1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Saat ini merupakan era informasi, sebuah era dimana media komunikasi menjadi kebutuhan pokok seseorang. Alat pengiriman pesan, transmisi, dan
menerima informasi melalui media massa selalu menempati tempat penting dalam aktivitas manusia Hamad, 2013. Maka dari itu, media massa menjadi
salah satu sumber pengiriman informasi terpercaya dalam memenuhi rasa keingintahuan masyarakat. Salah satu media massa yang dapat memuat lebih
banyak isi pokok berita adalah koran. Koran memiliki berbagai macam topik berita yang disajikan secara lengkap, jelas, dan berisi berita dari kejadian
– kejadian yang masih ramai dibicarakan Rivers, 2003. Selain itu, koran
menjadi bagian terbesar dalam pemberitaan lokal, memiliki analisa yang tajam, sehingga dapat membuat pembacanya mengerti isi beritanya. Koran
juga sering digunakan sebagai bahan acuan pembaca dalam membeli barang atau jasa Rivers, 2003.
Sebuah koran tidak bisa berkembang bahkan tidak bermanfaat tanpa adanya seorang wartawan dalam mencari berita. Wartawan adalah orang yang
melakukan pekerjaan kewartawanan yang berupa kegiatan usaha yang berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan, dan penyiaran dalam bentuk
berita, pendapat, ulasan, gambar, dan sebagainya dalam bidang komunikasi massa Junaedhi, 1991. Menurut Djuroto 2004 menyatakan bahwa
wartawan merupakan ujung tombak dari sebuah koran karena mereka paling banyak mensuplai berita untuk penyajian tiap harinya.
Wartawan koran harian selalu berhadapan dengan deadline berita. Menurut Marga Raharja 2007, wartawan koran menggambarkan deadline
sebagai batas tenggang waktu untuk para wartawan dalam mengumpulkan berita secara tertulis. Deadline merupakan suatu kewajiban bagi wartawan
karena hasil beritanya berpengaruh pada target berita dari sebuah media massa. Waktu pengumpulan laporan mengenai berita menjadi terbatas karena
wartawan tersebut bekerja di media massa yang terbit secara harian. Saat melakukan pencarian berita, wartawan menemukan banyak
permasalahan. Permasalahan yang kerap kali ditemukan oleh wartawan yaitu kesulitan
dalam mencari
narasumber, narasumber
tidak bersedia
diwawancarai, dan narasumber yang tidak memahami pertanyaan Intan, 2011. Menurut Sularto 2007 juga membahas mengenai masalah wartawan
dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Tuntutan yang seringkali ditemui oleh wartawan yaitu ketika pengumpulan informasi dalam pembuatan berita
dengan waktu yang terbatas. Jam kerja yang dimiliki oleh wartawan adalah 24 jam dalam sehari, sehingga wartawan harus pintar dalam membagi waktu
ketika sedang meliput informasi, merangkumnya menjadi berita, kemudian diberikan kepada editor. Kondisi tersebut membuat waktu istirahat seorang
wartawan jadi berkurang karena harus memenuhi deadline pengumpulan berita. Penelitian yang dilakukan oleh Friedman dan Rosenman dalam
Munandar, 2001 membuktikan bahwa desakan waktu memberikan pengaruh
tidak baik pada sistem cardiovascular, sehingga menyebabkan terjadinya serangan jantung dan tekanan darah tinggi. Profesi wartawan yang selalu
dikejar deadline mendorong terjadinya stres kerja. Menurut Dr. Rosmalia Suparso dalam situs metrotvnews.com mengatakan
bahwa wartawan sangat rawan dihinggapi stres karena mereka harus bekerja mencari berita dengan batas waktu tertentu diunduh pada tanggal 23 Oktober
2013. Wartawan akan berhubungan dengan pihak redaktur untuk mengirimkan laporan yang mendesak atau deadline. Sebuah penelitian
mendukung pernyataan mengenai stres wartawan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Adji 2009 memaparkan gambaran mengenai sumber stres
yang dirasakan wartawan yang bekerja di surat kabar harian. Salah satunya adalah pemberlakuan deadline yang ketat. Penelitian lain yang mendukung
dilakukan oleh Jun Khian 2006 yang menjelaskan bahwa wartawan surat kabar harian menginterpretasi deadline sebagai suatu stressor karena
mengikuti jadwal terbit setiap hari. Maka dari itu, wartawan koran harian memiliki stres yang lebih tinggi dibandingkan wartawan koran mingguan.
Selain itu menurut The best and worst jobs of 2015 dalam situs CarieerCast.com menjelaskan bahwa wartawan koran harian merupakan
profesi terburuk pada tahun 2015. Faktor utama menurunnya pamor wartawan koran harian karena zaman sudah beralih ke media online. Beberapa
perusahaan koran pun banyak yang gulung tikar karena kehilangan pelanggan dan pengiklan, sehingga pemasukkan pun turun secara drastis Romli. 2015.
Hal ini membuat wartawan semakin stres, karena oplah koran menurun,
sehingga wartawan dituntut memiliki keunggulan yang lebih untuk mempertahankan konsistensinya.
Stres didefinisikan sebagai sebuah respon yang dipengaruhi karakteristik individu dan atau proses psikologi yang merupakan akibat dari tindakan
eksternal, situasi, atau kejadian yang memberikan tuntutan fisik dan psikologis pada diri seseorang Kreitner, 2014. Stres adalah kondisi dinamik individu
dalam menghadapi peluang, kendala, atau tuntutan terkait dengan sesuatu yang diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai ketidakpastian namun
merupakan hal yang penting Robbins, 2003. Definisi stres yang lain adalah sebuah keseimbangan antara cara seseorang memandang tuntutan
– tuntutan dan bagaimana cara seseorang berpikir untuk bisa mengatasi semua tuntutan
Looker, 2005. Hans Selye 1976 berpendapat bahwa tuntutan yang semakin bertambah
akan meningkatkan potensi mengalami ketegangan yang pada akhirnya menjadi stres kerja dalam Kreitner, 2014. Ketidaksesuaian serta
ketidakmantapan psikologis dan jasmani seseorang dapat menghambat daya manusia dalam aktualisasi kemampuannya. Hal ini bisa menjadi salah satu
sumber rendahnya prestasi atau bahkan kegagalan seseorang dalam bekerja yang mengarah pada stres kerja Darmono, 2007.
Tosi et al. 1990, dalam Wijono, 2010 menjelaskan tentang sumber stres yang dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor pekerjaan dan faktor diluar
pekerjaan. Sumber stres yang berasal dari faktor pekerjaan itu sendiri meliputi
faktor – faktor yang berkaitan dengan pekerjaan, stres peran, peluang
partisipasi, tanggung jawab, dan faktor organisasi. Sedangkan sumber stres yang berasal dari faktor diluar pekerjaan meliputi perubahan
– perubahan struktur kehidupan, dukungan sosial, locus of control, kepribadian A dan B,
harga diri, fleksibilitas, dan kemampuan individu. Berdasarkan penelitian Netemeyer dalam Hennesy, 2005 diperoleh hasil
bahwa penyebab stres kerja pada karyawan dapat berasal dari konflik saat menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan keluarga yang disebut sebagai
konflik peran. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan struktur kehidupan yang dialami setelah memutuskan untuk menikah dan berkeluarga, yaitu
perubahan menjadi pasangan suami istri dan menjadi orang tua. Laki – laki
dan perempuan ketika menjadi orangtua akan memiliki kecenderungan rasa cemas tentang tanggung jawab dalam merawat anak, komitmen waktu, dan
tenaga dalam merawat keluarga Papalia, 2009. Maka dari itu wartawan yang memiliki pasangan dan menjadi orang tua dapat mengalami pertentangan
antara perannya sebagai wartawan dan perannya sebagai pasangan - orangtua. Pertentangan peran ini akan menimbulkan konflik yang disebut Work Family
Conflict atau konflik kerja-keluarga. Work Family Conflict merupakan konflik antar peran yang disebabkan
oleh ketidaksesuaian antara tuntutan dalam pekerjaan dengan tuntutan di dalam keluarga Spector, 2008. Menurut Riggio 2008 Work Family Conflict
merupakan konflik yang muncul ketika seseorang berusaha menyeimbangkan peran dan kebutuhan dalam pekerjaan dengan keluarga. Menurut Frone dan
Coopper 1992 dalam Asra, 2013 timbulnya sebuah konflik biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan
usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan
peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaan.
Work Family Conflict memiliki dampak yang dapat dirasakan oleh pria maupun wanita. Hal ini sesuai dengan artikel di dalam kompasiana 2014
yang membahas penelitian dari Universitas of Calgary di Alberta, Kanada tentang perbedaan penyebab depresi yang berhubungan dengan pekerjaan dan
keluarga. Wanita akan berisiko depresi ketika tuntutan pekerjaan masuk kedalam urusan keluarga, sedangkan pria akan berisiko mengalami depresi
ketika urusan
keluarga masuk
ke dalam
urusan pekerjaan
www.kompasiana.com. Temuan lain dari artikel pada tahun 2012 yang membahas tentang penelitian di Denmark yang mengungkapkan bahwa
tuntutan yang berlebihan dari rekan kerja, keluarga, atau orang sekitar, dapat meningkatkan risiko kematian pada pria. Hal ini disebabkan karena pria hanya
bercerita dengan istri atau pasangannya yang mungkin menjadi penyebab stres itu sendiri, sedangkan wanita dapat menceritakan permasalahannya kepada
teman dan anggota keluarga www.intisari-online.com. Artikel kesehatan juga menjelaskan bahwa pria mengaku depresi jika tuntutan dalam keluarga
bertentangan dengan tuntutan dalam pekerjaannya www.kompasiana.com.
Work Family Conflict memiliki 3 faktor, yaitu faktor pekerjaan, faktor keluarga, dan faktor individual Ahmad, 2008. Faktor pertama yang berasal
dari pekerjaan karena dia akan lebih susah menyeimbangkan kegiatan di pekerjaan dan di rumah. Faktor kedua yang berasal dari keluarga adalah
anak – anak. Seseorang yang memiliki anak akan lebih rentan terhadap Work
Family Conflict karena memiliki tanggung jawab untuk mengurus anak mereka. Lingkungan keluarga juga sangat mempengaruhi Work Family
Conflict karena seseorang yang memiliki masalah keluarga, dia akan cenderung memikirkannya walaupun sedang bekerja. Faktor ketiga berasal
dari individual yaitu jenis kelaminnya. Jenis kelamin mempengaruhi persepsi seseorang dalam pekerjaan dan keluarga, Seperti persepsi individu terhadap
peran pria yang menyakini bahwa bekerja diluar rumah adalah tugas pria dan tugas wanita hanya mengurus anak di rumah.
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat signifikan antara Work Family Conflict dengan stres kerja. Meskipun
demikian, penelitian tersebut hanya meneliti subjek berjenis kelamin wanita yang bekerja sebagai karyawati Benyamin, 2013. Alasan pemilihan subjek
pria juga dikarenakan jumlah wartawan berjenis kelamin pria lebih dominan dari pada wartawan berjenis kelamin wanita Luviana, 2012. Work Family
Conflict juga cenderung dialami oleh pria, sedangkan wanita lebih sering mengalami Family Work Conflict, karena wanita mengalami tuntutan
pekerjaan menggangu kehidupan keluarga www.kompasiana.com. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian pada subjek pria untuk
mengetahui hubungan antara Work-family conflict dengan stres kerja pada wartawan pria.
B. RUMUSAN MASALAH