Tradisi Lisan KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORI

leksikal. Makna yang terbentuk karena tanda bahasa mengalami proses grmatikal disebut makna gramatikal. Makna yang terbentuk karena tanda bahasa tuturan dihubungkan dengan konteks situasi tuturnya digolongkan sebagai makna pragmatis. Makna leksikal dan makna gramatikal merupakan kajian semantik sedangkan makna pragmatis merupakan kajian pragmatik. Dalam hal ini teori yang dipakai untuk menganlisis data yang ditemukan yakni teori Saussure yaitu penanda yang menandai signified dan petanda yang ditandai signifier.

2.5 Tradisi Lisan

Tradisi lisan merupakan sebagai sesuatu yang disampaikan dalam masyarakat dari generasi ke generasi berikutnya. Menurut Hoed 2008:184, tradisi lisan adalah sebagai pengetahuan dan adat kebiasaan yang secara turun temurun disampaikan secara lisan. Lebih lanjut, Hoed menyatakan bahwa tradisi lisan mencakup hal-hal seperti yang dikemukakan oleh Roger Tol dan Pudentia 2008:2, bahwa tradisi lisan tidak hanya mencakup cerita rakyat, mitos, legenda dan dongeng, tetapi juga mengandung berbagai hal yang menyangkut hidup dan kehidupan komunitas pemiliknya, misalnya kearifan lokal, sistem nilai, pegetahuan tradisional, sejarah, hukum, adat, pengobatan, sistem kepercayaan dan religi, astrologi dan berbagai hal seni. Tradisi lisan berbeda dengan kebudayaan lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat dari ciri-ciri tradisi lisan. Ciri-ciri yang dimaksudkan adalah 1 penyebaran dan pewarisannya biasa dilakukan dengan lisan, 2 bersifat tradisional, yaitu berbentuk relatif dan standar, 3 bersifat anonim, 4 Universitas Sumatera Utara mempunyai varian atau versi yang berbeda, 5 mempunyai pola bentuk, 6 mempunyai kegunaan bagi kolektif tertentu, 7 menjadi milik bersama suatu kolektif, dan 8 bersifat polos dan lugu sehingga sering terasa kasar dan terlalu sopan Danandjaya, 1984:5. Tradisi lisan ini pada umumnya berkembang pesat di dalam masyarakat yang belum atau sedikit mengenal tulisan, dan belum tentu juga di pedesaan. Masyarakat perkotaan yang pada umumnya mengenal tulisan juga mengenal tradisi lisan namun peranan tradisi lisan ini dalam komunitas kota pada umumnya relatif kecil dan kurang signifikan. Menurut Sibarani 2012:43-46 ada beberapa ciri tradisi lisan, 1 merupakan kegiatan budaya, kebiasaan atau kebudayaan berbentuk lisan, sebagai lisan, dan bukan lisan, 2 memliki kegiatan atau peristiwa sebagai konteks penggunaannya, 3 dapat diamati dan ditonton, 4 bersifat tradisional, 5 diwariskan secara turun temurun, 6 proses penyampaian “dari mulut ke mulut”, 7 mengandung nilai-nilai dan norma-norma, 8 memiliki versi-versi, 9 milik besama komunitas tertentu, dan 10 berpotensi direvitalisasi dan diangkat sebagai sumber industri budaya. Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa tradisi lisan yang penyebarannya melalui mulut ke telinga yang diwariskan secara turun temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata kata lisan verbal maupun tradisi lain yang bukan lisan non-verbal. Masyarakat Angkola juga mempunyai sebuah tradisi dalam kehidupan bermasyarakat terutama dalam acara perkawinan.Adat perkawinan tidak terlepas Universitas Sumatera Utara dari tradisi lisan yang di dalamnya ada sebuah tradisi seperti martahi karejo. Martahi karejo merupakan salah satu tradisi lisan masyarakat Angkola yang hampir hilang akibat era globalisasi yang lebih mengutamakan manfaat praktis. Tradisi lisan itu sendiri dapat dilihat sebagai suatu peristiwa budaya atau sebagai suatu kebudayaan yang harus dilestarikan karena suatu alasan tertentu perlu dijaga dari kepunahannya serta menggali dan mengembangkan potensi tradisi lisan.

2.6 Kearifan Lokal