebaran data yang tidak normal namun memiliki korelasi yang linear, sehingga analisis data penelitian ini
menggunakan teknik korelasi dari Spearman Rho. Uji hipotesis menunjukkan bahwa antara variabel Work Family Conflict dan variabel stres kerja memiliki
koefisien korelasi sebesar 0,679 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif
antara Work Family Conflict dan stres kerja. Hal tersebut dapat menyimpulkan bahwa semakin tinggi Work Family Conflict maka akan semakin tinggi pula
stres kerjanya. Begitupun sebaliknya, semakin rendah Work Family Conflict maka akan semakin rendah pula stres kerjanya.
Work Family Conflict merupakan sejauh mana seseorang merasakan konflik peran antara tuntutan peran dalam pekerjaan dan keluarga yang tidak
dapat dipenuhi secara bersamaan dalam Asra, 2013. Maka work family conflict yang tinggi terjadi ketika seseorang merasakan konflik peran dengan
taraf tinggi yang membuat tekanan hingga menguras waktu dan energi yang menyebabkan stres kerja yang tinggi. Sebaliknya work family conflict yang
rendah, maka seseorang merasakan konflik peran dengan tekanan yang bertaraf rendah, sehingga menyebabkan stres kerja yang rendah karena dapat
mengatasi pemicu terjadinya konflik peran antara peran di pekerjaan dan keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa Work Family Conflict memiliki hubungan terhadap stres kerja yang dialami para wartawan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Cooper dalam Rice,1999 bahwa Work Family Conflict adalah salah satu pemicu adanya stres kerja yang disebabkan oleh
karyawan yang memiliki dua peran sekaligus yaitu sebagai kepala keluarga dan sebagai pekerja. Kondisi tersebut memaksa seseorang untuk bertanggung
jawab atas tuntutan dalam pekerjaan dan didalam keluarga, sehingga membutuhkan usaha yang lebih dalam memenuhinya. Hal tersebut tentunya
akan memicu munculnya stres kerja karena harus memenuhi tanggung jawab antara pekerjaan dan keluarga. Terlebih wartawan pria merupakan seorang
kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab pada keluarga dan yang memiliki waktu kerja 24 jam penuh dalam sehari, sehingga waktu di rumah
atau bersama keluarga sangat jarang. Berdasarkan data deskrispsi tingkat Work Family Conflict pada wartawan
pria cenderung rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil mean empiris pada Work Family Conflict 37.72 lebih rendah dibandingkan dengan mean teoritis
75. Hasil ini dapat digambarkan dari nilai mean empirik yang dibandingkan dengan mean teoritis. Berdasarkan data empirik tersebut, maka dapat
disimpulkan subjek memiliki WFC tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang diketahui bahwa subjek pada penelitian ini dapat
meluangkan waktunya untuk keluarga mereka. Selain itu tingkat stres kerja pada wartawan pria juga memiliki skor mean empirik 29.62 lebih rendah
dari skor mean teoritik 75. Selain itu stres yang rendah juga dapat ditinjau dari dukungan organisasi yang berupa pemberian waktu libur, pelatihan, serta
evaluasi dari atasan. Berdasarkan data tambahan yang diberikan beberapa
pemimpin redaksi, diketahui bahwa atasan memberikan waktu libur yang dapat ditentukan secara fleksibel oleh wartawan tersebut. Waktu libur
biasanya digunakan oleh wartawan ketika istri melahirkan, mengurus anggota keluarga yang sakit, maupun pergi berlibur bersama keluarga. Pemanfaatan
hari libur dengan baik merupakan salah satu cara untuk mengurangi stres Luthans, 2006.
Perusahaan juga memberikan pelatihan sebelum atau selama bekerja yang merupakan salah satu bentuk dukungan organisasi terhadap wartawan untuk
mengatasi keterbatasan keterampilan dan masalah sosialisasi Munandar, 2001. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dari bulan September
sampai bulan Oktober, diketahui bahwa beberapa media sering mengadakan seminar dan pelatihan agar wartawan memiliki keahlian lain seperti pelatihan
membuat buku. Dukungan organisasi lainnya juga berupa pemberian poin bagi setiap
wartawannya dalam membuat tulisan berita yang baik. Salah satu media menjelaskan bahwa pemberlakuan sistem poin bertujuan untuk memberikan
semangat bagi para wartawannya. Sistem poin tersebut berguna untuk kenaikan posisi jabatan. Redaktur sebagai wartawan senior yang akan
memberikan penilaian terhadap berita – berita yang telah dibuat berdasarkan
isi, judul, bahasa, dan dampak pemberitaan. Beberapa masukan tentu akan diberikan secara langsung guna meningkatkan kualitas berita selanjutnya.
Menurut Kreitner dan Kinicki Luthans, 2006 menjelaskan bahwa kurangnya feedback dari atasan adalah salah satu pemicu stres kerja.
Hasil uji reliabilitas pada skala Work Family Conflict menunjukan 11 aitem yang gugur, 10 aitem yang merupakan pertanyaan dari aspek behavior
– based. Menurut Zhang et al. 2011 bahwa behavior
– based kurang dapat diukur karena perilaku yang dianggap tepat untuk suatu lingkungan baik
pekerjaan maupun keluarga belum tentu sama. Ada dugaan lain dalam mengukur skala Work Family Conflict terdapat dua dari tugas aspek yang
mendukung, yaitu time – based demands dan strain – based demands.
Sedangkan pada aspek behavior – based diduga tidak berkontribusi dalam
mengukur Work Family Conflict pada wartawan. Hal ini dikarenakan behavior
– based tidak terjadi pada pekerjaan seperti wartawan yang tidak dituntut untuk memiliki perilaku berbeda saat di kantor dan saat dirumah.
Secara keseluruhan penelitian ini menunjukkan bahwa subjek yang mengalami work family conflict tinggi maka stres kerja mereka akan
cenderung tinggi. Namun para wartawan sudah dapat mengatasi tekanan yang ada dalam pekerjaan dengan cukup baik. Hal ini terlihat dari rata tingkat WFC
dan stres kerja subjek dalam kategori sedang. Melalui prosedur penelitian dan analisis data yang sesuai, maka penelitian ini telah mencapai tujuannya yaitu
untuk mengetahui adanya hubungan positif antara Work Family Conflict dengan stres kerja pada wartawan pria koran harian.
50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini membuktikan bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Uji hipotesis menunjukkan bahwa antara variabel work family
conflict dan stres kerja memiliki koefisien korelasi sebesar 0,679 dan memiliki nilai signifikan sebesar 0,000. Hal tersebut terbukti dengan adanya korelasi
positif yang signifikan antara work family conflict dengan stres kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi work family conflict maka stres kerja juga
akan semakin tinggi. Begitupun sebaliknya, semakin rendah work family conflict maka akan semakin rendah pula stres kerjanya.
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yang kiranya dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya. Pada penelitian ini tidak dapat
menjelaskan mengenai work family conflict pada wartawan karena salah satu aspek yaitu behavior
– based memiliki aitem yang gugur semua dan seharusnya memenuhi syarat akhirnya tidak terpakai. Hal ini dikarenakan
behavior – based tidak terjadi pada jenis pekerjaan seperti wartawan.
C. Saran
1. Bagi Subjek Penelitian
Hasil dari penelitian ini semoga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk para wartawan. Subjek diharapkan untuk tetap
menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan keluarga agar tidak terjadi