kepada semua yang hadir dirumah itu. Kemudian suhut atau keluarga yang ingin mengadakan pesta ini akan menyampaikan keluh kesahnya kepada harajaon dan
suhut ini akan menyampaikan akan melaksanakan pesta. Dalam hal inilah musyawarah untuk menitipkan pekerjaan kepada para keluarga, dan tetangga yang
ada dikampung itu.
5. Tahi godang
Dalam hal ini hadirlah koum sisolkot, hatobangan,harajaon, orang kaya luat dan raja panusunan bulung, dalam tahi ini juga dilaksanakan dengan
menggunakan burangir atau sirih dan dalam tahi ini disediakan makanan untuk memotong kambing karena akan melaksanakan tahi godang. Setujulah semuanya
agar dilaksanakan pesta ini termasuk harajaon dan kaum kerabat kemudian akan menentukan waktu dan siapa saja yang akan di undang yang dikatakan oleh raja
panusunan bulung, kemudian raja panusunan bulung akan menyampaikan bahwa alat untuk mengundang ini adalah haronduk panyurduan dibalut dengan abit
godang, disini akan disuruh muda-mudi membawa burangir panyurduon atau yang disebut juga dengan burangir pudun-pudun untuk menjemput raja-raja agar
datang melaksanakan kerja yang sudah di musyawarahkan.
6. Tahi haruaya mardomu bulung atau maralok-alok haruaya bulung
Setelah selesai dilaksanakan kerja tersebut datanglah semua para raja ke pesta ini, dalam hal ini semua sudah dipersiapkan yakni sudah menaikkan
gondang, disini hanya melaksanakan pesta di kedatangan raja-raja, tahi ini disebut tahi haruaya mardomu bulung atau maralok-alok haruaya bulung karena di tahi
ini semua raja-raja hadir dari semua kampung.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Semiotik
Semiotik adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia Hoed,2008:3. Secara singkat semiotik dapat dikatakan sebagai ilmu tentang
tanda. Dalam kajian sastra semiotik diartikan sebagai model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman
gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat manapun. Sastra sebagai alat komunikasi tentu mempunyai ciri tersendiri sebagai tanda yang
dapat mengkomunikasikan makna di dalamnya. Komunikasi dan ekspresi dalam sastra merupakan unsur yang tidak mungkin dihilangkan. Tindak komunikasi
dalam sastra dilambangkan dengan tanda bahasa. Semiotik menurut De Saussure berbeda dengan Peirce, De Saussure
bertolak dari linguistik. De Saussure menyebut istilah ini dengan semiologi. Persoalan utama dalam semiotik bagi De Saussure adalah masalah bahasa. Ia
berpendapat bahwa bahasa adalah sistem tanda. Pengkajian terhadap bahasa akan membantu seseorang untuk memahami struktur semua tanda.
Menurut De Saussure 1859, semiotik dibagi menjadi dua bagian dikotomi yaitu penanda signifier dan petanda signified. Penanda dilihat
sebagai bentuk atau wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang petanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan
nilai-nilai yang terkandung di dalam karya arsitektur. Ferdinand de Saussure menekankan keistimewaan tanda bahasa, hubungan antara penanda dan petanda
adalah bukanlah kesamaan, melainkan kesepadanan. Dengan demikian penanda dan petanda bukanlah urutan sekuensial, melainkan korelasi yang mempersatukan
Universitas Sumatera Utara
keduanya. Bahasa merupakan sebuah sistem tanda yang memiliki dua unsur yang tak terpisahkan, yakni penanda dan petanda sigfinier dan signified yang
hubungannya bersifat arbitrer. Menurut De Saussure, seperti dikutip Pradopo 2005:54, tanda sebagai
kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan seperti halnya selembar kertas. Di mana ada tanda di sana ada system, artinya sebuah tanda berwujud kata
atau gambar mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya yang disebut
signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang
dipresentasikan oleh aspek pertama.
Semiotik menurut Peirce berasal dari logika. Ia mengemukakan dengan
bertolak dari filsafat dan memandang semiotik sama dengan logika sebagai ilmu atau telaah tentang cara-cara bernalar. Pendekatan semiotika Pierce yang
menekankan pada jenis-jenis tanda utama yaitu ikon, indeks, simbol dapat diterapkan pula untuk mengamati gejala-gejala yang nampak dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk tanda-tanda yang dipalsukan. Pierce membagi ke dalam tiga jenis, yakni, ikon, indeks, dan symbol,
Ikon merupakan tanda yang menyatakan bahwa hubungan antara penanda dan petanda adalah hubungan persama-
ankedekatan. Indeks hubungan berupa kedekatan eksistensi, simbol merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensi.
2.3 Bahasa Sebagai Semiotik Sosial
Universitas Sumatera Utara
Menurut Halliday 1978:108 bahasa adalah suatu sistem semiotik sosial. Sistem semiotik bahasa tersebut meliputi unsur bahasa dan hubungan bahasa
dengan unsur konteks yang berada diluar bahasa sebagai konteks linguistik dan konteks sosial. Konteks sosial merupakan unsur yang mendampingi bahasa dan
merupakan wadah terbentuknya bahasa. Bahasa dan konteks sosial, tempat bahasa atau teks terbentuk juga merupakan semiotik.
Akar pandangan Halliday yang pertama adalah bahasa sebagai semiotik sosial. Hal ini berarti bahwa bentuk-bentuk bahasa mengodekan encode
representasi dunia yang dikonstruksikan secara sosial. Halliday memberi tekanan pada keberadaan konteks sosial bahasa, yakni fungsi sosial yang menentukan
bentuk bahasa dan bagaimana perkembangannya Halliday, 1978. Bahasa sebagai salah satu dari sejumlah sistem makna yang lain seperti tradisi, sistem mata
pencarian, dan sistem sopan santun secara bersama-sama membentuk budaya manusia. Halliday mencoba menghubungkan bahasa terutama dengan satu segi
yang penting bagi pengalaman manusia, yakni segi struktur sosial. Halliday selalu menegaskan bahwa bahasa adalah produk proses sosial.
Seorang anak yang belajar bahasa dalam waktu yang sama belajar sesuatu yang lain melalui bahasa, yakni membangun gambaran realitas di sekitar dan di
dalamnya. Tidak ada fenomena bahasa yang vakum sosial, tetapi ia selalu berhubungan erat dengan aspek-aspek sosial. Dalam proses sosial itu, menurut
Halliday, konstruk realitas tidak dapat dipisahkan dari konstruk sistem semantis tempat realitas itu dikodekan. Selanjutnya, Halliday 1978:1 merumuskan
bahwa language is a shared meaning potential, at once both a part of experience
Universitas Sumatera Utara
and an intersubjective interpretation of experience . Dalam komunikasi, berdasarkan pengalaman yang dimilikinya yang bersifat intersubjektif itu, masing-
masing partisipan akan menafsirkan teks yang ada. Dengan demikian, makna akan selalu bersifat ganda.
Bahasa sebagai semiotik sosial memiliki ciri khusus yang berbeda dengan semiotik umum. Bahasa terbentuk di dalam masyarakat sebagai hasil interaksi
manusia dengan alam semesta. Dengan situasi dan kondisi ini, bahasa tidak langsung berhubungan dengan alam. Dengan kata lain, tidak ada hubungan
langsung antara aspek bahasa, seperti kosakata, teks, atau tata bahasa bahasa manusia dengan alam semesta Saragih, 2012: 35.
Formulasi bahasa sebagai semiotik sosial berarti menafsirkan bahasa dalam konteks sosiokultural tempat kebudayaan itu ditafsirkan dalam terminologis
semiotis sebagai sebuah sistem informasi . Dalam level yang amat konkret, bahasa itu tidak berisi kalimat-kalimat, tetapi bahasa itu berisi teks atau wacana , yakni
pertukaran makna exchange of meaning dalam konteks interpersonal. Mengkaji bahasa hakikatnya mengkaji teks atau wacana. Konteks tuturan itu sebuah
konstruk semiotis yang memiliki sebuah bentuk yang memungkinkan partisipan memprediksikan fitur-fitur register yang berlaku untuk memahami orang lain.
Melalui tindakan pemaknaan act of meaning sehari-hari, masyarakat memerankan struktur sosial, menegaskan status dan peran yang dimilikinya, serta
menetapkan dan mentransmisikan sistem nilai dan pengetahuan yang dibagi. Kajian bahasa sebagai semiotik sosial dalam pandangan Halliday 1978:108-113
mencakup sub-subkajian: 1 teks, 2 trilogi konteks situasi medan wacana,
Universitas Sumatera Utara
pelibat wacana, dan modus wacana, 3 register, 4 kode, 5 sistem lingual, yang mencakup komponen ideasional, interpersonal, dan tekstual, serta 6
struktur sosial. Dalam pandangan Halliday, teks dimaknai secara dinamis. Teks adalah
bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi Halliday Hasan, 1992:13. Teks adalah contoh interaksi lingual tempat masyarakat
secara aktual menggunakan bahasa,apa saja yang dikatakan atau ditulis, dalam konteks yang operasional operational context yang dibedakan dari konteks
kutipan a citational context, seperti kata-kata yang didaftar dalam kamus Halliday, 1978:109. Teks berkaitan dengan apa yang secara aktual dilakukan ,
dimaknai, dan dikatakan oleh masyarakat dalam situasi yang nyata.
2.3.1 Konteks Situasi