BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Realisasi Makna Interpersonal Tradisi
Martahi Karejo Dalam Masyarakat Angkola
Bagian ini membahas tentang realisasi makna interpersonal yang terdapat pada teks hobar tradisi martahi karejo pada masyarakat Angkola yang meliputi
Subjek yakni pelaku, Predikator yakni apa yang disampaikan dan Keterangan yakni bagaimana sesuatu disampaikan dan untuk apa sesuatu disampaikan.
Berdasarkan kerangka teori yang sudah disampaikan sebelumnya, langkah selanjutnya menentukan makna konteks sosial dari masing-masing situasi dan
budaya martahi karejo pada masyarakat Angkola. Dari bentuk bahasa yang digunakan dalam tradisi martahi karejo, genre martahi karejo mengandung
pidato, dan pribahasa. Pemaknaan dilakukan terhadap masing-masing, pidato dan pribahasa. Setiap pemaknaan mengandung nilai budaya bahasa Angkola yang
penuh tanda-tanda semiotik. Pada bagian ini dijelaskan dengan rinci makna teks yang terdapat pada martahi karejo pada adat masyarakat Angkola.
Langkah selanjutnya menentukan makna teks Hobar dan makna konteks sosial dari masing-masing situasi dan budaya Martahi Karejo pada upacara
pernikahan adat masyarakat Angkola. Bentuk teks bahasa dalam tradisi Martahi Karejo, meliputi berpidato, dan berperibahasa. Pemaknaan teks dilakukan
terhadap masing-masing baris teks pidato dan peribahasa yang diujarkan mengandung nilai budaya masyarakat Angkola dan makna semiotiknya.
48
Universitas Sumatera Utara
Teks hobar pada dialog pertama acara adat perkawinan masyarakat Angkola yang direalisasikan terhadap Makna Interpersonal diantaranya adalah
sebagai berikut:
Bagian Pertama: Teks 1 : Hata ni Suhut
Bahasa Indonesia:
Permisi sepuluh, sepuluh kali permisi. Di langit yang ku junjung, di tanah yang ku pijak. Terlebih dahulu saya minta maaf mana tau ada yang kurang
lebih. Menghadap tua sahala anak raja-raja dan mora-mora. Khususnya raja Panusunan Bulung.
Disinilah kami sodorkan sirih kami: Sirih yang bagian belakangnya merah
Bagian depannya putih Jalan menyampaikan pesan
Menyampaikan yang telah dapat Inilah sirih yang kembang
Dua serangkap Agar kembang musyawarah
Seiya sekata
Jalan keluh kesah terhadap anak raja-raja dan anak mora-mora di persidangan yang mulia ini. Itulah jalan permintaan yang menyampaikan
harapan karena langkah langkah anak gadis yang ingin bertemu dengan anak namborunya.
Bahasa Mandailing: Santabi sampulu, sampulu noli marsantabi. Di langit na hu jujung, di tano
hu jojahi. Parjolo au marsantabi, ompot adong na hurang lobi. Taradop tua sahala ni anak ni raja-raja dohot anak ni na mora-mora. Sumurung lobi di
Raja Panusunan Bulung, haruaya parsilaungan, banjir paronding- ondingan, na malo sumambut lidung, patama na di angan-angan.
Dison sumurdu burangir nami, ima:
Burangir si rara huduk Sibontar adop-adop
Dalan margalas bisuk Paboahon na dung dapot
Universitas Sumatera Utara
Ima burangir na hombang Dua sarangkap
Anso hombang tahi Mardomu pokat
Pangitean ni andung dohot lidung taradop anak raja-raja dohot anak na mora-mora di parsidangan na mulia on. Ia anggo dalan ni sinta-sinta na
palalu si godang di roha ima salaho di langka-langka ni boru si nuan tunas na giot manopotkon anak namburana.
Dari teks di atas dapat dilihat Makna Interpersonal yang meliputi Subjek,
Predikator dan Keterangan. Dalam hal ini yang termasuk Subjek dari teks di atas
adalah Raja Panusunan Bulung, anak raja-raja, mora-mora, nami, anak raja, anak mora, boru, anak namboru. Subjek yang terdapat pada teks di atas
mengacu kepada keluarga yang akan mengadakan pesta adat masyarakat Angkola.
Selanjutnya yang termasuk Predikator dari teks di atas adalah Jujung, marsantabi, taradop, sumurdu, margalas, mardome pokat, na palalu, giot
manopotkon yang mengacu kepada perbuatan dan tingkah laku yang diperankan
oleh pihak yang akan meminta pertolongan kepada raja Panusunan Bulung untuk melaksanakan pesta adat pada masyarakat Angkola. Sementara yang menjadi
Keterangan dari teks di atas adalah di langit, di tano, dison, huduk, adop-adop, di parsidangan. Teks di atas digunakan pada saat pihak yang ingin mengadakan
pesta akan meminta pertolongan kepada ketua adat untuk membantu kelangsungan pesta agar dapat terlaksana dengan baik, di mana dalam teks
tersebut disampaikan oleh pihak yang ingin melaksanakan pesta yaitu Suhut yang
diartikan sebagai “tuan rumah”. Teks di atas bila dikaitkan dengan konteks masyarakat yang menunjukkan bahwa masyarakat Angkola memiliki sikap
menghormati dan menghargai para ketua adat, sehingga hubungan kekerabatan
Universitas Sumatera Utara
masih terjalin dengan baik. Masyarakat Angkola lebih mengutamakan budi pekerti dari pada rupa dan harta, karena menurut masyarakat Angkola budi pekerti
merupakan faktor pendukung utama untuk mewujudkan keselamatan dan kebahagian. Selain itu, teks di atas menunjukkan bahwa masyarakat Angkola
memiliki sikap rendah hati yang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan sangat mematuhi adat.
Teks 2: Hata ni Kahanggi Bahasa Indonesia:
Benar, permisi sepuluh kali permisi, ku jujung sepuluh jari tangan mendirikan adat. Benarlah keluh kesah suhut sihabolonan teringat di
langkah boru si nuan tunas.
Yang mengumpulkan luluk dengan simbora Campuran tembakau tali
Yang mengikuti resah hati Mencari teman sekata
Seperti itulah dirinya, mengikuti jalan, yang mengikuti janji mencari teman hidup, kalau kami kahangginya, masih seperti yang disampaikan
pribahasa.
Pekan di Kayu laut Terang hari di Tarola
Cita-cita yang di tepati Jangan sampai tejadi sesuatu
Jika sampai pada waktunya ataupun masanya, agar rendahlah bahu semua anak dari raja dan anak namora. Memenuhi dan menitipkan jiwa dan raga
untuk si boru sinuan tunas. Seperti itulah pesan yang kami sampaikan dari kahanggi.
Bahasa Mandailing: Ia bo ale tutu, santabi sampulu noli marsantabi, hu jujung do jari sampulu
pajongjong adat dohot ugari na tutu madai andung dohot holos ni suhut si habolonan, taringot di langka-langka ni boru si nuan tunas.
Universitas Sumatera Utara
Na palagut luluk dohot simbora Dongan ni timbako tali
Na paihut arsak ni roha Manjalahi dongan satahi
Songon on ma ibana, na paihut-ihut dalan, , na paihut padan ni ompunta na hinanan, manjalahi dongan matobang. Ia anggo hami kahanggina,
laing songon pandokkon ni umpama do da.
Poken di kayu laut Torang ari di tarlola
Baga-baga di pasaut Ulang nian bagi mahua
Muda dapot di tikkina sangape di masona, anso nian martoruk ni abara sude anak ni raja dohot anak ni namora. Pasaut patuluskon, ja na pasahat
pasanggalkon tu tondi dohot badan ni si godang di roha. Tar botimada sahat ni hata sian hami kahanggina.
Dari teks pidato di atas dapat dilihat Makna Interpersonal yang meliputi
Subjek, Predikator dan Keterangan. Dalam hal ini yang termasuk Subjek dari teks
di atas adalah Suhut Si Habolonan, Boru Si Nuan Tunas, Hami, anak ni Raja, ni namora
. Subjek pada teks pidato di atas mengacu pada Kahanggi yaitu saudara laki-laki dari Suhut beserta seluruh keturunannya menurut garis laki-laki, inklusif
para istri mereka, namora yaitu saudara laki-laki dari ibu, atau mertua dari Suhut,
serta seluruh keturunannya menurut garis laki-laki, inklusif istri-istri mereka.
Selanjutnya yang termasuk Predikator dari teks di atas adalah marsantabi, jujung, pajongjong, taringot, palagut, paihut, manjalahi
, paihut, manjalajahi, padokkon
, pasaut patuluskon, pasahat pasanggalkon yang mengacu kepada
perbuatan dan tingkah laku yang diperankan oleh pihak keluarga yang akan melaksanakan pesta adat. Sementara yang menjadi keterangan dari teks di atas
adalah di langka-langka, dohot simbora, songon on ma ibana, di kayu laut, di tarlola, di tikkina. Teks pidato di atas bila dikaitkan dengan konteks masyarakat
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa masyarakat Angkola masih sangat kental dengan acara kesukuan atau masih fanatik dengan adat dan menunjukkan bahwa masyarakat
Angkola memiliki sistem kekerabatan yang sangat erat .
Teks 3: Hata ni Hombar Suhut
Bahasa Indonesia:
Ku simpulkan sepuluh jari Sepuluh jari ku simpulkan
Terlebih dahulu saya minta maaf Lebih dahulu dengan sembahku
Seiring apa yang disampaikan suhut sihabolonan terhadap semua anak dari raja yang ada di parsangapan. Mengeluhkan keluh dari suhut sihabolonan
terhadap anak dari raja dan yang mora, jalan memenuhi cita-cita yang telah lama menjadi angan-angan. Karena kedekatan dengan kerabat, dan
semua teman sekampung. Seperti dalam peribahasa:
Kitalah artinya yang saling meninggikan, saling membesarkan terlebih seperti ini tempat dari boru si nuan tunas. Kami juga, hombar suhut masih
seiring menitipkan kepada anak dari raja begitu juga anak dari na mora.
Bahasa Mandailing:
Marsantabi au jolo Ima santabi sampulu
Mangido moof au jolo Parjolo dohot sombangku
Sauduran do da hata ni suhut si habolonan. Taradop sude anak ni raja na di parsangapan. Mangkoloskon lidung ni suhut si habolonan maradopkon
anak ni raja dohot ni na mora, dalan pasaut baga-baga nadung honok di angan-angan. Maradu solkot ni na markoum, boti muse dongan sahuta.
Songon pandokkon ni umpama: Baen ampagaga hurlang do da ampagaga dolok baen hita do na haduan,
hita muse do na ancogot. Hita do artina naudut mar sipanginjangan, tempel marsipagodangan. Tarlobi songon on, payahan ni sigodang ni
roha. Hami peda, hombar suhut laing na dohot ma, pasahat pasanggalkon taradop anak ni raja songon I anak ni na mora, botima.
Universitas Sumatera Utara
Dari teks peribahasa di atas dapat dilihat Makna Interpersonal yang meliputi Subjek, Predikator dan Keterangan. Subjek pada pribahasa di atas adalah
au, Suhut si habolonan, anak ni raja, na mora,hita, hami. Subjek pada pribahasa di atas mengacu pada Suhut yang mempunyai hajat pesta. Dalam hal
ini yang termasuk Predikator dari teks pribahasa di atas adalah marsantabi, mangido, mangkoloskon, maradopkon, marsipagodangan, yang mengacu
kepada perbuatan dan tingkah laku yang diperankan oleh pihak dari yang akan melaksanakan pesta adat. Sementara yang menjadi Keterangan dari teks di atas
adalah parjolo dohot sombangku, di parsangapan, songon on. Teks di atas bila
dikaitkan dengan konteks masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat Angkola memiliki tata cara yang sopan untuk meminta tolong kepada para ketua adat dan
hal tersebut dapat menjalin kekerabatan yang baik serta tradisi pada masyarakat Angkola dapat diwariskan secara turun temurun untuk memupuk rasa
persaudaraan antara masyarakat dengan warga sekampungnya. Selain itu, masyarakat Angkola memiliki sikap saling menghormati dan meninggikan kepada
para ketua adat dan warga sekampungnya.
Teks 4 : Hata ni Anak Boru
Bahasa Indonesia:
Permisi sepuluh, sepuluh kali permisi, lebih dahulu sembahku jika ada kata yang kurang lebih. Terlebih pada moraku yaitu suhut sihabolonan di bagas
godang ini begitu juga pada raja Panusunan Bulung yang menjadi pimpinan di persidangan ini dan juga anak raja dan namora.
Itulah keluh keluh kesah dari suhut sihabolonan keapada anak raja dan namora, yang dituakan, begitu juga dengan orang kaya. Benar sungguhlah itu,
seperti hokum yang dahulu, adat perilaku dari nenek moyang kita dahulu.
Universitas Sumatera Utara
Hukum yang dulu Raja yang sekarang
Adat yang dulu Tidaklah hilang sekarang
Kalau kami barisan anak boru, menambah yang kurang dan meneruskan yang ada. Kalau kami selalu mendahulukan mora. sama seperti permintaan
kami pun supaya terkabul yang tersirat di hati suhut sihabolonan. Seperti itulah yang dapat kami sampaikan dari barisan anak boru.
Bahasa Mandailing: Santabi sampulu, sampulu noli santabi, parjolo do sumbangku, ampot adong
hata na hurang lobi. Tarlobi di morangku, ima suhut sihabolonan di bagas na godang on. Songon I di raja Panusunan Bulung na manjadi uluan di
parsidangan on maradu sude anak ni raja dohot namora. Ia anggo hata ni andung dohot holos ni suhut sihabolonan maradopkon anak
ni raja dohot na mora, hatobangon, songon i dohot orang kaya. Na tama, na tupa madai. Laing na pastak pago-pago mada on, adat pangalaho ni
ompunta na robian.
Pastak na hinanan Pago-pago saonnari
Adat na hinan Na da mago saonnari
Ia hami barisan anak boru, na torjak tu pudi do, jul-jul tu jolo. Anggo hami do laing na manjuljulkon morana do. Laing sapangido do hami
sanga bia do dalan so tulus na tarsarkap di roha ni suhut sihabolonan. Boti mada hata name barisan anak boru.
Dari teks di atas dapat dilihat Makna Interpersonal yang meliputi Subjek, Predikator dan Keterangan. Dalam hal ini yang termasuk Subjek dari teks di atas
adalah Suhut Sihabolonan, raja Panusunan Bulung, ni raja, namora, hami. Subjek pada teks pidato di atas mengacu pada pihak keluarga Suhut yang
memiliki keinginan untuk mengadakan acara pesta adat yaitu anak boru yang dalam hal ini adalah saudara perempuan dari Suhut, inklusif para suami mereka,
Universitas Sumatera Utara
beserta seluruh keturunannya menurut garis laki-laki. Selanjutnya yang termasuk
Predikator dari teks di atas adalah manjadi, na torjak, manjuljulkon, tarsarkap,
yang mengacu kepada perbuatan dan tingkah laku yang diperankan oleh pihak
keluarga dari Suhut. Sementara yang menjadi keterangan dari teks peribahasa di atas adalah di bagas na godang on, di parsidangan on, na hinan, saonnari, di
roha ni suhut sihabolonan. Teks pidato di atas bila dikaitkan dengan konteks
masyarakat menunjukkan bahwa pada masyarakat Angkola selalu diadakan musyawarah adat untuk membicarakan masalah hajatan yang akan dilaksanakan
oleh salah satu warga masyarakat Angkola untuk melestarikan tradisi.
Teks 5: Hata ni Pisang Raut
Bahasa Indonesia:
Saya menghitung jari terlebih dahulu, satu di tambah tiga di kali tiga Saya permisi terlbih dahulu, seiring dengan sembahku
Terlebih di anak raja dan anak mora Kami dari pihak anak boru pisang rahut yang seiring mengikuti apa yang
disampaikan mora begitu juga dengan apa yang disampaikan moraku, kepada anak ni raja dan mora. agar dipenuhi apa yang tersirat dalam hati
suhut sihabolonan di bagas godang ini. Dikarenakan masih disini raja panususnan bulung, yang dituakan dan juga orang kaya dan orang itulah
yang mengerti adat dan pemilik hokum. Agar kiranya beralapang hati memenuhi janji suhut habolonan di bagas godang ini. Teringat yang ingin
melaksanakan pesta menunjukkan kebahagiaan kepada anak gadis kami yang akan menikah.
Bahasa Mandailing: Maretong jari au jolo, sada di tamba tolu noli toli
Mar santabi au jolo, ihut muse dohot sombangku
Tarlobi di anak ni raja dohot anak ni na mora Hami sian anak boru Pisang Rahut na sauduran do hata nami
mangihutkon hata ni na mora songoni dohot hata ni mo ni morangku, maradopkon anak ni raja dohot na mora. Anso dipasaut dipatulus aha na
tarsangkap di roha ni suhut sihabolonan di bagas na godang on. Baen
Universitas Sumatera Utara
dison do raja panusunan Bulung songoni hatobangon maraut di orang kaya baen iba na do na pataya-taya adat dohot nampuna uhum ja na
paganagana ugari. Dapot jolo nian marlapang ni pangarohai patuluskon baga-baga ni suhut sihabolonan di bagas na godang on. Ima taringot di
na pajong-jong siualaon na patidahon godang ni roha taradop parumaen nagiot langka matobang.
Dari teks pidato di atas dapat dilihat Makna Interpersonal yang meliputi
Subjek, Predikator dan Keterangan. Dalam hal ini yang termasuk Subjek dari teks
di atas adalah au, anak ni raja, anak nimora, hami, Suhut Sihabolonan, raja panusunan Bulung, pataya-taya adat, nampuna uhum. Subjek pada teks pidato
di atas mengacu pada Pisang Raut ipar dari anak boru yakni pihak keluarga Suhut yang memiliki keinginan untuk mengadakan hajat pesta. Selanjutnya yang
termasuk Predikator dari teks di atas adalah mangihutkon, maradopkon, tarsangkap, marlapang, taringot yang mengacu kepada perbuatan dan tingkah
laku yang diperankan oleh pihak keluarga dari Suhut. Sementara yang menjadi Keterangan dari teks peribahasa di atas adalah di roha ni suhut sihabolonan, di
bagas na godang on, songoni. Teks pidato di atas bila dikaitkan dengan konteks
masyarakat menunjukkan bahwa pada masyarakat Angkola selalu memiliki tata cara peradaban yang menjadi tradisi secara turun temurun. Selain itu, masyarakat
Angkola selalu berlapang hati dalam meyampaikan keinginannya kepada para ketua adat untuk melaksanakan hajatan atau acara adat.
Teks 6: Hata ni Mora
Bahasa Indonesia:
Ompui yang di hormati di sidang yang mulia ini, begitu juga yang dituakan, harajaon, serta orang kaya yang menegerti adat di kampung kita
ini. Terlebih dahulu saya permisi sepuluh di depan semua kaum kerabat. Seperti yang menimpali apa yang disampaikan suhut sihabolonan yaitu
Universitas Sumatera Utara
anak boru ku di rumah ini agar dapat kiranya dipenuhi seperti pada peribahasa:
Jika beriring diperjalanan Beriring juga di dalam usaha
Jika beriring jadi panjang Jika ditempel jadi besar
Disinilah ampapaga di aek malakut Di lembah lubuk raya
Dapat cita-cita dipenuhi Yang dipenuhi anak raja
Bahasa Mandailing: Ompui na diparsanggapi di sidang na mulia on, songoni hatobangon,
harajaon, maraut di orang kaya, sitiop adat pangalaho di banuaon. Parjolo au marsantabi sampulu tu adopan ni sude koumku. Songon na
mandondoni hata ni suhut sihabolonan ima anak borungku dibagasan bagas on anso dapot artina dipasut dipatulus laing songon hata umpama
do:
Muda udur dipardalanan Udur doi diparusahoan
Muda udut marsipaginjangan Temple mai marsipagodangan
Onpe ampapaga ni aek Malakut Di napa-napa ni lubukraya
Dapot nian baga-baga dipasaut Na di pasaut ni anak di raja
Dari teks pidato di atas dapat dilihat Makna Interpersonal yang meliputi Subjek, Predikator dan Keterangan. Dalam hal ini yang termasuk Subjek dari teks
di atas adalah Ompui, harajaon, orang kaya, au, suhut sihabolonan, anak boruku. Subjek pada teks pidato di atas mengacu pada Mora yaitu saudara laki-
laki dari ibu, atau mertua dari Suhut, serta seluruh keturunannya. Selanjutnya yang termasuk Predikator dari teks di atas adalah marsantabi, mandondoni, udur,
marsipaginjangan, marsipagodangan yang mengacu kepada perbuatan dan
Universitas Sumatera Utara
tingkah laku yang diperankan oleh pihak keluarga dari Suhut. Sementara yang menjadi Keterangan dari teks peribahasa di atas adalah di sidang na mulia on, di
bagas na godang on, di banuaon, tu adopan, dipardalanan, diparusahoan. Teks
pidato di atas bila dikaitkan dengan konteks masyarakat menunjukkan bahwa pada masyarakat Angkola memiliki tata cara peradaban yang menjadi tradisi secara
turun temurun. Selain itu, masyarakat Angkola sangat menjunjung tinggi dan menghormati para ketua adat yang sejak dahulu adat istiadat pada masyarakat
Angkola dilaksanakan oleh para ketua adat dengan warga sekampung untuk melestarikan tradisi agar dapat diwariskan secara turun temurun.
Dari keseluruhan isi teks pada bagian pertama di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya masyarakat Angkola sangat menjunjung tinggi adat pada
setiap kali ingin melaksanakan hajatan atau acara adat. Dalam hal ini, martahi karejo merupakan acara adat yang dilakukan
sebelum prosesi upacara perkawinan pada masyarakat Angkola yang dimulai dari musyawarah adat seperti yang sudah dianalisis di atas yakni berbicara dalam
bertutur sapa yang sangat khusus dan unik, antara barisan yang terdapat dalam dalian na tolu yaitu Kahanggi, Anak Boru dan Mora. Setiap anggota berbalas
tutur yang teratur seperti berbalas pantun atau peribahasa secara bergiliran dengan pembicara yaitu juru bicara yakni Suhut yang punya hajat pesta, Anak Boru
suhut menantu ya’ng punya hajat, Pisang Raut ipar dari anak boru, Hatobangan raja adat di kampung, Raja panusunan bulung raja diraja adat atau
pimpinan sidang.
Universitas Sumatera Utara
Para anggota keluarga di atas yaitu Kahanggi, Anak Boru, Mora, Suhut, anak boru Suhut, Pisang Raut, Parolok-olok, Hatobangon, Raja torbing balok,
Raja Panusunan Bulung direalisasikan sebagai subjek untuk mengkaitkannya dengan Makna Interpersonal.
Bagian kedua: Teks 1:
Hata mangalusi ni Hatobangon Bahasa Indonesia:
Permisi sepuluh pada semua suhut sihabolonan, anak boru dan pisang rahutnya terlebih untuk mora, yang telah berkumpul di siding yang mulia
ini. Terlebih khusus kepada ompui raja panusunan bulung bersama harajaon,
yang dituakan situan natorop anak raja dan mora. menerima keluh kalian dari pemberi pesan. Yang telah mengkeluh kesahkan cita-cita di dalam
hati. Teringat anak gadis sinuan tunas, anak gadis kesayangan yang ingin menikahi anak namborunya.
Wahai kalian suhut sihabolonan yang berkaum kerabat yaitu, kahanggi, anakboru dan pisang rahut, kalau kami yang dituakan di kampung ini yang
menerima dan mengabulkan apa yang tersimpan dalam hati kalian, namun biarpun begitu masih disini teman yang dua dan tiga, yang dituakan dan
harajaon juga orang kaya, terlebih lebih ompui raja panusuanan bulung. Dialah yang mempertemukan perilaku, dan dia juga yang mengikat tali
untuk mengikat kayu yang pandai menyatukan musyawarah dan meneruskan angan-angan.
Bahasa Mandailing: Santabi sampulu di sude hamu suhut sihabolonan, anak boru dohot pisang
rahutna tarlobi-lobi di morana, nadung marlindung di sidang na mulia on. Sumurung lobi di ompui raja Panusunan Bulung, maraud harajaon,
hatobangon situan natorop anak ni raja dohot na mora, sumambut lidung di hamu sidongkon hata. Nadung mangundang dohot mangkoloskon sinta-
sinta dibagasan roha. Tarigot di boru sinuan tunas, boru lomo-lomo hasayangan na giot langka matobang manotopkon anak namboruna.
Ale, hamu suhut sihabolonan, na markoum markahanggi, namarboru marpisang rahut, anggo hami da hatobangon di huta on, laing na
Universitas Sumatera Utara
manjagit. Dohot patuluskon mada aha na tarsarkap di bagasan roha munu. Nian jarupe songon I, baen dison dope dongan na dua tolu,
hatobangon dohot harajaon songon I di orang kaya, tarlobi-lobi di Ompui Raja-raja Panusunan Bulung, ibana do na padomu pangalaho. Dohot
ibana do: Na mamudun songon tali na mambobok songon soban. Na malo padomu tahi dohot palaluna di angan-angan.
Dari teks pidato di atas dapat dilihat Makna Interpersonal yang meliputi
Subjek, Predikator dan Keterangan. Dalam hal ini yang termasuk Subjek dari teks
di atas adalah Suhut sihabolonan, anak boru, raja Panusunan Bulung, hatobangon, anak ni raja, na mora. Subjek pada teks pidato di atas mengacu
pada hatobangon yaitu raja adat di kampung tersebut. Selanjutnya yang termasuk Predikator dari teks di atas adalah marlindung, mangundang, mangkoloskon,
taringot, manotopkon, manjagit, mambobok yang mengacu kepada perbuatan
dan tingkah laku yang diperankan oleh raja adat di kampung tersebut yaitu
hatobangon. Sementara yang menjadi Keterangan dari teks peribahasa di atas adalah di sidang na mulia on, di bagas roha. Teks pidato di atas bila dikaitkan
dengan konteks masyarakat menunjukkan bahwa pada masyarakat Angkola memiliki tata cara peradaban yang menjadi tradisi secara turun temurun. Selain
itu, masyarakat Angkola sangat menjunjung tinggi dan menghormati para ketua adat.
Teks 2: Hata pangalusi ni Harajaon
Bahasa Indonesia:
Permisi sepuluh di siding yang mulia ini, hormat kepada anak raja dan juga anak yang mora. adalah benar tadi siang datang undangan kalian
kepada kami, itulah kalian suhut sihabolonan, agar berkumpul di rumah yang mulia ini yaitu pada malam ini. Setelah kami sampai disini kalian
hidangkan sipulut dengan intinya seperti yang ingin menyatukan hati kami. Setelah selesai menikmati hidangan segeranya anakboru kalian yaitu
goruk-goruk hapinis berdiri menawarkan sirih sambil meletakkan napuran
Universitas Sumatera Utara
di depan anak raja dan anak yang mora. menyampaikan keluh kesah dan mengatakan bahwa anak gadis ingin menikah.
Kami dari harajaon ikut serta melaksanakan. Tapi satu permintaan yaitu horas nian tondi madingin sayur matua bulung, semufakat dalam
musyawarah seiya sekata., karena seperti peribahasa:
Tali diluruskan Untuk pengikat andilo
Jika kita seiya sekata Itulah yang membawa kekuatan
Dikarenakan masih disini orang kaya begitu juga raja panusunan bulung, dan merekalah yang pandai menerima keluh kepada merekalah kita
serahkan. Bahasa Mandailing:
Santabi sampulu di sidang na mulia on, hormat tu anak ni raja songoni dohot anak ni na mora. Tutu nangkin di arian I, ro ontang munu tu hami,
ima hamu suhut si habolonan, anggiat anso marlagut di bagas na mulia on. Ima pado ari borngin on. Dung tolap hami tu son jana di patating
munu do sipulut mardongan inti songon dalan na palagut roha nami. baen madung salose na markopi sagiro do anak boru munu ima goruk-goruk ni
hapinis jonjong manyurduon burangir dalan patipal na puran di jolo ni anak raja dohot anak ni na mora. Mangandungkon holos dohot lidung na
mandokkon boru na giot langka matobang. Hami sian harajaon laing na dohot ma pasaut patulusna. Sada doma
pangidoan sai horas nian tondi madingin sayur matua bulung, satumtum satahi hita dohot saoloan.. harana laing songon ni umpama do da:
Tali di patali tali Baen ihat ni andilo
Anggo sa tumtum sa tahi Ido maroban gogo
Onpe dison dope orang kaya songoni dohot raja panusunan bulung. Baen ibana do na malo sumambut lidung tu ibana doma ta soraho, botima.
Dari teks pidato di atas dapat dilihat Makna Interpersonal yang meliputi Subjek, Predikator dan Keterangan. Dalam hal ini yang termasuk Subjek dari teks
di atas adalah Suhut sihabolonan, anak boru, anak ni mora, hami, hita, raja
Universitas Sumatera Utara
panusunan bulung, orang kaya, ibana. Subjek pada teks pidato di atas mengacu pada harajaon yaitu raja adat di kampung tersebut. Selanjutnya yang termasuk
Predikator dari teks di atas adalah marlagut, mardongan, markopi, jonjong, manyurduon, na giot langka matobang, mandokkon, maroban, sumambut,
soraho yang mengacu kepada perbuatan dan tingkah laku yang diperankan oleh raja adat di kampung tersebut yaitu harajaon. Sementara yang menjadi
Keterangan dari teks peribahasa di atas adalah di sidang na mulia on, di bagas roha, di patali tali, baen ihat, songoni. Teks pidato di atas bila dikaitkan dengan
konteks masyarakat menunjukkan bahwa pada masyarakat Angkola memiliki tata cara peradaban yang menjadi tradisi secara turun temurun. Selain itu, masyarakat
Angkola sangat menjunjung tinggi dan menghormati para ketua adat.
Teks 3: Hata pangalusi ni orang kaya
Bahasa Indonesia:
Hormat dan permisi kepada raja dan mora yang memperlihatkan jidat dan mempersatukan hati.
Ompui yang dihormati dan kaum kerabat semuanya karena sudah jelas kita dengar keluh dan kesah suhut sihabolonan yang telah dijelaskan oleh
suhut, kahanggi bersama anak borunya. Yang akan dilaksanakan cita-cita yaitu sibuah hati yang akan mendudukkan boru si nuan tunas dengan anak
namborunya, jangan lagi ada penghalangnya.
Rotan pengikat jadi obat Dapat kesenangan melaksanakan adat
Sepakat dalam musyawarah Selangkah satu pijakan
Serempak memberikan pedapat Semuanya membawa kedamaian
Satu hati dalam musyawarah
Universitas Sumatera Utara
Seiya sekata Serempak satu pandangan
Sepakat dalam sidang adat Memberikan sedang dalam hati
Kalau kami orang kaya menerima dan meneruskan walaupun demikian masi disini ompui yang pandai menyambut keluh dan menyatukan mufakat
kepadanyalah kita serahkan. Bahasa Mandailing:
Hormat dohot tabi tu adopan ni raja dohot namora, napatidahon lan ni bohi, dohot na padomu roha.
Ompu I na diparsangapi dohot koum sisolkot sasudena, baen na madung totor rap ta bege andung dohot holos ni suhut sihabolonan, nadung
dipajojor ni suhut kahanggi maraud di anak boru na. Nangkan patolkas sinta-sinta, ima sigodang ni roha nangkan pajuguk boru sinuan tunas
dohot anak namboruna, Ulang be nian adong janggal bingkolangna.
Rompu homing baen ubat Rompu rapat rarat pangarahut
Dapot sonang ni na maradat Rumbuk tahi ni na marpokat
Salangka ma hita sa indege Sa pangambe sapangaluangi
Sudena on maroban dame Saroha hita na martahi
Sahata saoloan Sa pangambe sa panaili
Rim ni tahi di parsidangan Na pasonang pangaroha i
Ia anggo orang kaya na manjagit dohot patuluskon mada jarupe songon I dison do ompui, na malo sumambut lidung, dohot na padomu tahi, tu
ibana ma ta sorahon botima. Dari teks pidato di atas dapat dilihat Makna Interpersonal yang meliputi
Subjek, Predikator dan Keterangan. Dalam hal ini yang termasuk Subjek dari teks
di atas adalah ni raja, namora, ompui, anak boru, anaka namboru, boru si nuan tunas, Suhut Sihabolonan, Kahanggi, orang kaya. Selanjutnya yang termasuk
Universitas Sumatera Utara
Predikator dari teks di atas adalah maraud, napatidahon, pajuguk, manjagit, sumambut, sorahon yang mengacu kepada perbuatan dan tingkah laku yang
diperankan oleh para warga yang hadir dalam musyawarah tersebut. Sementara yang menjadi Keterangan dari teks peribahasa di atas adalah dipajojor,
diparsangapi, tu ibana, dison. Teks pidato di atas bila dikaitkan dengan konteks
masyarakat menunjukkan bahwa pada masyarakat Angkola memiliki tata cara peradaban yang menjadi tradisi secara turun temurun. Selain itu, masyarakat
Angkola sangat menjunjung tinggi dan menghormati para ketua adat.
Teks 4: Hata pangalusi ni Raja Pimpinan Adat
Bahasa Indonesia:
Jika seperti itulah kalian suhut sihabolonan, kahanggi, anakboruna, pisang rahut, terlebih-lebih barisan dari mora. banyak terima kasih kepada semua
yang menyambut kedatangan kami menghadiri undangan kalian kerumah yang mulia ini.Yang mendengarkan keluh kesah kalian, jalan
memepertemukan mufakat dengan semua anak raja dan moranya. Sudah seperti peribahasa: “bersusun seperti padi, berbanjaran seperti jagung dan
isinya pun sudah jelas.”
Seperti si amang di hutan Kera di ranting kayu
Seiya dan sekata Hati saling menerima
Menjujung daun siala Yang diikat akar bio-bio
Obat rindu anak namborunya Pasangan jiwa yang memanggil
Beralaskan anyaman pandan Bersarung anyamaun ibus
Yang cocok pasangan badan Hati yang besar jalan api berasap
Karena sudah menjadi adat dari dahulu
Universitas Sumatera Utara
Silalat di angkola Bulung gadung di mandailing
Yang ditanam di bawah pisang Yang tumbuh di tempat teduh
Rencah ikan sale atau mera Dan mutik-mutik rimbang
Manis lembut dan bersagu Sedikit tiada kurang
Selalu tercapai yang di hati Jangan ada penghalang
Dihormati dan menjadi senang Semua cita telah berujung
Membawa damai membawa mulia Seperti pusuk semakin tinggi
Sayur matua bulung, pir tondi matogu
Inilah semua yang kalian cita-citakan, tidak ada lagi hambatan, yang memenuhi dan melaksanakan. Jadi semua anak raja dan mora di sidang
yang mulia ini telah kita dengarkan, jika dapat waktunya, sepakatlah kita melaksanakannya.
Ambillah burangir taon-taon agar kita titipkan jiwa dan badan mereka yang akan jadi tempat yang berbahagia. Jika sampai pada waktunya jangan
lagi ada masalah, disnilah orang kaya yang pandai menggunting dan yang pandai melipat mengatur bagaimana cara sepakat semua yang telah di ikat
di musyawarah ini. Orang kaya lah yang menitipkan kerja ini ke:
Inanta parina-inaan Parama-amaan
Naposo bulung Nauli bulung
Aturlah orang kaya
Bahasa Mandailing: Antong songoni mada hamu suhut sihabolonana, kahanggi, anak boruna,
pisang rahut, tarlobi-lobi di hamu bagian morana. Bahat mauli ate di sude di panyambut ni haroro nami manopoti undangan munu tu bagas na
martua on. Ia marbinege di andung dohot holos munu, dalan padomu tahi dohot sude anak ni raja dohot morana, madung suang songon hata ni
umpama: “Marsusun songon eme, marbanjaran songon jagung dohot isina pe madung torang.”
Universitas Sumatera Utara
Songon imbo di dolok Sarudung di parsiraisan
Sahata sa pangondok Roha I mar sijagitan
Parsinggulu bulung siala Marpangolting andor bio-bio
Ubat lungun anak ni namboruna Rongkap ni tondi pio-pio
Paramak baiyon pandan, Par harung baiyon ibus
Na tumbuk rangkap ni badan Godang ni roha dalan ni api martimus
Baen taradat do sian najolo Silalat di angkola
Bulung gadung di mandailing Na di suan di toru pisang
Na tubu di laung-laung Angkup ni ihan sale, sanga mera
Mardongan mutik-mutik ni rimbang Manis lambok boti marsagu
Saotik suada hurang Sai sahat ja na saut na di roha
Ulang adong ambat ni bingkolang Marsanggap boti masonang
Sude ni sinta nian marujung Maroban dame maroban mora
Songon pusuk mur tu ginjang Sayur matua bulung, pir tondi matogu
On pe sudena di parsinta ni roha munu, suada ambat bingkolang, na tama pasaut patuluson mada i. antong sude di anak ni raja dohot na mora di
sidang na mulia on bege mahita, muda dapot di tingkina, mar rim ni tahi hita mangalaksanahonna.
Buat hamu ma burangir taon-taon, anso ta pataon tondi dohot badan ni halahi nangkan payahan ni sigodang ni roha. Muda dapot di tingkina
anso ulang bagi mahua. Dison do orang kaya na malo mangunting dohot na malo mangalipat mangatur sanga bia dalan satulus sude nadung
dipudun di partahian on. Orang kaya doma pasahat harejo on tu
Universitas Sumatera Utara
Inanta parina-inaan Parama-amaan
Naposo bulung Nauli bulung
Atur ma orang kaya botima Dari teks pidato di atas dapat dilihat Makna Interpersonal yang meliputi
Subjek, Predikator dan Keterangan. Dalam hal ini yang termasuk Subjek dari teks
di atas adalah Suhut sihabolonan, anak boru, pisang rohut, anak raja, anak mora, sarudung, imbo, hamu, hita, orang kaya. Subjek pada teks pidato di atas
mengacu pada harajaon yaitu raja adat di kampung tersebut. Selanjutnya yang termasuk Predikator dari teks di atas adalah panyambut, mambanjaran,
marbinege, marsusun, marsijagitan, marpangolting, mardongan, marsagu, marsanggap,maroban, parsinggulu, pio-pio, martimus, masonang, on bege,
mangalaksanakan, manggunting, mangatur yang mengacu kepada perbuatan dan tingkah laku yang diperankan oleh raja adat yaitu harajaon. Sementara yang
menjadi Keterangan dari teks peribahasa di atas adalah di sude, tu bagas, di dolok, di parsiraisan, di angkola, di mandailing, di toru pisang, di laung-laung,
di roha, di parsinta ni roha, di partahian on. Teks pidato di atas bila dikaitkan
dengan konteks masyarakat menunjukkan bahwa pada masyarakat Angkola memiliki tata cara peradaban yang menjadi tradisi secara turun temurun. Selain
itu, masyarakat Angkola sangat menjunjung tinggi dan menghormati para ketua adat dan hal tersebut menunjukkan bahwa sudah sejak dahulu adat istiadat pada
masyarakat Angkola dilaksanakan oleh para ketua adat dengan warga sekampung untuk melestarikan tradisi agar dapat diwariskan secara turun temurun.
Universitas Sumatera Utara
Teks 5: Hatani Pasahat BurangirTaon-Taon
Bahasa Indonesia:
Jadi seperti itulah, kalianlah tempat harapan hati, jika tidak ada halangan, telah seiya sekata inanta, amanta bersama kaum kerabat. Dikarenakan
kalianlah yang dituakan dalam adat, yang akan diberikanlah kepadaa kalian harapan hati yang dititipkan oleh simatobang, yang dituakan dan
harajaon itulah di hari minggu, disinilah telah disodorkan burangir taon- taon agar jiwa dan raga kalian ke hari yang ditentukan, yang akan di
sodorkan lagi kepada kalian burangir sampe-sampe yang akan disampaiakan ke harapan hati.
Bahasa Mandailing: Antong songon I mada, hamu payahan ni sigodang ni roha, suada ambat
bingkolangna, madung satumtum satahi inanta, amanta, maraud koum sisolkot. Baen madung hamu, madung dipatobang adat. Nangkan baenon
do tu hamu sigodang ni roha na di pasahat nisi matobang, hatobangon dohot harajaon ima diari sinayan, onpe dison disurduhon ma burangir
taon-taon anso taon tondi badan munu tu ari natupa na tumbuk, nangkan surduon muse do hamu burangir sampe-sampe na pasampeon ni sigodang
roha. botima. Dari teks pidato di atas dapat dilihat Makna Interpersonal yang meliputi
Subjek, Predikator dan Keterangan. Dalam hal ini yang termasuk Subjek dari teks
di atas adalah inanta, amanta, koum sisolkot, hamu. Subjek pada teks pidato di atas mengacu pada harajaon yaitu raja adat di kampung tersebut. Selanjutnya
yang termasuk Predikator dari teks di atas adalah panyambut, mambanjaran, marbinege, marsusun yang mengacu kepada perbuatan dan tingkah laku yang
diperankan oleh raja adat di kampung tersebut yaitu harajaon. Sementara yang menjadi Keterangan dari teks peribahasa di atas adalah on pe dison, sigodang
roha. Teks pidato di atas bila dikaitkan dengan konteks masyarakat menunjukkan
bahwa pada masyarakat Angkola memiliki tata cara peradaban yang menjadi
Universitas Sumatera Utara
tradisi secara turun temurun. Selain itu, masyarakat Angkola sangat menjunjung tinggi dan menghormati para ketua adat.
Dari keseluruhan isi teks pidato dan peribahasa pada bagian kedua di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya masyarakat Angkola sangat menjunjung
tinggi adat pada setiap kali ingin melaksanakan hajatan atau acara adat, di mana apabila ada salah satu dari warga yang ingin melaksanakan horja atau pesta dalam
hal ini adalah Suhut, maka seluruh anggota keluarga akan bermusyawarah kepada para pataya-pataya adat atau ketua adat untuk menyampaikan keinginan atau
keluhan untuk meminta bantuan kepada ketua adat tersebut agar kiranya disampaikan kepada para warga sekampung. Dalam hal ini, martahi karejo
merupakan acara adat yang dilakukan sebelum prosesi upacara perkawinan pada masyarakat Angkola yang dimulai dari musyawarah seperti yang sudah dianalisis
di atas yakni berbicara dalam bertutur sapa yang sangat khusus dan unik, antara barisan yang terdapat dalamdalian na tolu yaitu Kahanggi, Anak Boru dan Mora.
Setiap anggota berbalas tutur yang teratur seperti berbalas pantun atau peribahasa secara bergiliran dengan pembicara yaitu juru bicara yang punya hajat
pesta Suhut, Suhut yang punya hajat pesta, Anak Boru suhut menantu yang punya hajat, Pisang Raut ipar dari anak boru, Hatobangan raja adat di
kampung, Raja panusunan bulung raja diraja adat atau pimpinan sidang. Para anggota keluarga di atas yaitu Kahanggi, Anak Boru, Mora, Suhut, anak boru
Suhut, Pisang Raut, Parolok-olok, Hatobangon, Raja torbing balok, Raja Panusunan Bulung direalisasikan sebagai Subjek untuk mengkaitkannya dengan
Makna Interpersonal. Seluruh anggota keluarga Suhut menyampaikan keinginan
Universitas Sumatera Utara
dan keluhannya terhadap ketua adat dan para pembicara akan bersahut-sahutan yaitu juru bicara Suhut akan mengutarakan ucapan terimakasih dan permohonan
mengadakan sidang pesta adat Diharoro ni anak ni raja songoni anak ni namora nadung martoru abara na marnayang ni lakka. Kemudian Suhut menyampaikan
permohonan agar diadakan pesta Takkas ma hami olat ni niat, anak ni raja dohot namora palaluonsian harani dison hami pasahaton songoni dohot manyorahon.
Selanjutnya Anak boru mengiring mora pihak mertua manatap ma tu torutu siamun tu siambirang pangodoan ni ami anak borutulang lang-lang pagusaying.
Pisang raut turut ikut menyerahkan On ma pangidoan ni pisang rautari on ma ari ulang lusut muda lewat on horbo lusut sarsar ma nadung luhut. Hatobangan boru
atau Pisang Raut memberikan jawaban atas permintaan suhut anak melpas ma tu namambalosi sangape namangalusi manjawab saro sonnari hata ni suhut
habolonan nakkinan i. Raja kampong yakni harajaon menjawab permintaan muda pola tabo ima na bornok, sombu rohapuas dilala. Raja kampung sebelah
menjawab permintaan muda Au raja i tobing balok sian naritti, hujagit hutarimo andung munu onmuda saro di naritti jolo hudokkon, dan puncaknya Raja
panusunan bulung memutuskan siding Dalan dalan tu Sidimpuan boluson parsabolas madung dapot hasimpulan tolu noli ta dokkon Horas…horas… horas.
Seperti itulah kiranya adat yang dilisankan kemudian dituliskan pada teks hobar pada tradisi martahi karejo adat masyarakat Angkola.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pengodean Makna ke dalam teks