12
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Salah satu karakteristik bahan pangan adalah mudah sekali mengalami kerusakan yang disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme. Senyawa
antimikroba ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk menghindari kerusakan ataupun penurunan mutu bahan pangan akibat mikroorganisme.
Senyawa antimikroba terbuat dari bahan yang berasal dari alam ataupun buatan sintetik. Saat ini senyawa antimikroba yang banyak
ditambahkan pada makanan aditif sebagai pengawet adalah senyawa antimikroba buatan atau sintetik. Adanya peningkatan taraf hidup, dan
perubahan pola hidup, serta peningkatan pengetahuan dan kesadaran pentingnya menjaga kesehatan telah mengubah pola pikir sebagian
masyarakat untuk cenderung memilih produk pangan alami daripada produk pangan yang diawetkan dengan menggunakan pengawet sintetik. Perubahan
perilaku masyarakat tersebut mendorong banyaknya penelitian yang dilakukan untuk mencari solusi melepaskan ketergantungan terhadap
pengawet sintetik dan kembali ke alam back to nature, termasuk mencari sumber pengawetsenyawa antimikroba alami.
Indonesia adalah salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia selain Brazilia dan Tanzania Agusta, 2000. Indonesia adalah negara penghasil
rempah-rempah khas yang telah dikenal sejak dahulu kala. Rempah banyak digunakan sebagai bumbu ataupun digunakan secara tradisional untuk
pengobatan suatu penyakit dan pengawetan bahan pangan. Salah satu rempah di Indonesia yang dimanfaatkan sebagai obat terutama di Indonesia bagian
timur adalah kulit kayu mesoyi. Mesoyi merupakan salah satu dari 4000 jenis kayu di Indonesia yang
belum diketahui sifat dan kegunaannya Kartasujana dan Martawijaya, 1973. Tanaman mesoyi Cryptocaria massoia termasuk dalam famili Lauraceae.
Beberapa rempah dari famili ini yang telah lebih banyak dikenal dibandingkan mesoyi adalah kayu manis Cinnamomun burmanii dan
13 antarasa Litsea cubeba Agusta, 2000. Selain itu, bagian kayu dari rempah
yang banyak diteliti adalah kayu secang Caesalpinia sappan Linn.. Mesoyi Cryptocaria massoia merupakan pohon hutan yang terdapat
di Indonesia, terutama di Indonesia Timur. Kulit kayu merupakan bagian yang paling banyak dimanfaatkan dari tanaman mesoyi Guenther, 1972.
Kulit kayu mesoyi lebih banyak digunakan sebagai obat-obatan daripada sebagai bumbu. Kulit kayu mesoyi banyak digunakan untuk mengobati diare,
kejang, demam, TBC, sakit otot, sakit kepala, dan konstipasi kronis Lily, 1980.
Sa’roni dan Adjirni 2001 menyatakan bahwa infus kulit kayu mesoyi dosis 300 mg100 g bobot badan mempunyai efek antiinflamasi pada tikus
putih, tetapi tidak sekuat fenilbutazon kontrol dengan dosis 10 mg100 g bobot badan. Mesoyi juga diketahui sebagai rempah yang memiliki khasiat
analgetika. Pada dosis 100 mg10 g bobot badan, mesoyi memiliki efektivitas analgetik lebih besar daripada asetosal sebagai kontrol pada dosis 0.52 mg10
g bobot badan mencit Widowati dan Pudjiastuti, 2001. Diketahuinya manfaat kulit kayu mesoyi sebagai antiinflamasi dan analgetika, serta
penggunaan kulit kayu mesoyi secara empiris inilah yang menjadi dasar perlunya dilakukan penelitian lain agar pemanfaatan kulit kayu mesoyi
semakin luas. Salah satu caranya adalah dengan mempelajari aktivitas antimikroba dari kulit kayu mesoyi.
Kemampuan mempengaruhi pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh kandungan komponen bioaktif yang bersifat antimikroba di dalam suatu
bahan. Telah diketahui bahwa kandungan komponen bioaktif rempah-rempah merupakan komponen yang banyak berperan sebagai senyawa antimikroba.
Diduga kulit kayu mesoyi berpotensi sebagai salah satu sumber senyawa antimikroba alami, sehingga dapat digunakan sebagai pengawet pangan dan
dikembangkan sebagai bahan pangan fungsional. Dengan demikian nilai ekonomis kulit kayu mesoyi akan meningkat.
14
B. TUJUAN DAN SASARAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aktivitas antimikroba beberapa jenis ekstrak kulit kayu mesoyi terhadap mikroba patogen dan perusak
pangan. Sasaran yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah peningkatan pemanfaatan ekstrak kulit kayu mesoyi sebagai pengawet pangan alami dan
pengembangannya sebagai pangan fungsional.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA A. KULIT KAYU MESOYI