c Atau karena keberadaannya memerlukan adanya
monopoli termasuk duopoli atau oligopoli yang bersifat alami.
27
b. Kebiasaan umum lembaga publik yang telah diterima bersama konvensi
Bentuk kedua dari kebijakan publik adalah konvensi atau kebiasaan atau kesepakatan umum. Kebijakan ini biasanya
ditumbuhkan dari proses manajemen organisasi publik, contohnya upacara rutin, SOP-SOP tidak tertulis, atau tertulis tetapi tidak
diformalkan. Ada konvensi yang ditumbuhkan dari aktor organisasi publik, misalnya Pidato Presiden setiap tanggal 16 Agustus. Selain
itu, ada konvensi yang ditumbuhkan dari publik, contohnya selamatan 17 Agustus, selamatan atas kejadian yang berkenaan
dengan kelembagaan publik.
28
c. Pernyataan pejabat publik dalam forum publik Bentuk ketiga adalah pernyataan pejabat publik di depan publik.
Pernyataan pejabat publik harus dan selalu mewakili lembaga publik yang diwakili atau dipimpinnya. Dengan demikian, setiap pejabat
publik harus bijaksana dalam mengemukakan pernyataan-pernyataan yang berkenaan dengan tugas dan kewenangan dari lembaga publik
yang diwakilinya.
29
d. Perilaku pejabat publik Bentuk keempat adalah perilaku atau gesture atau gerik-mimik-
gaya dari pejabat publik. Kebijakan publik jenis ini merupakan bentuk kebijakan yang paling jarang diangkat sebagai isu kebijakan.
Padahal, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia, pada praktiknya, perilaku pejabat publik akan ditiru rakyat.
30
27
Ibid.
28
Ibid., h. 18.
29
Ibid., h. 19.
30
Riant Nugroho, op.cit., h. 149.
4. Tingkatan Kebijakan Publik
Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H, menyebutkan bahwa kebijakan publik memiliki tingkatan-tingkatan, yaitu:
a. Lingkup Nasional 1. Kebijakan Nasional
Kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional. Wewenang dari MPR, dan
Presiden bersama-sama dengan DPR. Bentuk dari kebijakan ini, yaitu: UUD,TAP MPR, UU, PERPU.
2. Kebijakan Umum Kebijakan Presiden sebagai pelaksana UUD, TAP MPR, UU.
Kebijakan ini guna mencapai tujuan nasional. Wewenang dari Presiden. Bentuk dari kebijakan ini, yaitu: PP, KEPPRES,
INPRES.
3. Kebijakan Pelaksanaan Penjabaran dari kebijakan umum sebagai strategi pelaksanaan
tugas di bidang tertentu. Wewenang dari menteri pejabat setingkat menteri dan pimpinan LPND Lembaga Pemerintah
Non Departemen. Bentuk dari kebijakan ini, yaitu: Peraturan, Keputusan, Instruksi Pejabat tertentu.
31
b. Lingkup WilayahDaerah 1. Kebijakan Umum
Kebijakan Pemerintah Daerah sebagai pelaksanaan asas Desentralisasi dalam rangka mengatur urusan Rumah Tangga
Daerah. Wewenang dari Kepala Daerah bersama DPRD. Bentuk dari kebijakan ini, yaitu: PERDA.
2. Kebijakan Pelaksanaan Wewenang dari Kepala Daerah atau Kepala Wilayah. Bentuk
dari kebijakan ini, yaitu: Keputusan Kepala Daerah dan Instruksi Kepala Daerah, atau Keputusan Kepala Wilayah dan
Instruksi Kepala Wilayah.
32
Tingkatan kebijakan publik di atas, menurut Riant Nugroho merupakan model Kontinentalis yang merupakan warisan Belanda saat
masa penjajahannya di Indonesia. Tingkatan peraturan perundang- undangan tersebut masih dianut Indonesia hingga sekarang. Model
Kontinental dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
31
Tri Widodo Wahyu Utomo, Pengantar Kebijakan Publik Introduction to Public Policy, Bandung: STIA LAN Bandung, 1999, h. 9.
32
Ibid., h. 10.
a. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum, atau mendasar, yang lazim diterima mencakup UUD, TAP MPR, UUPerpu.
b. Kebijakan publik yang bersifat messo atau menengah, atau penjelas pelaksanaan yang lazim diterima mencakup PP dan
Perpres. c. Kebijakan publik yang bersifat mikro adalah kebijakan yang
mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan di atasnya yang lazim diterima mencakup Perda-Perda.
33
Model Kontinentalis yang masih dianut Indonesia tersebut mengakibatkan kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah berbentuk
top down. Artinya, sebuah kebijakan dapat full implemented setelah sekian banyak kebijakan pelaksanaannya siap, misalnya, UU Sisdiknas
2003. Kebijakan ini mengamanatkan perlunya dua undang-undang dan lebih kurang dua belas PP sebagai penerjemahan kebijakan di atas, di
antaranya tentang standardisasi pendidikan, hak-hak anak didik, peran swasta dalam pendidikan, dan otonomi pendidikan.
34
5. Tujuan Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah keputusan otoritas negara yang mempunyai tujuan untuk mengatur kehidupan bersama. Tujuan dari kebijakan publik
dapat dibedakan dari sisi sumberdaya atau risorsis, yaitu antara kebijakan publik yang bertujuan men-distribusi sumberdaya negara dan yang
bertujuan menyerap sumberdaya negara. Jadi, pemahaman pertama adalah absorbtif versus distributif.
35
Kebijakan absorbtif adalah kebijakan yang menyerap sumberdaya, terutama sumberdaya ekonomi dalam masyarakat untuk dijadikan modal
atau biaya untuk mencapai tujuan bersama. Termasuk di dalamnya adalah kebijakan perpajakan. Kebijakan distributif, yaitu kebijakan yang
secara langsung atau tidak langsung alokasi sumberdaya-sumberdaya material maupun non material ke seluruh masyarakat. Kebijakan
33
Riant Nugroho, op.cit., h. 138.
34
Ibid., h. 55.
35
Ibid.,, h. 153.
distributif murni, misalnya kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan dari daerah untuk menguasai dan mengelola sejumlah
sumberdaya.
36
Kedua dari tujuan kebijakan publik adalah regulatif versus deregulatif. Kebijakan regulatif bersifat mengatur dan membatasi, seperti
kebijakan tarif, kebijakan pengadaan barang dan jasa, kebijakan HAM, kebijakan proteksi industri, dan sebagainya. Kebijakan deregulatif
bersifat membebaskan,
seperti kebijakan
privatisasi kebijakan
penghapusan tarif, dan kebijakan pencabutan daftar negatif investasi.
37
Ketiga dari tujuan kebijakan publik adalah dinamisasi versus stabilisasi. Kebijakan dinamisasi adalah kebijakan yang bersifat
menggerakkan sumberdaya nasion untuk mencapai kemajuan tertentu yang dikehendaki. Misalnya, kebijakan desentralisasi, kebijakan zona
industri eksklusif, dan lain-lain. Kebijakan stabilisasi bersifat mengerem dinamika yang terlalu cepat agar tidak merusak sistem yang ada, baik
sistem politik, keamanan, ekonomi, dan sosial.
38
Keempat dari tujuan kebijakan publik adalah memperkuat negara versus memperkuat pasar. Kebijakan yang memperkuat negara adalah
kebijakan-kebijakan yang mendorong lebih besar peran negara sementara kebijakan memperkuat pasar atau publik adalah kebijakan yang
mendorong lebih besar peran publik atau mekanisme pasar daripada peran negara. Kebijakan memperkuat negara, misalnya kebijakan tentang
pendidikan nasional yang menjadikan negara sebagai pelaku utama pendidikan nasional daripada publik. Kebijakan yang memperkuat pasar,
misalnya kebijakan privatisasi BUMN, kebijakan perseroan terbatas, dan lain-lain.
39
36
Ibid., h. 153-154.
37
Ibid., h. 154.
38
Ibid.
39
Ibid., h. 154-155.
B. Hubungan Politik, Kebijakan Publik, dan Pendidikan
Setiap sistem politik membuat kebijakan publik. Bahkan dapat dikatakan bahwa produk utama dari sistem dan proses politik adalah kebijakan publik.
40
Politik berasal dari kata Yunani, yaitu Politea dan diperkenalkan pertama kali oleh Plato 347 SM dengan makna hal ikhwal mengenai negara dan
dikembangkan oleh muridnya Aristoteles 322 SM yang memahami politik sebagai seni mengatur dan mengurus negara. Ini merupakan makna pertama
tentang politik. Di sini politik kemudian dipahami sebagai kegiatan suatu sistem politik atau negara untuk mencapai tujuan bersama. Pemahaman ini
menjadi pemahaman yang paling universal, termasuk di antaranya untuk memahami kebijakan-kebijakan tertentu sebagai upaya merealisasikan tujuan
tersebut.
41
Selanjutnya, pemahaman politik berkembang menjadi struggle for power. Pemahaman kedua ini banyak dipergunakan untuk memahami
perilaku animalis dari para elit politik, dibandingkan pemahaman pertama yang melihat politik sebagai sebuah proses menuju tujuan yang telah
ditetapkan bersama.
42
Negara adalah sebuah entitas politik yang bersifat formal yang mempunyai minimal lima komponen utama. Pertama, komponen lembaga-
lembaga negara. Kedua, komponen rakyat sebagai warga negara. Ketiga, wilayah yang diakui kedaulatannya. Keempat, komponen kebijakan publik.
43
Setiap negara modern dipastikan mempunyai konstitusi, peraturan perundangan, keputusan kebijakan sebagai aturan main hidup bersama.
Negara tanpa komponen kebijakan publik ini menjadi negara gagal, karena kehidupan bersama diatur oleh seseorang atau sekelompok orang saja, yang
bekerja seperti tiran dengan tujuan memuaskan kepentingan diri danatau kelompoknya saja. Pada dimensi kebijakan publik inilah, kita memulai
pemahaman tentang arti penting kebijakan publik pada konteks makro negara.
40
Samodra Wibawa, Politik Perumusan Kebijakan Publik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011, Cet. I, h. 1.
41
Tilaar, op.cit., h. 260.
42
Ibid., h. 262.
43
Riant Nugroho, op.cit., h. 26-27.