Tujuan dan Kegunaan Penelitian Hasil Penelitian yang Relevan

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan-UIN Jakarta, dan pernah menduduki posisi strategis di Kementerian Agama, di antaranya pernah menjabat Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama sekarang Kementerian Agama. Tugas utama yang diembannya ketika itu adalah menangani masalah kebijakan dan pengambilan keputusan bagi pengembangan pendidikan Islam.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua sumber, yaitu: sumber primer dan sekunder. a. Sumber primer Sumber primer merupakan bahan utama atau rujukan utama dalam mengadakan suatu penelitian untuk mengungkapkan data dan menganalisis penelitian tersebut. Adapun sumber primer yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2 PP RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. 3 PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 4 PP RI No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 5 PMA RI No. 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam. b. Sumber sekunder Sumber sekunder adalah sumber pendukung yang secara tidak langsung berhubungan dengan sumber primer atau penelitian. Sumber sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan- bahan pustaka, seperti: buku-buku, koran, majalah, karya-karya ilmiah, artikel, internet, maupun wawancara dengan narasumber yang memiliki hubungan dengan penelitian ini yang tujuannya adalah untuk memberikan informasi atau pengetahuan tambahan.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi content analysis. Menurut Amirul Hadi dan Haryono: Penelitian dengan metode analisis isi digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi, yang disampaikan dalam bentuk lambang yang terdokumentasi atau dapat didokumentasikan. Metode ini dapat dipakai untuk menganalisis semua bentuk komunikasi, seperti pada surat kabar, buku, puisi, film, cerita rakyat, peraturan perundang-undangan, dan sebagainya. 29 Teknik analisis isi dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan isirumusan PP RI No. 55 Tahun 2007 mengenai pendidikan keagamaan Islam dengan teori kebijakan publik. Untuk melaksanakan teknik analisis isi tersebut, maka langkah-langkah yang digunakan adalah dengan menyeleksi sumber data yang relevan, menyusun item-item yang spesifik, mengurai data atau menjelaskan data, sehingga berdasarkan data tersebut dapat ditarik pengertian-pengertian dan kesimpulan-kesimpulan.

F. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam di Indonesia bukankah penelitian yang baru. Ada beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian tentang hal tersebut, di antaranya: Fauzan, dalam tesisnya yang berjudul Kebijakan Pemerintah terhadap Pendidikan Tinggi Agama Islam Negeri PTAIN di Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan dalam Pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru. Penelitiannya mengkaji kebijakan-kebijakan pemerintah pada Orde Lama dan Orde Baru tentang persoalan kurikulum, sumber daya manusia, sarana prasarana, dan persoalan anggaran yang dilihat dari sisi historis dan manajemen yang terjadi 29 Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan II, Bandung: CV Pustaka Setia, 1998, Cet. I, h. 175. pada masa itu. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui apakah kebijakan yang diterapkan pemerintah Orde Lama dan Orde Baru mampu menciptakan PTAIN yang lebih inklusif atau eksklusif. Hasil penelitiannya adalah ia menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah Orde Lama dan Orde Baru sangat berpengaruh terhadap proses penciptaan kondisi PTAIN yang lebih inklusif, terbuka, dan lebih memberi peluang kepada para lulusan perguruan tinggi ini. 30 Kemudian, penelitian oleh Abdul Karim Lubis dalam tesisnya yang berjudul Kebijakan Pemerintah tentang Pendidikan Islam di Era Reformasi: Studi UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi pemerintah, apa tujuan pemerintah, dan apa implikasinya pemerintah mengakomodasi lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam UU Sisdiknas tahun 2003. Ia membatasi pendidikan Islam sebagai lembaga yaitu madrasah, madrasah diniyah, dan pondok pesantren. Hasil penelitiannya adalah ia menemukan bahwa kebijakan politik pendidikan pemerintah era reformasi mengakomodasi lembaga-lembaga pendidikan Islam cenderung murni berasal dari keputusan politik pemerintah itu sendiri, tanpa ada lobi-lobi, intervensi dan desakan dari eksternal. Lalu, implikasinya adalah diposisikannya madrasah sekolah umum berciri khas Islam sebagai komponen utama dalam sistem pendidikan nasional dan diintegrasikannya pendidikan diniyah dan pondok pesantren ke dalam sistem pendidikan nasional. 31 Sedangkan penelitian ini fokus pada bagaimana rumusan PP RI No. 55 Tahun 2007 mengenai pendidikan keagamaan Islam perspektif kebijakan publik, karena belum ada sepengetahuan peneliti, penelitian yang secara khusus mengkaji PP RI No. 55 Tahun 2007 mengenai pendidikan keagamaan Islam perspektif kebijakan publik. Oleh karena itu, hal tersebut layak untuk diteliti. 30 Fauzan, “Kebijakan Pemerintah terhadap Pendidikan Tinggi Agama Islam Negeri PTAIN di Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan dalam Pemerintahan Orde Lama dan Ord e Baru”, Tesis pada Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, tidak dipublikasikan. 31 Abdul Karim Lubis, “Kebijakan Pemerintah tentang Pendidikan Islam di Era Reformasi: Studi UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003”, Tesis pada Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009, tidak dipublikasikan. 18

BAB II KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PENDIDIKAN KEAGAMAAN

A. Kebijakan Publik

Menurut Yoyon Bahtiar, “Kejalasan maknawiyah tentang kebijakan dapat ditelusuri dari literatur kebijakan tentang ketatanegaraan yang menganggap bahwa ilmu kebijakan sering dianggap lebih dekat kepada Administrasi Negara dibandingkan dengan Ilmu Politik. ” 1 Solochin menyatakan bahwa: Mendefinisikan atau merumuskan apa yang dimaksud dengan kebijakan publik itu ternyata bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Kemungkinan penyebab dari kesukaran ini, karena kebijakan publik itu sendiri -sebagai bidang kajian- seumpamanya hamparan lahan garapan, bukan hanya terdiri dari satu petak dan satu lapis dengan satu penggarap melainkan terdiri dari berlapis lahan-lahan garapan dari sekian banyak penggarap. 2

1. Definisi Kebijakan Publik

Banyak tokoh yang mencoba mendefinisikan apa itu kebijakan publik, di antaranya adalah sebagi berikut: Definisi yang sering dikutip dan hampir selalu dapat kita jumpai di setiap buku teks yang ditulis oleh para ahli adalah yang dikemukakan oleh Thomas R. Dye sebagaimana dikutip oleh Riant Nugroho, “Kebijakan publik ialah whatever governments choose to do or not to do pilihan tindakan apa pun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah. Namun, meski cukup akurat, ia sebenarnya tidak cukup memadai untuk mendeskripsikan substansi atau esensi kebijakan publik yang sesungguhnya. ” 3 1 Yoyon Bahtiar Irianto, Kebijakan Pembaruan Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, Cet. I, h. 31. 2 Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012, Cet. I, h. 11. 3 Solichin, op.cit., h. 14. Eystone merumuskan dengan pendek sebagaimana dikutip oleh Riant Nugroho, “Kebijakan publik adalah antar hubungan yang berlangsung di antar unitsatuan pemerintahan dengan lingkungannya. ” 4 Menurut Wilson kebijakan publik sebagaimana dikutip oleh Riant Nugroho, “Tindakan-tindakan, tujuan-tujuan, dan pernyataan pemerintah mengenai masalah-masalah tertentu, langkah-langkah yang telahsedang diambil atau gagal diambil untuk diimplementasikan, dan penjelasan- penjelasan yang diberikan oleh mereka mengenai apa yang telah terjadi atau tidak terjadi. ” 5 Pakar yang berasal dari Inggris, W. I. Jenkins merumuskan kebijakan publik sebagaimana dikutip oleh Riant Nugroho , “Serangkaian keputusan yang yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekolompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kekuasaan dari para aktor tersebut. ” 6 Kemudian, Chief J. O. Udoji, seorang pakar dari Nigeria mendefinisikan kebijakan publik sebagaimana dikutip oleh Riant Nugroho , “Suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat. ” 7 Lalu, pakar yang berasal dari Prancis, Lemieux merumuskan kebijakan publik sebagaimana dikutip oleh Riant Nugroho , “Produk aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah- masalah publik yang terjadi di lingkungan tertentu yang dilakukan aktor- aktor politik yang hubungannya terstruktur. Keseluruhan proses aktivitas itu berlangsung sepanjang waktu. ” 8 4 Ibid., h. 11. 5 Ibid. 6 Ibid., h. 15. 7 Ibid. 8 Ibid. Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB mendefinisikan kebijakan, sebagaimana yang dikutip Solichin, Kebijakan adalah pedoman untuk bertindak. Pedoman itu bisa saja amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu, atau suatu rencana. 9 Yoyon Bahtiar merumuskan , “Kebijakan merupakan segala perbuatan yang dikehendakai pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan yang dirumuskan dalam suatu kebijakan, untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai melalui program-program pemerintah. ” 10 M. Solly Lubis mendefinisikan public policy kebijakan publik, “Serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dengan tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat. ” 11 Ia menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan public interest, public institutions, public management, public sevice, public servant, dan public bureaucracy. Istilah public menunjukkan sifat-sifat yang umum dan berarti bukan masalah-masalah pribadi individuprivat. 12 Kebijakan publik sebagai public interest karena kepentingan yang dilayani di sini adalah kepentingan-kepentingan publik, maka yang aktif dan bekerja dalam hal ini ada beberapa lembaga publik yang dinamakan public institutions. Oleh karena itu, untuk keberhasilan dan penyelenggaraan pelayanan kepentingan umum ini harus ada manajemen pengelolaan yang dijalankan lembaga-lembaga atau jabatan resmi, secara tersistem dan terarah. Manajemen yang dilakukan oleh jabatan- jabatan resmi itu disebut public management. Manajemen itu bertujuan melakukan pelayanan service kepada masyarakat dalam pelayanan 9 Ibid., h. 9. 10 Yoyon, op.cit., h. 34. 11 M. Solly Lubis, Kebijakan Publik, Bandung: CV. Mandar Maju, 2007, Cet. I, h. 9. 12 Ibid., h. 1. terhadap masyarakat itu disebut public service. Para pejabat negara dan seluruh aparatur pemerintahan harus bersikap sebagai pelayan kepada masyarakat atau disebut public servant. Aparatur pemerintah yang melakukan pelayanan umum itu dikendalikan melalui biro-biro, di mana sering dinamakan kelompok birokrat dan ini disebut public bureaucracy. 13 Riant Nugroho sebagai public policy specialist di tanah air menyatakan bahwa kebijakan publik , “Keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju kepada masyarakat yang dicita- citakan. ” 14 Riant Nugroho juga menyatakan: Kita bisa menemukan lebih dari selusin definisi dari kebijakan publik, dan tidak ada dari satu definisi tersebut yang keliru, semuanya benar dan saling melengkapi. Hanya satu hal yang perlu dicatat, beberapa ilmuwan sosial di Indonesia menggunakan istilah kebijaksanaan sebagai kata ganti dari policy. Perlu diketahui, kebijaksanaan bukanlah kebijakan, karena kebijkasanaan adalah salah satu dari ciri kebijakan publik yang unggul. ” 15

2. Ciri-ciri Kebijakan Publik yang Ideal

Kebijakan publik itu pada hakikatnya merupakan sebuah aktivitas yang unik a unique activity, dalam arti ia mempunyai ciri-ciri tertentu yang agaknya tidak dimiliki oleh kebijakan jenis lain. Ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan-kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu lazimnya dipikirkan, didesain, 13 Ibid. 14 H. A. R. Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, Cet. I, h. 184. 15 Riant Nugroho, Metode Penelitian Kebijakan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, Cet. II, h. 6.