Pondok pesantren dalam sejarah Republik Indonesia, mencatat sejarahnya yang gemilang. Dalam lapangan pendidikan ia ikut menjadi
pelopor dalam mencerdaskan bangsa. Menurut H. Alamsjah Ratu Perwiranegara Menteri Agama RI Kabinet Pembangunan III bahwa
pendidikan pondok yang menggunakan sistem asrama merupakan sistem yang paling baik dalam pendidikan. Karena, dalam waktu dua puluh
empat jam anak didik diasuh oleh para kyai dan pengasuh. Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswa, menyatakan bahwa sistem pondok dan
asrama itulah sistem nasional. Dengan demikian arti pondok tidak dapat diabaikan dalam memberikan corak pada pendidikan nasional.
8
Tetapi, pernyataan kedua tokoh itu, tidak menjadikan pondok pesantren diakui
dalam undang-undang sistem pendidikan nasional saat itu.
2. Pendidikan DiniyahMadrasah Diniyah Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan pondok pesantren,
pendidikan Islam di Indonesia juga mengenal madrasah diniyah. Madrasah Diniyah adalah jenis pendidikan keagamaan yang memberikan
pendidikan khusus ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Sebagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren, madrasah diniyah
juga berkembang dari bentuknya yang sederhana, yaitu pengajian di masjid-masjid, langgar, dan surau. Berawal dari bentuknya yang
sederhana ini berkembang menjadi pondok pesantren. Persinggungannya dengan sistem madrasi, model pendidikan Islam mengenal pola
pendidikan madrasah. Madrasah ini pada mulanya hanya mengajarkan ilmi-ilmu agama dan bahasa Arab. Dalam perkembangan selanjutnya,
sebagian di madrasah diberikan mata pelajaran umum, dan sebagian lainnya tetap mengkhususkan diri hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama
dan bahasa Arab. Madrasah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab inilah yang dikenal dengan madrasah diniyah.
9
8
Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Pendidikan Agama, Jakarta: Departemen Agama RI, 1982, h. 71.
9
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan Perkembangannya, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003, h. 21-22.
Madrasah merupakan institusi pendidikan yang tumbuh dan berkembang oleh dan dari masyarakat. Jumlah madrasah sebagian
terbesar berstatus swasta yang kebanyakan mengandalkan sumber pembiayaan pendidikan dari masyarakat.
10
Madrasah diniyah yang dikenal saat ini merupakan evolusi dari sistem belajar yang dilaksanakan
di pondok pesantren salafiyah. Dalam sejarahnya, madrasah lahir dari rahim pondok pesantren, dengan ciri khasnya yang berbasis pengetahuan
agama.
11
Madrasah yang pertama didirikan di Indonesia adalah sekolah Adabiah.
12
Madrasah ini didirikan oleh Syaikh Abdullah Ahmad pada tahun 1909 di Padang. Tetapi sangat disayangkan, usia madrasah ini
tidak lama, pada tahun 1915 madrasah ini diubah menjadi HIS Adabiah.
13
Empat tahun sebelum Sekolah Adabiah didirikan, yaitu tahun 1905, sebenarnya di Surakarta telah didirikan Madrasah Manba‟ul Ulum
oleh Raden Hadipati Sasro Diningrat dan Raden Penghulu Tafsirul Anom, tetapi karena masih mengikuti sistem pendidikan pondok-
pesantren tanpa kelas, madrasah tersebut tidak dikategorikan sebagai madrasah yang pertama didirikan di Indonesia. Mahmud Yunus
sebagaimana dikutip oleh Soebahar bahwa baru pada tahun 1916, diterapkan sistem kelas pada madrasah tersebut, yaitu kelas I s.d kelas
XI.
14
Adapaun pondok pesantren surau yang pertama kali membuka madrasah formal ialah Thawalib di Padang Panjang pada tahun 1921 M
di bawah pimpinan Syaikh Abd. Karim Amrullah, ayah Buya Hamka.
15
Madrasah diniyah dimaksudkan sebagai institusi yang awalnya disediakan bagi peserta didik yang pada waktu pagi belajar di sekolah
umum, dan pada sore hari ingin mendapatkan pelajaran agama. Madrasah jenis ini terbagi dalam tiga jenjang, yakni: madrasah diniyah
awwaliyahula 4 tahun; madrasah diniyah wustha 3 tahun; dan
10
Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan Indonesia, Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, h. 1.
11
Abd. Halim Soebahar, op.cit., h. 71.
12
Ibid., h. 74.
13
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004, Cet. VII, h. 193.
14
Abd. Halim Soebahar, loc.cit.
15
Zuhairini, loc.cit.
madrasah diniyah „ulya 3 tahun. Madrasah yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Agama No. 13 Tahun 1964 ini hampir tidak memiliki
efek terhadap kelanjutan studi dan pengembangan profesi lulusan, sehingga hanya sedikit peserta didik yang meminta ijazah formal dari
institusi pendidikan ini.
16
B. Latar Belakang Diundangkan PP RI No. 55 Tahun 2007
PP RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan telah ditetapkan Presiden RI, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono,
pada tanggal 5 Oktober 2007 dan kemudian diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM, Andi Mattalatta, pada tanggal 5 Oktober 2007.
17
Diundangkannya PP RI No. 55 Tahun 2007 adalah sebagai amanat dari UU RI No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagaimana yang tersebut pada klausul menimbang PP RI No. 55 Tahun 2007,
“Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat 4, Pasal 30 ayat 5, dan Pasal 37 ayat
3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan .”
Lembaran Penjelas Atas PP RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan menjelaskan
, “
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
merupakan kesepakatan bersama pihak-pihak yang mewakili umat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Masing-masing telah
memvalidasi rumusan norma hukum secara optimal sesuai karakteristik agama masing-masing.
”
18
Pasal 12 UU RI No. 20 Tahun 2003 adalah berkaitan tentang hak dan kewajiban peserta didik. Pada Pasal 12 ayat 1 huruf a, disebutkan:
“Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan
16
Abd. Halim Soebahar, op.cit., h. 74-75.
17
Lembaran Isi PP RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan pada halaman terakhir.
18
Lembaran Penjelas Atas PP RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan pada Bagian I. Umum, Paragraf ke-6.
agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.” Ketentuan ini setidaknya mempunyai 3 tiga tujuan, yaitu:
Pertama, untuk menjaga keutuhan dan kemurnian ajaran agama; kedua, dengan adanya guru agama yang seagama dan memenuhi syarat kelayakan
mengajar akan dapat menjaga kerukunan hidup beragama bagi peserta didik yang berbeda agama tapi belajar pada satuan pendidikan yang sama; ketiga,
pendidikan agama yang diajarkan oleh pendidik yang seagama menunjukan profesionalitas dalam penyelenggaraan proses pembelajaran pendidikan
agama.
19
Kemudian, untuk ketentuan lebih lanjut mengenai hal tersebut, maka sesuai dengan amanat Pasal 12 ayat 4, disebutkan:
“Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat
2, dan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
.” Pasal 30 UU RI No. 20 Tahun 2003 adalah berkaitan dengan pendidikan
keagamaan. Pada pasal tersebut disebutkan: 1 Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah danatau
kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2 Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-
nilai ajaran agamanya danatau menjadi ahli ilmu agama. 3 Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan
formal, nonformal, dan informal. 4 Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren,
pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. 5 Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 37 UU RI No. 20 Tahun 2003 adalah berkaitan dengan kurikulum. Pada ayat 1 berkaitan dengan pendidikan agama sebagai kurikulum wajib
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan, pada ayat 2 berkaitan dengan pendidikan agama sebagai kurikulum wajib pada jenjang
pendidikan tinggi. Pendidikan agama pada jenis pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,
vokasi, dan khusus disebut “Pendidikan Agama”. Penyebutan pendidikan agama ini dimaksudkan agar agama dapat
19
Lembaran Penjelas Atas PP RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan pada Bagian I. Umum, Paragraf ke-3.
dibelajarkan secara lebih luas dari sekedar mata pelajaran kuliah agama. Pendidikan Agama dengan demikian sekurang-kurangnya perlu berbentuk
mata pelajaranmata kuliah Pendidikan Agama untuk menghindari kemungkinan peniadaan pendidikan agama di suatu satuan pendidikan
dengan alasan telah dibelajarkan secara terintegrasi. Ketentuan tersebut terutama pada penyelenggaraan pendidikan formal dan pendidikan
kesetaraan.
20
Dan untuk ketentuan lebih lanjut mengenai kurikulum termasuk dengan kurikulum pendidikan keagamaan, maka perlu peraturan
pemerintah. Pasal 37 ayat 3, disebutkan: “Ketentuan mengenai kurikulum
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
.” Berdasarkan ketiga pasal di atas lah, maka perlu diundangkan PP RI No.
55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Karena, dalam logika yudisial, sifat imperatif suatu produk hukum akan
efektif jika diterjemahkan melalui rambu-rambu lain sebagai produk hukum pendukung yang sampai ke tangan praktisi pendidikan.
21
Selain itu, dalam teori kebijakan publik suatu Undang-Undang sebagai kebijakan nasional,
yaitu kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional. Maka, perlu Peraturan Pemerintah sebagai
kebijakan umum untuk kebijakan pelaksana yang ditetapkan oleh Presiden.
22
Hal tersebut juga dipertegas dalam dalam UUD 1945, bahwa “Presiden
menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.”
23
Juga dipertegas lagi pada Pasal 1 ayat 5 UU RI No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
bahwa: “Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.” Dan pada Pasal 12, disebutkan: “Materi muatan Peraturan
20
Lembaran Penjelas Atas PP RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan pada Bagian I. Umum, Paragraf ke-2.
21
Abd. Halim Soebahar, op.cit., h. 194.
22
Tri Widodo Wahyu Utomo, Pengantar Kebijakan Publik Introduction to Public Policy, Bandung: STIA LAN Bandung, 1999, h. 9.
23
BAB III Kekuasaan Pemerintahan Negara, Pasal 5 ayat 2 UUD 1945.
Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.”
C. Penjelasan PP RI No. 55 Tahun 2007 mengenai Pendidikan Keagamaan
Islam
Penjelasan PP RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan terkait dengan Pendidikan Keagamaan Islam
termaktub pada Pasal 14 s.d Pasal 26. Pada Pasal 14 ayat 1, disebutkan: “Pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren.”
Artinya, pendidikan keagamaan Islam di Indonesia ada dua bentuk, yaitu: Pendidikan Diniyah dan Pesantren.
Melihat jumlah pasal terkait dengan pendidikan keagamaan Islam dari Pasal 14 s.d Pasal 26, terdapat sepuluh pasal yang menjelaskan pendidikan
diniyah, yaitu dari Pasal 15 s.d Pasal 25, dan hanya satu pasal yang menjelaskan pesantren, yaitu pasal 26. Satu pasal, yaitu Pasal 14 merupakan
penjelasan umum tentang pendidikan keagamaan Islam. Pada Pasal 14 yang terdiri dari tiga ayat, disebutkan:
1 Pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren.
2 Pendidikan diniyah
sebagaimana dimaksud
pada ayat
1 diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
3 Pesantren dapat menyelenggarakan 1 satu atau berbagai satuan danatau program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan
informal.
1. Pendidikan Diniyah Ada sepuluh pasal pada PP RI No. 20 Tahun 2007 yang menjelaskan
pendidikan diniyah, yaitu Pasal 15 s.d Pasal 25. Sebelumnya pada Pasal 14 ayat 2 menjelaskan bahwa pendidikan diniyah dapat diselenggarakan
pada tiga jalur, yaitu formal, nonformal, dan informal. Sepuluh pasal tersebut menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
a Jalur Formal Pasal 15 s.d Pasal 20 Pasal 15 menjelaskan apa itu Pendidikan Diniyah Formal.
Pendidikan diniyah formal adalah pendidikan yang mengajarkan ilmu- ilmu yang bersumber dari ajaran Islam. Pendidikan diniyah formal