9
Pada prinsipnya teori keagenan menjelaskan bagaimana menyelesaikan konflik kepentingan antara para pihak dan stakeholder dalam kegiatan bisnis yang
berdampak merugikan Emirzon, 2007. Untuk menghindarkan konflik, kerugian, diperlukan prinsip-prinsip dasar pengelolaan perusahaan yang baik atau good
corporate governance.
2.1.2 Teori Sinyal Signaling Theory
Konsep teori sinyal dan asimetri informasi sangat berkaitan erat dimana teori asimetri informasi terjadi ketika pihak-pihak yang berkaitan dengan
perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan risiko perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan
dengan pihak lainnya. Manajer biasanya mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan dengan pihak luar seperti investor sehingga terjadi asimetri
informasi antara manajer dan investor. Investor yang merasa mempunyai informasi sedikit, akan berusaha menginterpretasikan perilaku manajer.
Perilaku manajer dalam hal menentukan struktur modal bisa dianggap sebagai sinyal oleh pihak luar investor. Kurangnya informasi pihak luar
mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Menurut Mamduh 2004 menyatakan
bahwa “perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi informasi asimetri. Upaya untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan
memberikan sinyal pada pihak luar termasuk investor”. Teori sinyal mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan
memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa
10
informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi
lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Informasi berupa pengungkapan tanggung jawab sosial yang dipublikasikan
diharapkan dapat menjadi sinyal positif yang dapat diberikan perusahaan guna menarik minat para investor untuk berinvestasi karena melalui pengungkapan
tanggung jawab sosial tersebut diperlihatkan bahwa perusahaan telah menunjukkan suatu pertanggung jawaban terhadap lingkungan sekitar dimana ia
beroperasi.
2.1.3 Manajemen Laba 2.1.3.1 Definisi Manajemen Laba
Manajemen laba earning management menurut Schipper dalam Wild, et al. 2008 didefinisi sebagai intervensi manajemen dengan sengaja dalam proses
penentuan laba, biasanya untuk memenuhi tujuan pribadi. Terlebih lagi, manajemen sebagai pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan
lebih cepat, lebih banyak, dan lebih valid daripada pemegang saham asymmetric information sehingga memungkinkan manajemen melakukan praktek akuntansi
dengan berorientasi pada angka laba, yang dapat menciptakan kesan prestasi tertentu.
Scott 2009 membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik
manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak
utang dan political costs Oportunistic Earning Management. Kedua, dengan
11
memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting Efficient Earning Management, dimana manajemen laba memberi manajer suatu
fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat
dalam kontrak.
2.1.3.2 Insentif Manajemen Laba
Banyak alasan melakukan manajemen laba, termasuk meningkatkan kompensasi manajer yang terkait dengan laba yang dilaporkan, meningkatkan
harga saham, dan usaha mendapatkan subsidi pemerintah. Dalam Wild, et al. 2008 dipaparkan sejumlah insentif utama untuk melakukan manajemen laba
adalah sebagai berikut. a. Insentif perjanjian.
Banyak perjanjian yang menggunakan angka akuntansi. Misalnya perjanjian kompensasi manajer biasanya mencakup bonus berdasarkan laba. Perjanjian
bonus biasanya memiliki batas atas dan bawah, artinya manajer tidak mendapat bonus jika laba lebih rendah dari batas bawah dan tidak
mendapatkan bonus saat laba lebih tinggi dari batas atas. Hal ini berarti manajer memiliki insentif untuk meningkatkan atau mengurangi laba
berdasarkan tingkat laba yang belum diubah terkait dengan batas atas dan bawah.
b. Dampak harga saham Potensi dampak harga saham misalnya manajer dapat meningkatkan laba
untuk menaikkan harga saham perusahaan sementara sepanjang satu kejadian
12
tertentu seperti merger yang akan dilakukan atau penawaran surat berharga, atau rencana menjual saham atau melaksanakan opsi. Manajer juga
melakukan perataan laba untuk menurunkan persepsi pasar akan risiko dan menurunkan biaya modal.
c. Insentif lain. Terdapat beberapa alasan manajemen laba lainnya. Laba seringkali
diturunkan untuk menghindari biaya politik dan penelitian yang dilakukan badan pemerintah. Selain itu, perusahaan dapat menurunkan laba untuk
memperoleh keuntungan dari pemerintah, misalnya subsidi atau proteksi dari persaingan asing. Perusahaan juga menurunkan laba untuk mengelakkan
permintaan serikat buruh. Salah satu insentif lain adalah perubahan manajemen yang sering menyebabkan big bath karena beberapa alasan.
Pertama, melemparkan kesalahan pada manajer yang berwenang. Kedua, sebagai tanda bahwa manajer baru harus membuat keputusan tegas untuk
memperbaiki perusahaan. Ketiga, dan yang terpenting, yaitu memberikan kemungkinan dilakukannya peningkatan laba di masa depan.
2.1.3.3 Strategi Pelaksanaan Manajemen Laba
Dalam pelaksanaan aktivitas manajemen laba, manajemen memiliki beberapa strategi dalam melaksanakan praktek ini. Dalam Wild, et al. 2008,
dijelaskan tiga jenis strategi manajemen laba yaitu : a. Meningkatkan laba increasing income
Cara ini dilakukan dengan meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik. Peningkatan laba juga
13
dimungkinkan selama beberapa periode. Pada skenario pertumbuhan, akrual pembalik lebih kecil dibandingkan akrual kini sehingga dapat meningkatkan
laba. Kasus yang terjadi adalah perusahaan dapat melaporkan laba yang lebih tinggi berdasarkan manajemen laba yang agresif sepanjang periode waktu
yang panjang. Selain itu, perusahaan dapat melakukan manajemen untuk meningkatkan laba selama beberapa tahun dan kemudian membalik akrual
sekaligus pada satu saat pembebanan. Pembebanan satu saat ini sering kali dilaporkan “di bawah laba bersih” below the line sehingga dipandang tidak
terlalu relevan. b. Mandi besar big bath
Strategi big bath dilakukan melalui penghapusan sebanyak mungkin pada satu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja yang
buruk seringkali pada masa resesi dimana perusahaan lain juga melaporkan laba yang buruk atau peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa
seperti perubahan manajemen, merger, atau restrukturisasi. Strategi ini juga seringkali dilakukan setelah strategi peningkatan laba pada periode
sebelumnya. Karena sifat big bath yang tidak biasa dan tidak berulang, pemakai cenderung tidak memperhatikan dampak keuangannya. Hal ini
memberikan kesempatan untuk menghapus semua hal buruk di masa lalu dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan laba di masa depan.
c. Perataan laba Income smoothing Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. Pada strategi ini,
manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk
14
mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak melaporkan bagian laba pada periode baik dengan menciptakan cadangan atau “bank”
laba dan kemudian melaporkan laba ini saat periode buruk. Banyak perusahaan menggunakan bentuk manajemen laba ini.
Praktek manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen ini dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring untuk menyelaraskan
ketidaksejajaran kepentingan pemilik dan manajemen. Mekanisme yang dianggap dapat digunakan untuk membatasi tindakan tersebut adalah mekanisme good
corporate governance.
2.1.3.4 Pengukuran Manajemen Laba
Dechow et al 1995 telah mengevaluasi beberapa model untuk mendeteksi dan mengukur manajemen laba berdasarkan akrual. Berbagai model tersebut
adalah : 1. Model Healy
Healy 1985 menguji manajemen laba dengan membandingkan rata-rata total akrual diskala dengan lag total aset antara variabel yang merupakan bagian
manajemen laba. Model Healy dirumuskan sebagai berikut : ���
�
= ��
�
� dimana :
NDA = estimasi nondiscretionary accrual TA = total akrual yang diskala dengan lag total aset
15
T = t merupakan tahun subscript untuk tahun-tahun yang termasuk dalam periode estimasi
τ = tahun subscript yang menunjukkan suatu tahun dalam periode berjalan.
2. Model DeAngelo DeAngelo 1986 menguji manajemen laba dengan memperhitungkan
perbedaan pertama dalam total akrual, serta mengasumsikan bahwa perbedaan pertama mempunyai suatu nilai ekspektasi nol di bawah hipotesis
nol yaitu tidak adanya manajemen laba. Nondiscretionary accrual berdasarkan model DeAngelo dirumuskan sebagai berikut:
NDAt=TAt-1 3. Model Jones
Model Jones 1991 berusaha untuk mengontrol dampak perubahan ekonomi perusahaan terhadap nondiscretionary accrual. Model Jones untuk
nondiscretionary accrual dirumuskan sebagai berikut : NDAt = α11At-1 + α 2ΔREVt+ α 3PPEt
dimana : ΔREVt= pendapatan tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1 yang diskala oleh
total aset pada tahun t-1 PPEt = peralatan dan properti pabrik tahun t yang diskala dengan total aset
pada tahun t-1 At-1 = total aset pada t-1
α 1, α 2, α 3 = parameter spesifik perusahaan
16
4. Model Industri Model industri berasumsi bahwa variasi-variasi yang terdapat dalam faktor-
faktor penentu nondiscretionary accrual biasa terjadi pada perusahaan- perusahaan dalam industri yang sama. Model industri untuk nondiscretionary
accrual dirumuskan sebagai berikut : NDA t = γ 1 + γ 2 median t TAt
dimana : median t TAt = nilai median dari total akrual yang diskala dengan lag aset
untuk semua perusahaan non sample, yang sama dengan 2 digit kode SIC. γ 1, γ 1 = parameter spesifik perusahaan
5. Model Jones yang Dimodifikasi Model Jones yang dimodifikasi oleh Dechow, Sloan, dan Sweeney 1995
dirancang untuk mengurangi kecenderungan terjadinya kesalahan model Jones, ketika discretionary diterapkan pada pendapatan. Perubahan
pendapatan disesuaikan dengan perubahan piutang, karena dalam pendapatan atas penjualan sudah tentu ada yang berasal dari penjualan secara
kredit.Pengurangan terhadap nilai piutang untuk menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima benar-benar merupakan pendapatan bersih
Dechow et al, 1995. Seperti yang dilakukan Jones 1991, perhitungan dilakukan dengan :
a. Mengukur total accrual dengan menggunakan model Jones yang dimodifikasi.
17
Total Accrual TAC = laba bersih setelah pajak net income – arus kas operasi cash flow from operating
b. Menghitung nilai accruals yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS Ordinary Least Square:
TAC
t
A
t-1
= α
1
1 A
t-1
+ α
2
ΔREV
t
- ΔREC
t
A
t-1
+ α
3
PPE
t
A
t-1
+e Dimana
TAC
t
: total accruals perusahaan i pada periode t A
t-1
: total aset untuk sampel perusahaan i pada akhit tahun t-1 REV
t
: perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t REC
t
: perubahan piutang perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t PPE
t
:aktiva tetap perusahaan tahun t c. Menghitung nondiscretionary accruals model NDA adalah sebagai
berikut: NDAt = α
1
1 A
t-1
+ α
2
ΔREV
t
- ΔREC
t
A
t-1
+ α
3
PPE
t
A
t-1
Dimana NDAt : nondiscretionary accruals pada tahun t
α : fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan total accruals
d. Menghitung discretionary accruals DACt : TAC
t
A
t-1
- NDA
t
Dimana DACt : discretionary accruals perusahaan i pada periode t
18
2.1.4 Good Corporate Governance
2.1.4.1 Definisi Good Corporate Governance
Good corporate governance merupakan suatu aturan sistem dan seperangkat aturan mengenai pengelolaan perusahaan yang perlu diterapkan pada
setiap perusahaan dan mengatur hubungan antara pihak yang berkepentingan dalam perusahaan. Good corporate gorvernance dimaksudkan untuk mengatur
hubungan-hubungan antara pihak-pihak yang berkepentingan ini dalam rangka mencapai tujuan perusahaan dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan
signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan- kesalahan yang terjadi dapat di perbaiki dengan segera.
Menurut Cadbury 1922 dalam Agoes dan Ardana, 2013, “Good corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka”. Good corporate governance adalah sistem dan struktur untuk mengelola
perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham stakeholder’s value serta mengalokasikan berbagai pihak yang berkepentingan dengan
perusahaan seperti kreditor, supplier, asosiasi usaha, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat luas Tangkilisan, 2003.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa good corporate governance merupakan suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis
tentang peran dewan komisaris, dewan direksi, pemegang saham, dan para
19
stakeholder lainnya untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholder lainnya. Pelaksanaan good corporate governance dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan cara
meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan komisaris dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri
dan umumnya good corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan investor.
2.1.4.2 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Komitmen dari seluruh jajaran pengurus perusahaan hingga pegawai yang terendah untuk melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam good corporate
governance merupakan faktor penentu terlaksananya good corporate governance dalam perusahaan, maka dari itu seluruh karyawan wajib untuk menjunjung tinggi
prinsip good corporate governance. National Committee on Governance 2006 dalam Agoes dan Ardana, 2013 mengemukakan lima prinsip good gorporate
governance yaitu: Transparansi Transparancy, Akuntabilitas Accountability, Tanggung jawab Responsibility, Independensi Independency dan Kesetaraan
Fairness. 1. Transparansi Transparancy
Transparansi adalah adanya pengungkapan suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, dan jelas serta dapat dibandingkan dengan keadaan yang
menyangkut tentang keuangan, pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan. Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan
20
mudah dipahami untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lain.
2. Akuntabilitas Accountability Akuntabilitas dimaksudkan sebagai prinsip dimana para pengelola
berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Akuntabilitas
menekankan pada pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara dewan komisaris, dewan direksi,
dan pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai
dengan kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain, agar perusahaan mampu
mempertanggung jawabkan kinerjanya secara jelas dan transparan kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi tersebut, karena akuntabilitas
merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Tanggung jawab Responsibility Prinsip Tanggung jawab adalah prinsip di mana para pengelola wajib
memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan
yang diberikan kepadanya. Prinsip ini menunjukkan adanya kesesuaian
21
kepatuhan di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat seta peraturan perundangan yang berlaku. Prinsip ini diwujudkan
dengan kesadaran bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggung jawab sosial,
menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang kuat.
4. Independensi Independency Prinsip Independesi atau kemandirian merupakan prinsip yang mengatur
tentang pengelolaan perusahaan secara profesional tanpa pengaruhtekanan dari pihak manapun. Upaya melancarkan asas good corporate governance
dilakukan dengan mengelola perusahaan secara independen sehingga masing- masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain. Independensi diperlukan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul oleh para
pemegang saham mayoritas. Mekanisme ini menuntut adanya rentang kekuasaan antara komposisi komite dalam komisaris, dan pihak luar seperti
auditor. Keputusan yang dibuat dan proses yang terjadi harus objektif tidak dipengaruhi oleh kekuatan pihak-pihak tertentu.
5. Kesetaraan Fairness Prinsip kesetaraan Fairness merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi
seluruh pemegang saham. Keadilan yang diberikan merupakan perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang
saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan kesalahan
22
perilaku insider. Perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan
kesetaraan dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya.
2.1.4.3 Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance
Menurut Gunarsih 2003 dalam Hardikasari, 2011 “esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau
pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap shareholder dan pemakai kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan
peraturan yang berlaku”. Good corporate governance dapat memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif.
Beberapa manfaat penerapan good corporate governance adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
dengan lebih baik, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders, 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga
dapat lebih meningkatkan nilai perusahaan corparate value, 3. Mengurangi agency cost, yaitu biaya yang harus ditanggung pemegang
saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen, 4. Meningkatkan nilai saham perusahaan sehingga dapat meningkatkan citra
perusahaan kepada publik lebih luas dalam jangka panjang, 5. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
23
Tujuan good corporate governance adalah sebagai berikut : 1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham,
2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholder non pemegang saham,
3. Meningkatkan nilai perusahaan dan pemegang saham, 4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dewan pengurus atau board of
directors dan manajemen perusahaan, 5. Meningkatkan mutu hubungan board of directors dengan manajemen senior
perusahaan.
2.1.4.4 Implementasi Good Corporate Governance
Implementasi terhadap prinsip-prinsip good corporate governance di Indonesia telah diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan. Peraturan
dan undang-undang berupaya untuk mendorong berbagai perusahaan untuk melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance dalam melakukan
kegiatan operasional perusahaan tersebut. Dalam Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117M-MBU2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan
Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara, menekankan kewajiban bagi BUMN untuk menerapkan good corporate
governance secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-prinsip good corporate governance sebagai landasan operasionalnya, yang pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
24
kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturan perundang- undangan dan nilai-nilai etika.
Pelaksanaan prinsip Transparansi Transparancy dilakukan agar perusahaan senantiasa menjaga dan meningkatkan pengungkapan suatu informasi
yang terbuka, tepat waktu, dan jelas serta dapat dibandingkan dengan keadaan yang menyangkut tentang keuangan dan informasi non keuangan. Akuntabilitas
Accountablity dengan menekankan pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan
pemegang saham yang meliputi monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan
kepentingan pemegang saham dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Tanggung jawab Responsibility untuk menunjukkan adanya kesesuaian kepatuhan di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat seta peraturan perundangan yang berlaku.
Independensi Independency dilakukan agar perusahaan dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi
dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain serta untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul oleh para pemegang saham
mayoritas. Pelaksanaan kesetaraan Fairness dilakukan agar perusahaan
senantiasa memberikan perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dari
kecurangan, dan kesalahan perilaku insider. Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dilakukan agar menghasilkan kinerja yang efektif dan
25
efisien dalam suatu perusahaan. Menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien dibutuhkan suatu bentuk komitmen dan kesadaran penuh dari seluruh jajaran
organ perusahaan untuk menjalankan kegiatan perusahaan berdasarkan sistem tata kelola perusahaan yang baik.
2.1.5 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh institusi Beiner et al dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007.
Kemampuan manajer perusahaan untuk mengelola laba secara oportunistik dapat dibatasi oleh efektivitas pengawasan oleh para shareholder khususnya investor
institusional. Kepemilikan institusional diukur sebagai persentase saham yang dimiliki
oleh lembaga yang diungkapkan dalam laporan keuangan tahunan. Adanya kepemilikan saham institusional dalam perusahaan dapat membantu untuk
meningkatkan pembiayaan jangka panjang dengan biaya yang menguntungkan. Para investor institusional bertindak sebagai sumber utang jangka panjang karena
mereka bersedia memberi pinjaman kepada perusahaan yang membutuhkan dana. Para investor institusional dapat berfungsi sebagai perangkat pemantauan yang
efektif atas keputusan-keputusan strategis perusahaan. Melalui mekanisme kepemilikan institusional, efektivitas pengelolaan
sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba. Kepemilikan institusional
memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif.
26
2.1.6 Komite Audit