Review Studi Terdahulu Metode Penelitian

12

G. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini penulis membagi pembahasan kedalam 5 lima Bab, dimana masing-masing bab mempunyai sub bahasan, hal ini dimaksudkan untuk memberi penekanan pembahasan mengenai topik-topik tertentu dalam penulisan skripsi ini sehingga mendapatkan gambaran dan penjelasan yang utuh. Lebih jelasnya, gambaran sistematika pembahasan penulisan skripsi ini sebagi berikut:

Bab I merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah,

identifikasi dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, review studi terdahulu yang relevan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II kerangka teori mengenai berhias dengan serbuk emas, definisi

kecantikan, kosmetik dan berhias, bahan dasar kosmetik dan hal-hal yang dilarang dalam kosmetik dan berhias, serta konsep maqasid syari’ah.

Bab III Pengawasan obat dan makanan di Indonesia, Pengawasan Obat dan

Makanan di Indonesia Sebelum Tahun Berdirinya, Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia setelah Tahun Berdirinya, Tugas Pokok dan Fungsi Badan POM, Prinsip Dasar SISPOM, Kerangka Konsep SISPOM, Visi dan Misi Badan POM, Struktur Organisasi BPOM.

Bab IV Hukum kosmetik yang mengandung emas, penggunaan emas untuk

kecantikan, analisa mengenai hukum penggunaan serbuk emas pada kosmetik. 13

Bab V membahas penutup yang berisi tentang kesimpulan yang ditarik dari

keseluruhan pembahasan yang diuraikan pada bab-bab yang telah ditulis sebelumnya dan berkaitan erat dengan pokok masalah penelitian, serta saran-saran yang dapat penulis sampaikan pada penulisan skripsi ini. 14

BAB II KECANTIKAN, KOSMETIK, DAN BERHIAS TABARRUJ

A. Definisi Kecantikan, Kosmetik dan Berhias

Menurut Ashad Kusuma Djaya, kecantikan adalah mencakup ukuran-ukuran tubuh fisik, dan mental atau kepribadian inner beauty dengan ukuran standar pula, sehingga secara keseluruhan melahirkan kencantikan sejati. Kondisi ini sudah estetika yang mengandung unsur obyektif dan subyektif. Kecantikan juga merupakan bagian dari sistem budaya yang direpresentasikan melalui simbol. Simbol dalam tubuh adalah sesuatu yang disampaikan, sekaligus yang disembunyikan. Karena itu maka dikatakan bahwa tubuh manusia yang awalnya adalah tubuh alami natural body, kemudian dibentuk menjadi tubuh sosial atau fakta sosial. Namun demikian, masing-masing budaya memiliki kekhasan tipical kecantikan yang ditunjukan melalui ciri-ciri fisik dan nonfisik, yang bersifat kumulatif, mencakup ukuran-ukuran tubuh tertentu yang ideal, misalnya kulit putih, rambut hitam, badan kurus, pinggang ramping, serta kepribadian inner bauty yang baik. Ciri-ciri atau indikator semacam ini pada akhirnya melahirkan tipologi, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tipologi diartikan sebagai bagian manusia digolongan-golongan menurut corak masing-masing. Dalam konteks ini tipologi kecantikan merupakan penggolongan-pengggolongan berdasarkan ciri-ciri atau corak khas yang bersifat fisik atau nonfisik yang dianggap ideal dengan masyarakat. Konsep kecantikan perempuan, dari waktu kewaktu selalu mengalami perubahan, mulai dari yang bersifat seksual semata, sampai politis, sehingga disebut dengan istilah dialektika konstruksi kecantikan. Dialektika kontruksi kecantikan yang selalu berubah yang dapat dilihat dari definisi kecantikan yang berbeda dari masa ke masa. Misalnya, pada masa Yunani kuno, makna cantik itu adalah perempuan telanjang. Pada masa Renaisance abad pertengahan definisi cantik berhubungan dengan ketuhanan atau religiusitas, abad ke-19, yang dikatakan cantik adalah perempuan aristokrat, dan pada abad 20, konsepsi kecantikan perempuan didasarkan pada latar belakang etnis dan ras serta harus feminim. Sedangkan konstruksi kecantikan tubuh pada dekade ini mengacu pada referensi kesegaran, mengarah pada sesuatu yang halus, rapih, yang semuanya bergeser kearah segar. Konsep kecantikan juga bisa dibedakan antara yang klasik, modern, dan postmodern. Kecantikan klasik lebih mengarah pada ukuran-ukuran tubuh yang proporsional sesuai dengan konsepsi ideal yang digariskan oleh budaya, dan perpaduan antara kecantikan fisik dan mental inner beauty. serta menekankan pada keselarasan hubungan dengan alam. Konsep kecantikan tradisional pada dasarnya berpijak kepadaprinsip harmoni yang terkait secara struktural antar bagian tubuh sebagai efek alamiah dari anatomi dan fisiologis tubuh manusia. 1 1 Ni Made Wiasti, “Redefinisi Kecantikan Dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja Perempuan Bali, Di Kota Denpasar,” Skripsi S1 Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar, h. 3-4.