xxvii a.
Seseorang lebih suka untuk konsekuen dengan cognitions mereka dan tidak suka menjadi tidak konsisten dalam pemikiran, kepercayaan, emosi,
nilai dan sikap. b.
Disonansi terbentuk dari ketidaksesuaian psikologis, lebih dari ketidaksesuaian logika, dimana dengan meningkatnya ketidaksesuaian
akan meningkatkan disonansi yang lebih tinggi. c.
Disonansi adalah konsep psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan dan mengharapkan dampak yang bisa diukur.
Festinger dalam Bem, 1967 menjelaskan bahwa disonansi kognitif merupakan keadaan dimana seseorang mengalami ketidakkonsistenan kognitif.
Orang tersebut cenderung mengalami tekanan. kognitif merupakan proses berpikir seseorang yang terdiri atas keyakinan, opini, sikap, persepsi dan begian dari
pengetahuan mengenai suatu hal – tentang orang lain, objek, issu dan lain-lain Aronson, 2004; LittlejhonFoss, 2005; O’Keefe, 2002.
Wells Prensky 1996 menyatakan bahwa individu akan mengalami ketidaknyamanan perasaan yang dikenal sebagai disonansi kognitif, ketika
pengetahuan, perilaku, atau tindakan yang kita lakukan tidak sejalan satu sama lain. Saat disonansi muncul individu akan mencari cara untuk menguranginya
dengan merubah hal yang tidak konsisten pada elemen kognitif tersebut.
6. Pengertian Disonansi Pasca Pembelian Postpurchase Dissonance
Disonansi setelah proses pembelian postpurchase dissonance merupakan disonansi kognitif yang terjadi setelah adanya proses pembelian, dimana setelah
Universitas Sumatera Utara
xxviii proses pembelian, konsumen memiliki perasaan yang tidak nyaman mengenai
kepercayaan mereka, perasan yang cenderung untuk memecahkannya dengan merubah sikap mereka agar sesuai dengan perilaku mereka Schiffman dan
Kanuk,1997. Menurut Hawkins, Best Coney 1986 disonansi pasca pembelian
merupakan salah satu hal setelah proses pembelian yang seharusnya diperhatikan dan dimengerti oleh konsumen. Pada prosesnya, disonansi pasca pembelian adalah
usaha yang dilakukan oleh konsumen untuk memanggil kembali saat membuat keputusan penting dalam proses membeli, dimana konsumen menimbang atas
beberapa alternatif pilihan yang ditawarkan. Konsumen akan mulai mempertanyakan dan merasa cemas dengan pilihan yang telah dibuatnya. Skema
yang terjadi pada konsumen yang mengalami disonansi pasca pembelian adalah seperti dibawah ini :
Disonansi pasca pembelian pengaduan konsumen
Pembelian pemakaian
evaluasi pembelian
kembali
Disposisi produk
Universitas Sumatera Utara
xxix Ada beberapa kondisi atau syarat pembelian yang memunculkan disonansi
pasca pembelian pada konsumen, diantaranya : a.
Keputuasan yang akan diambil merupakan keputusan mengenai suatu hal yang sangat penting bagi konsumen. Konsumen harus mempunyai
ketrikatan secara psikologis atau konsumen harus membayar mahal untuk mendapatkan barang tersebut.
b. Konsumen merasa bebas dalam menentukan pilihan. Keputusan pemilihan
barang yang dilakukan konsumen dilakukan karena keinginan sendiri dan tanpa ada tekanan atau paksaan dari pihak lain.
c. Konsumen hanya punyai sekali kesempatan menetapkan komitmen.
Keputusan pemilihan barang yang dibuat oleh konsumen tidak dapat diulang lagi. Misalnya barang yang dibeli konsumen tidak daat
dikembalikan lagi. CummingsVenkatesan, 1997; KorgaonkarMoschis, 1982; Mowen, 1995;
Oliver, 1997 KorgaonkarMoschis 1982 menambahkan bahwa keputusan pembelian
yang besar mempunyai konsekuensi panjang terhadap konsumen yang akan semakin mengarahkan konsumen untuk mengalami disonansi.
Menurut Singh 2003 ada beberapa kondisi yang memungkinkan terjadinya disonansi, yaitu :
a. Batas minimum toleransi terlampaui. Maksudnya. Konsumen mungkin
mempunyai level inkonsistensi dalam hidupnya sampai akhirnya mencapai disonansi.
Universitas Sumatera Utara
xxx b.
Tindakan yang dilakukan tidak dapat diulang kembali, ketika konsumen membeli mobil baru, sangat kecil kemungkinannya untuk menukar mobil
tersebut atau mendapatkan uangnya kembali. c.
Ada beberapa alternatif yang menarik. Dalam pembelian mobil contohnya, alternatif yang ditawarkan mempunyai beberapa kemiripan model yang
dianggap menarik. Penelitian mengindikasikan bahwa konsumen yang merasa kesulitan dalam membuat keputusan atau kesulitan dalam
menentukan toko dan merek cenderung mengalami disonansi pasca pembelian.
d. Alternatif yang disediakan mempunyai kualitas yang tidak sama adanya
kognitif overlap. Misalnya, diantara beberapa pilihan model telepon genggam yang ada, salah satunya mempunyai karakteristik yang unik.
e. Pembelian yang dilakukan karena adanya keterikatan psikologis.
Misalanya, dalam pembelian perabotan untuk sebuah ruang tamu yang dirasa mempunyai keterikatan psikologis karena secara dramatis
merefleksikan citra dekorasi, philosopi dan gaya hidup pembelinya. Keterlibatan ego sangat besar dalam hal ini.
f. Tidak ada tekanan yang dirasakan konsumen saat mengambil keputusan.
Apabila konsumen merasakan tekanan saat membeli produk atau membeli produk atas suruhan orang lain, maka konsumen akan melakukan
pembelian tanpa melihat produk tersebut dari sudut pandangnya sendiri. Dengan kata lain, konsumen tidak akan merasakan pergolakan mental
dalam kognisinya.
Universitas Sumatera Utara
xxxi
6. Faktor Disonansi Kognitif