PP RI No. 55 Tahun 2007 ditinjau Berdasarkan Tujuan Kebijakan

5. Tujuan memperkuat negara PP RI No. 55 Tahun 2007 juga memiliki rumusan dengan tujuan memperkuat negara, yaitu rumusan yang bersifat memberikan peran negara. Rumusan tersebut termaktub pada Pasal 12 ayat 3 dan ayat 4. Pasal 12 ayat 3 dan ayat 4 menjelaskan kewenangan negara dalam melakukan akreditasi. Kemudian, Pasal 13 ayat 2 mejelaskan kewenangan negara dalam mendirikan pendidikan keagamaan. Lalu, Pasal 13 ayat 3 dan ayat 6 menjelaskan kewenangan negara dalam hal pemberian izin pendirian satuan pendidikan keagamaan. Selanjutnya, pada pasal 19 ayat 2 dijelaskan kewenangan negara dalam membuat peraturan tentang ujian nasional pendidikan diniyah formal jenjang dasar dan menengah. 6. Tujuan memperkuat publik PP RI No. 55 Tahun 2007 memiliki rumusan dengan tujuan memperkua publik, yaitu rumusan yang bersifat memberi peran kepada publik. Rumusan tersebut termaktub pada pasal penjelasan umum pendidikan keagamaan yang juga memiliki keterkaitan dengan pendidikan keagamaan Islam, yaitu pada Pasal 13 ayat 2 bahwa pendidikan keagamaan dapat didirikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah danatau masyarakat. Rumusan dengan tujuan memperkuat publik tersebut terlihat dengan diberikannya hak kepada publikmasyarakat untuk mendirikan lembaga pendidikan keagamaan Islam. Kemudian, Pasal 16 ayat 3, yang terkait dengan kewenangan penyelenggaran satuan pendidikan diniyah formal jenjang dasar dan menengah dalam pemberian nama satuan pendidikan. Dan Pasal 25 ayat 4 terkait penamaan atas diniyah takmilyah merupakan kewenangan penyelenggara. Memperhatikan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Rumusan PP RI No. 55 Tahun 2007 terkait pendidikan keagamaan Islam memiliki lebih dari satu tujuan kebijakan publik. Riant Nugroho menjelaskan, “Pada praktiknya, setiap kebijakan mengandung lebih dari satu tujuan kebijakan, dengan kadar yang berlainan. Kebijakan publik selalu mengandung multi-tujuan, untuk menjadikan kebijakan itu sendiri menjadi yang adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan dalam kehidupan bersama.” 19 Rumusan PP RI No. 55 Tahun 2007 terkait dengan pendidikan keagamaan Islam cenderung lebih banyak bersifat: 1. Tujuan regulatif, yaitu kebijakan yang bersifat membatasi dan mengatur. 2. Tujuan stabilisasi, yaitu kebijakan yang besifat memberikan standar- standar yang harus diikuti. 3. Tujuan memperkuat negara, yaitu kebijakan yang bersifat memberikan lebih besar peran negara. Sedangkan, terkait dengan rumusan kebijakan dengan tujuan memperkuat publik hanya sedikit, yaitu Pasal 13 ayat 2; Pasal 16 ayat 3; dan Pasal 25 ayat 4.

D. PP RI No. 55 Tahun 2007 ditinjau Berdasarkan Ciri Kebijakan Publik

yang Ideal Kebijakan publik yang ideal menjadi hal yang sangat diinginkan untuk tercapainya cita-cita yang diiginkan dari tujuan dibuatnya kebijakan publik. Kebijakan publik dibuat adalah sebagai strategi yang diproyeksikan dalam mencapai cita-cita tertentu dalam suatu bangsa. Indonesia sebagai bangsa di antara tujuannya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana termaktub pada alinea ke-4 Pembukaan UUD Negara RI 1945. Berdasarkan tujuan itu lah, maka Pemerintah RI menetapkan kebijakan publik terkait dengan pendidikan. Sepanjang sejarah pendidikan Indonesia, pemerintah telah menentapkan tiga undang-undang tentang pendidikan, yaitu pada masa orde lama terdapat UU RI No. 4 Tahun 1950 Jo UU RI No. 12 Tahun 1954; pada masa orde baru terdapat UU RI No. 2 Tahun 1989; dan pada masa orde reformasi hingga saat ini terdapat UU RI No. 20 Tahun 2003. 19 Ibid., h. 155. Membuat kebijakan publik yang ideal bukanlah hal yang gampang, diperlukan peran kepemimpinan yang ideal juga untuk menghasilkan kebijakan publik yang ideal. Kepemimpinan yang ideal, tentu memiliki pemahaman yang baik terhadap keinginan bangsa yang dipimpinya. Sehingga kebijakan publik yang dibuatnya sesuai dengan harapan bangsa yang dipimpinnya. Menurut Riant Nugroho, “Pada dasarnya, terdapat lima karakter kepemimpinan yang unggul, yaitu karakter, kredibilitas, nilai, keteladanan, dan kemampuan memberikan dan menjadi bagian dari harapan.” 20 Lima karakter tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur kepemimpinan yang ideal dalam membuat kebijakan publik yang ideal. Kebijakan publik yang ideal adalah kebijakan menjunjung keadilan. Konsepsi ideal negara hukum menurut Ari stoteles dekat dengan „keadilan‟. Bahkan pada tingkat yang paling dasar dapat dikatakan bahwa tujuan negara tercapai apabila telah tercipta keadilan. Untuk tingkat yang paling dasar, acapkali kesejahteraan merupakan prioritas kemudian dibanding keadilan. Kebijakan publik sebagai sebuah hukum berfungsi untuk memastikan setiap warga untuk memperoleh apa yang menjadi haknya. 21 Kebijakan publik yang dapat memberikan keadilan, maka haruslah kebijakan publik yang ideal, yaitu yang unggul, mempunyai tiga ciri utama, yang sekaligus dijadikan kriteria, yaitu: 1. Cerdas. Cerdas, yaitu memecahkan masalah pada inti permasalahannya. Kebijakan yang harus cerdas intelligent yang secara sederhana dapat dipahami sebagai suatu cara yang mampu menyelesaikan masalah sesuai dengan masalahnya sehingga sebuah kebijakan harus disusun setelah meneliti data dan menyusunnya dengan cara-cara yang ilmiah. Kecerdasan membuat pengambil keputusan kebijakan publik fokus pada isu kebijakan yang hendak dikelola dalam kebijakan publik daripada popularitasnya sebagai pengambil keputusan kebijakan. 2. Bijaksana. Bijaksana, yaitu tidak menghasilkan masalah baru yang lebih besar daripada masalah yang dipecahkan. Kebijaksanaan membuat pengambil keputusan kebijakan publik tidak menghindarkan diri dari kesalahan yang tidak perlu. 20 Ibid., h. 241. 21 Ibid., h. 193. 3. Memberikan harapan. Memberikan harapan, yaitu memberikan harapan kepada seluruh warga bahwa mereka dapat memasuki hari esok lebih baik dari hari ini. Dengan memberikan harapan, maka kebijakan publik menjadi a seamless pipe of transfer of prosperity dalam suatu kehidupan bersama. Kebijakan publik tidak identik dengan hukum publik, karena hukum publik berkenaan dengan larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar oleh publik, agar kehidupan bersama berjalan dengan tertib, sementara kebijakan publik utamanya berkenaan dengan kepentingan publik, bukan semata-mata kepentingan negara. Karena itu, ukuran ketiga dari kebijakan ideal adalah memberikan harapan bagi publik, baik yang menjadi pemanfaat maupun konstituan secara luas. 22 Berdasarkan penjelasan di atas, maka rumusan PP RI No. 55 Tahun 2007 terkait dengan pendidikan keagamaan Islam dapat dinilai apakah telah menjadi rumusan kebijakan publik yang menjunjung keadilan. Tolak ukur keadilan rumusan PP RI No. 55 Tahun 2007 terkait pendidikan keagamaan Islam adalah apakah ada ciri-ciri dari kebijakan publik yang ideal, yaitu cerdas, bijaksana, dan memberi harapan, terdapat dalam rumusan PP RI No. 55 Tahun 2007 terkait pendidikan keagamaan Islam. 1. Apakah rumusan PP RI No. 55 Tahun 2007 cerdas? Kebijakan publik yang cerdas adalah kebijakan yang memecahkan permasalahan pada intinya. PP RI No. 55 Tahun 2007 ditetapkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono adalah sebagai amanat dari UUD Negara RI 1945 dan UU RI No. 20 Tahun 2003. UUD Negara RI 1945 mengamanatkan, “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang- undang sebagaimana mestinya.” 23 UU RI No. 20 Tahun 2003 mengamanatkan: a “Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.” 24 22 Ibid., h. 744-745. 23 BAB III Kekuasaan Pemerintahan Negara, Pasal 5 ayat 2 UUD 1945. 24 Pasal 12 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. b “Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. ” 25 c “Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.” 26 Tiga amanat UU RI No. 20 Tahun 2003 di atas yang menjadi acuan ditetapkannya PP RI No. 55 Tahun 2007 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Tiga amanat tersebut juga dijelaskan dalam klausul menimbang PP RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama da n Pendidikan Keagamaan, “Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat 4, Pasal 30 ayat 5, dan Pasal 37 ayat 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan .” 27 Sehubungan dengan yang diteliti adalah rumusan PP RI No. 55 Tahun 2007 terkait pendidikan keagamaan Islam, maka amanat yang terkait adalah Pasal 30 ayat 5. Perlunya peraturan pelaksana adalah akibat model kebijakan yang dianut Indonesia, yaitu Model Kontinental yang merupakan model warisan dari Belanda. Model Kontinental adalah model kebijakan dengan paradigma bahwa kebijakan harus dibuat berjenjang sesuai dengan hierarki implementabilitasnya. Sebagaimana penjelasan Riant Nugroho, sebagai berikut: Pada praktik, ini dipahami di Indonesia, di mana Undang-Undang sebagai kebijakan yang dinilai berposisi tertinggi, dibuat dengan pasal-pasal yang bersifat makro atau umum, untuk kemudian dibuat Peraturan Pelaksana, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan sejenisnya. Akibatnya, di Indonesia banyak terjadi kasus di mana sudah ada Undang-Undang, tetapi tetap tidak dapat dilaksanakan karena PP atau peraturan pelaksananya belum dibuat. 28 25 Pasal 30 ayat 5 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 26 Pasal 37 ayat 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 27 Klausul Menimbang PP RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. 28 Riant Nugroho, op.cit., h. 697.