Ciri-ciri Kebijakan Publik yang Ideal

1 Perundang-undangan. Perundang-undangan adalah kebijakan publik berkenaan dengan usaha-usaha pembangunan nasion, baik berkenaan dengan negara maupun masyarakat atau rakyat. Karena berkenaan dengan pembangunan, maka perundang-undangan lazimnya bersifat menggerakkan, maka wajarnya ia bersifat mendinamiskan, mengantisipasi, dan memberi ruang bagi inovasi. 22 Untuk perudang-udangan, terdapat dua pemahaman: pola Anglo-Saxon, yang berupa keputusan legislatif dan keputusan eksekutif; dan pola Kontinental, yang biasanya terdiri dari pola makro, messo, dan mikro. 23 UU RI No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pada Pasal 7, mengatur jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan, sebagai berikut: a UUD Negara RI Tahun 1945 b TAP MPR c UUPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang d Peraturan Pemerintah e Peraturan Presiden f Peraturan Daerah Provinsi g Peraturan Daerah KabupatenKota Model susunan jenis peraturan perundang-undangan di atas membuktikan bahwa Indonesia masih menganut model Kontinentalis yang diwariskan oleh Belanda saat masa penjajahannya di Indonesia. Model Kontinentalis dikelompokkan kebijakan publik menjadi tiga, yaitu: a Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum, atau mendasar, yang lazim diterima mencakup UUD, TAP MPR, UUPerpu. 22 Ibid., h. 137. 23 Riant Nugroho, Metode Penelitian Kebijakan, h. 9. b Kebijakan publik yang bersifat messo atau menengah, atau penjelas pelaksanaan yang lazim diterima mencakup PP dan Perpres. c Kebijakan publik yang bersifat mikro adalah kebijakan yang mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan di atasnya yang lazim diterima mencakup Perda-Perda. 24 2 Hukum. Hukum atau law adalah: Aturan yang bersifat membatasi dan melarang. Tujuannya adalah untuk menciptakan ketertiban publik. Khasanah hukum biasanya mencakup pidana, perdata, tata negara, dan hukum khusus, termasuk di dalamnya hukum penindakan korupsi dan hukum militer. Hal ikhwal hukum wajarnya berkenaan dengan keputusan-keputusan hukum, yang terdiri dari: keputusan mediasi atau keputusan kesepakatan di antara pihak yang bersengketa; keputusan pengadilan atau keputusan yang ditetapkan oleh hakim melalui proses keadilan, dan; keputusan judisial atau keputusan oleh lembaga yang berada di atas lembaga pembuat keputusan pengadilan, misalnya Mahkamah Agung. 25 3 Regulasi. Bentuk ketiga kebijakan formal adalah regulasi. Regulasi berkenaan dengan alokasi asset dan kekuasaan negara oleh Pemerintah -sebagai wakil lembaga negara- kepada pihak non- pemerintah, termasuk di dalamnya lembaga bisnis dan nirlaba. Regulasi yang bersifat umum adalah pemberian izin atau lisensi kepada suatu organisasi bisnis atau kemasyarakatannirlaba untuk menyelenggarakan misi menjadi bagian untuk membangun masyarakat. 26 Namun demikian, ada kebijakan regulasi yang bersifat khusus, yaitu regulasi yang berkenaan dengan tiga isu: a Ada aset negara yang dikelola lembaga bisnis, b Berupa infrastruktur publik atau utilitas yang bersifat publik atau inklusif yang menghasilkan monopoli termasuk duopoli atau oligopoli maupun monopoli, 24 Ibid., h. 10. 25 Riant Nugroho, Public Policy, h. 141. 26 Riant Nugroho, op.cit., h. 15. c Atau karena keberadaannya memerlukan adanya monopoli termasuk duopoli atau oligopoli yang bersifat alami. 27 b. Kebiasaan umum lembaga publik yang telah diterima bersama konvensi Bentuk kedua dari kebijakan publik adalah konvensi atau kebiasaan atau kesepakatan umum. Kebijakan ini biasanya ditumbuhkan dari proses manajemen organisasi publik, contohnya upacara rutin, SOP-SOP tidak tertulis, atau tertulis tetapi tidak diformalkan. Ada konvensi yang ditumbuhkan dari aktor organisasi publik, misalnya Pidato Presiden setiap tanggal 16 Agustus. Selain itu, ada konvensi yang ditumbuhkan dari publik, contohnya selamatan 17 Agustus, selamatan atas kejadian yang berkenaan dengan kelembagaan publik. 28 c. Pernyataan pejabat publik dalam forum publik Bentuk ketiga adalah pernyataan pejabat publik di depan publik. Pernyataan pejabat publik harus dan selalu mewakili lembaga publik yang diwakili atau dipimpinnya. Dengan demikian, setiap pejabat publik harus bijaksana dalam mengemukakan pernyataan-pernyataan yang berkenaan dengan tugas dan kewenangan dari lembaga publik yang diwakilinya. 29 d. Perilaku pejabat publik Bentuk keempat adalah perilaku atau gesture atau gerik-mimik- gaya dari pejabat publik. Kebijakan publik jenis ini merupakan bentuk kebijakan yang paling jarang diangkat sebagai isu kebijakan. Padahal, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia, pada praktiknya, perilaku pejabat publik akan ditiru rakyat. 30 27 Ibid. 28 Ibid., h. 18. 29 Ibid., h. 19. 30 Riant Nugroho, op.cit., h. 149.