Penjelasan PP RI No. 55 Tahun 2007 mengenai Pendidikan Keagamaan
ketentuan lebih lanjut dari Ujian Nasional pendidikan diniyah dasar dan pendidikan diniyah menengah, serta ketentuan lebih lanjut tentang
standar kompetensi ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran Islam, diatur dalam Peraturan Menteri Agama.
b Jalur Nonformal Pasal 21 s.d Pasal 25 Pasal 21 ayat 1 s.d ayat 3 menjelaskan ketentuan umum
pendidikan diniyah nonformal. Pada ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk
pengajian kitab, Majelis Tak lim, Pendidikan Al Qur‟an, Diniyah
Tidakmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis. Selanjutnya, pada ayat 2 disebutkan
bahwa pendidikan
diniyah nonformal
dapat diselenggarakan dalam bentuk satuan pendidikan. Dan pada ayat 3
disebutkan bahwa pendidikan diniyah formal yang berkembang menjadi satuan pendidikan harus atau wajib memperoleh izin dari
kantor Departemen Agama KabupatenKota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan.
1 Pengajian Kitab {Pasal 22 ayat 1 s.d ayat 3} Pengajiab kitab diselenggarakan dalam rangka untuk
mendalami ajaran Islam danatau ahli ilmu agama Islam. Penyelenggaraannya dapat dilaksanakan berjenjang atau tidak
berjenjang. Pengajian kitab ini dilaksanakan di pondok pesantren, masjid, mushalla, atau tempat lain yang memenuhi syarat.
2 Majelis Taklim {Pasal 23 ayat 1 s.d ayat 3} Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa Majelis Taklim atau
nama lain yang sejenis bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia peserta didik
serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta. Berkaitan dengan kurikulum Majelis Taklim dijelaskan bahwa kurikulumnya bersifat
terbuka dengan mengacu pada pemahaman terhadap Al- Qur‟an dan
Hadits sebagai dasar untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, serta akhlak mulia. Pelaksanaannya dapat
dilaksanakan di masjid, mushalla, atau tempat lain yang memenuhi syarat.
3 Pendidikan Al- Qur‟an {Pasal 24 ayat 1 s.d ayat 6}
Pendidikan ini bertujuan meningkatkan kemampuan peserta didik membaca, menulis, memahami, dan mengamalkan
kandungan Al Qur‟an. Pendidikan ini terdiri dari Taman Kanak- Kanak Al-
Qur‟an TKQ, Taman Pendidikan Al-Qur‟an TPQ, Ta‟limul Qur‟an lil Aulad TQA, dan bentuk lain yang sejenis.
Pendidikan ini dapat dilaksanakan secara berjenjang dan tidak berjenjang.
Penyelenggaraannya dipusatkan di masjid, mushalla, atau ditempat lain yang memenuhi syarat. Berkaitan dengan kurikulum
dijelaskan bahwa kurikulumnya adalah membaca, menulis dan menghafal ayat-ayat Al-
Qur‟an, tajwid, serta menghafal doa-doa utama. Pendidik pada pendidikan Al-
Qur‟an minimal lulusan pendidikan diniyah menengah atas atau yang sederajat, dapat
membaca Al- Qur‟an dengan tartil dan menguasai teknik
pengajaran Al- Qur‟an.
4 Diniyah Takmiliyah {Pasal 25 ayat 1 s.d ayat 5} Diniyah Takmilyah adalah bentuk terakhir pendidikan diniyah
nonformal yang dijelaskan dalam PP RI No. 55 Tahun 2007. Diniyah Takmiliyah bertujuan untuk melengkapi pendidikan
agama Islam yang diperoleh di SDMI, SMPMTs, SMAMA, SMKMAK atau di pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan
keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT. Penyelenggaraannya dapat dilaksanakan secara berjenjang atau
tidak berjenjang. Tempat penyelenggaraannya dapat dilaksanakan di masjid,
mushalla, atau di tempat lain yang memenuhi syarat. Lalu, berkaitan dengan penamaannya diserahkan kepada penyelenggara
pendidikan ini. Penyelenggaraan Diniyah Takmiliyah dapat dilaksanakan secara terpadu dengan SDMI, SMPMTs, SMAMA,
SMKMAK atau pendidikan tinggi. Terkait dengan kurikulumnya tidak ada pasal atau ayat yang menjelaskan.
c Jalur Informal Penjelasan dalam PP RI No. 55 Tahun 2007 terkait dengan jalur
informal tidak ada pasal yang menjelaskannya. Padahal, pada Pasal 14 ayat 2 dijelaskan bahwa pendidikan diniyah dapat diselenggarakan
pada tiga jalur, yaitu formal, nonforma, dan informal. 2. Pesantren {Pasal 26 ayat 1 s.d ayat 3}
Penjelasan dalam PP RI No. 55 Tahun 2007 terkait pesantren hanya ada satu pasal yang terdiri dari tiga ayat. Satu pasal tersebut menjelaskan
tentang tujuan dari penyelenggaraan pesantren, jenis pendidikan yang diselenggarakan, dan menjelaskan status peserta didik dam pendidik di
pesantren. Tujuan penyelenggaraan pesantren dijelasakan untuk menanamkan
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia, serta tradisi pesantren untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan
keterampilan peserta didik untuk menjadi ahli ilmu agama Islam mutafaqqih
fiddin danatau
menjadi muslim
yang memiliki
keterampilankeahlian untuk membangun kehidupan yang Islami di masyarakat.
Jenis pendidikan yang diselenggarakan pesantren adalah pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada jenjang
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, danatau pendidikan tinggi.
Penjelasan mengenai pendidik dan peserta didik dalam pasal ini menjelaskan bahwa jikalau peserta didik danatau pendidik yang diakui
keahliannya dalam ilmu agama, tetapi tidak memiliki ijazah pendidikan formal dapat menjadi pendidik mata pelajarankuliah pendidikan agama di
semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang memerlukan, setelah menempuh uji kompetensi sesuai ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
Demikianlah penjelasan PP RI No. 55 Tahun 2007 terkait dengan pendidikan keagamaan Islam. Berkaitan ketentuan lebih lanjut mengenai isi
pendidikankurikulum; jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan; sarana dan prasarana yang memungkinkan terselenggaranya
kegiatan pembelajaran; sumber pembiayaan untuk kelangsungan program pendidikan sekurang-kurangnya untuk 1 satu tahun pendidikanakademik
berikutnya; sistem evaluasi. Sesuai dengan amanat Pasal 13 ayat 5 PP RI No. 55 Tahun 2007, maka diatur dengan Peraturan Menteri Agama dengan
berpedoman pada ketentuan Standar Nasional Pendidikan. Pengelolaan pendidikan keagamaan sebagaimana disebutkan pada Pasal
9 ayat 3 PP RI No. 55 Tahun 2007 adalah dilakukan oleh Menteri Agama. Dengan demikian Menteri Agama berkewajiban membuat kebijakan sebagai
peraturan pendukung terkait dengan pendidikan keagamaan. Kewajiban itu telah dilaksanakan oleh Menteri Agama Suryadharma Ali dengan menetapkan
Peraturan Menteri Agama PMA RI No. 3 Tahun 2012 tentang Pendidikan Keagamaan Islam. Namun cukup disayangkan, belum ditindaklanjuti dalam
bentuk actionsosialisasi, pada tanggal 19 Juni 2012 Menteri Agama Suryadharman Ali telah menetapkan PMA No. 9 Tahun 2012 tentang
Pencabutan PMA No. 3 Tahun 2012.
24
Dua tahun dari setelah dicabutnya PMA No. 3 Tahun 2012, Menteri Agama yang baru dilantik Presiden RI pada
tanggal 9 Juni 2014, Lukman Hakim Saifuddin, menetapkan PMA No. 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, pada tanggal 18 Juni
2014. PMA tersebut sangat penting dalam menjalankan kebijakan tentang pendidikan keagamaan Islam sebagai penjelas dari kebijakan yang lebih
tinggi, dalam hal ini PP RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Karena, dalam teori kebijakan publik PP sebagai
kebijakan publik yang ditetapkan presiden untuk kebijakan pelaksana UU memerlukan kebijakan pelaksanaan yang merupakan penjabaran dari
kebijakan umum sebagai strategi pelaksanaan tugas di bidang tertentu yang ditetapkan menteri pejabat setingkat menteri.
25
24
Abd. Halim Soebahar, op.cit., h. 94.
25
Tri Widodo Wahyu Utomo, Pengantar Kebijakan Publik Introduction to Public Policy, Bandung: STIA LAN Bandung, 1999, h. 9.