Tujuan Kebijakan Publik Kebijakan Publik

Setiap negara, terutama pemerintahan, sebagai pemegang kekuasaan, berkehendak untuk dapat mengendalikan rakyat. 44 Pendidikan merupakan di antara bagian dari politik dan kebijakan publik. Para pembuat kebijakan publik, yaitu pejabat publik merupakan bagian dari politik. Mereka merupakan hasil dari aktivitas politik. Maka, kebijakan publik dalam bidang pendidikan merupakan hasil dari kegiatan politik. Hubungan antara pendidikan dan politik juga dapat dilacak dalam sejarah Islam sejak masa pertumbuhan paling subur dalam lembaga pendidikan Islam, semacam madrasah. Sepanjang sejarah, terdapat hubungan amat erat antara pendidikan dan politik. Kenyataan ini, misalnya, dapat dilihat dari pendirian banyak madrasah di Timur Tengah yang disponsori penguasa politik. Contoh paling terkenal adalah Madrasah Nizamiyah di Baghdad yang didirikan sekitar 1064 oleh Wazir Dinasti Saljuk, Nizam al-Mulk; di madrasah ini terkenal bahwa pemikir dan ulama besar, al-Ghazali, pernah menjadi guru besar. 45

C. Kebijakan Pendidikan Keagamaan Islam di Indonesia

Memperhatikan definisi kebijakan publik pada pembahasan sebelumnya, yakni keputusan negara atau pemerintah sebagai strategi untuk mencapai cita- cita negara. Cita-cita Indonesia sebagaimana dalam pembukaan UUD Negara RI 1945 di antaranya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian, memperhatikan definisi pendidikan keagamaan dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan keagamaan adalah berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya danatau menjadi ahli ilmu agama, maka dapat diartikan bahwa kebijakan pendidikan keagamaan Islam adalah keputusan negara atau pemerintah berkaitan untuk mempersiapkan 44 Ibid., h. 27-28. 45 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, Edisi I, Jakarta: Kencana, 2012, Cet. I, h. 69. peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama Islam danatau menjadi ahli ilmu agama Islam. Kebijakan pendidikan keagamaan Islam di Indonesia mengalami dinamika yang luar biasa mengalami tantangan. Dinamika dan perubahan itu dapat dilihat dalam sejarah Indonesia, yaitu: masa penjajahan, pascakemerdekaan yang terdiri dari: masa pemerintahan orde lama, masa pemerintahan orde baru, dan masa pemerintahan orde reformasi.

1. Kebijakan Pendidikan Keagamaan Islam pada Masa Kolonial

Belanda. Pada akhir abad ke-16 1596 organisasi perusahaan dagang Belanda VOC merapatkan kapalnya di pelabuhan Banten, Jawa Barat. Maksudnya semula untuk berdagang, namun kemudian haluannya berubah untuk menguasai kepulauan Indonesia. 46 Ketika bangsa Belanda pertama kali menginjakkan kakinya di Nusantara yang dimulai dengan melakukan monopoli kegiatan perniagaan di bawah sebuah badan bernama VOC Verenigde Oost Indische Compagnie, tahun 1602-1799 lalu diikuti masa penjajahan pemerintahan kolonial Belanda mulai tahun 1799, tidak dapat disangkal, bahwa kegiatan dan misi keagamaan golongan Kristen telah jalan barsama, baik dilakukan oleh pejabat VOC atau pejabat pemerintahan kolonial, oleh Zendig Kristen Protestan dan Misionaris Katolik. 47 Pemerintahan kolonial Belanda pada masa penjajahannya dalam mengkristenkan penduduk pribumi terlihat dari kebijakan pemerintahan kolonial Belanda. Kegiatan Zendig dan Misionaris yang telah berjaya di masa VOC semakin leluasa menancapkan kukunya di beberapa kawasan Indonesia Timur. Juga di kawasan Barat. 48 46 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002, Cet. II, h. 192. 47 Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari Masa ke Masa, Jakarta: Yayasan Ngali Penamadani, 2010, Cet. I, h. 49. 48 Ibid., h. 51. Ketika mulai memikirkan, merencanakan, dan mencari model pendidikan bagi penduduk pribumi, pejabat dan pemerintah kolonial Belanda, lebih memilih sekolah-sekolah yang didirikan oleh Zendig dan Misionaris untuk diadopsi menjadi model pendidikan bagi penduduk pribumi. Mereka tidak menjadikan sistem pendidikan pesantrendiniyah dan madrasah sebagai model, karena mereka menilai sistem pendidikan pesantrendiniyah dan madrasah terlalu buruk. Di dalamnya hanya diajarkan agama, bahasa Arab, dan al- Qur‟an. Di pesantren dan madrasah tidak diperkenalkan huruf latin. Guru-gurunya pun tidak bisa membaca dan menulis huruf Latin. Padahal, sekolah-sekolah Zendig dan Misionaris, pendidikannya juga agama dan guru-gurunya juga tidak profesional di bidang pendidikan, melainkan pendeta dari tamatan lembaga pendidikan keagamaan Kristen. 49 Berdasarkan hal tersebut, menurut Marwan Saridjo, “Terlihat bahwa alasan menolak untuk mengadopsi pesantren dan madrasah sebagai bentuk dan model pendidikan penduduk pribumi, di samping alasan teknis adalah alasan politik dan alasan keagamaan. ” 50 Pada tahun 1882 M, pemerintah Belanda membentuk suatu badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang disebut Pristerraden. Atas nasihat dari badan inilah maka pada tahun 1905 M, pemerintah mengeluarkan peraturan yang isinya bahwa orang yang memberikan pengajaran harus minta izin lebih dahulu, 51 kebijakan ini disebut Ordonansi Guru tahun 1905. Selanjutnya, pada perkembangan berikutnya Ordonansi Guru tahun 1905 itu akhirnya dicabut karena dianggap tidak relevan lagi. 52 Maka, pada tahun 1925 M, pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih ketat lagi terhadap pendidikan agama Islam, yaitu tidak semua orang Kyai boleh 49 Ibid., h. 52. 50 Ibid., h. 53. 51 Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004, Cet. VII, h. 149. 52 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007, Cet. I, h. 35.