Teks di atas disampaikan oleh raja diraja adat atau pimpinan sidang yakni
yang dikodekan sebagai Raja panusunan bulung di dalam teks tersebut dianggap sebagai pelibat. Sementara yang dianggap medan adalah keseluruhan isi teks di
atas yang diklasifikasikan sebagai Hatani Pasahat BurangirTaon-Taon. Kemudian yang dianggap sebagai sarana adalah monolog, dan berpidato untuk
menyatakan maksud dan tujuan
4.3 MAKNA MARTAHI KAREJO
4.3.1 Makna Perangkat Adat Martahi Karejo
Bab ini membahas tentang perangkat adat yang dilaksanakan pada upacara adat martahi karejo pada masyarakat angkola. Ada beberapa perangkat adat yang
mempunyai arti luas dan mempunyai filsafat bagi masyarakat angkola khususnya, yakni 1 burangir sirih, 2 gambir, 3 soda, 4 pining pinang, 5 timbako
tembakau, 6 pinggan piring, 7 abit kain, dan 8 hadangan. Perangkat adat satu sampai lima dikatakan juga pada istilah masyarakat Angkola, yakni
empat ganjil lima gonop yang artinya empat masih terasa ganjil atau janggal maka harus dibuat 5 agar menjadi genap ataupun lengkap.
Makna dan Filsafat perangkat adat martahi karejo pada masyarakat Angkola, yaitu:
1. Burangir sirih
Burangir atau sirih ini sebagai penanda dari hasuhuton ataupun kahanggi karena jika sirih ini dimakan akan mengeluarkan warna merah yang menandakan
bahwa antara suhut dan kahanggi ini adalah sedarah. Burangir merupakan simbol dari hasuhutan atau kahanggi.
Universitas Sumatera Utara
2. Gambir
Gambir ini sebagai penanda kepada anakboru karena rasa dari gambir tersebut ada manis dan pahit, kemudian gambir ini diibarakan kepada kerja dari
anakboru karena pekerjaan itu adat yang berat dan ada juga yang ringan, disamping itu keuntungan dari anakboru ini adalah diberi kebebasan melakukan
apa saja yang ada di dalam pelaksanaan horja pesta, sehingga anakboru ini juga dikatakan dalam istilah masyarakat angkola, yakni si horus nalobi sitamba na
urang, artinya bila dalam pelaksanaan itu ada yang lebih maka semuanya akan diberikan kepada anakboru dan apabila ada yang kurang maka terpaksa anakboru
ini mencukupi atau menambah kekurangan tersebut agar pihak suhut atau mora tidak merasa malu dalam melaksanakan acara horja pesta tersebut.
3. Soda
Pengertian dari soda pada masyarakat Angkola yang mempunyai warna putih tetapi memiliki rasa yang pedas seperti terbakar. Soda tersebut sebagai
penanda kepada mora karena apapun yang disampaikan mora sebagai orang yang dihormati dan yang mengatur pelaksanaan horja pesta adalah benar mora
sebagai penyampai segala sesuatu pesan yang diamanatkan, walaupun terkadang pahit dirasakan oleh pihak yang medengarkan, dalalm hal ini mora tidak akan
salah karena seperti soda yaitu setiap yang putih itu menyampaikan yang jernih, walaupun yang menerimanya merasa pahit atau sakit harus selalu diterima.
4. Pining pinang
Pining sebagai penanda keapda mora. Makna dari pining atau pinang adalah jika pinang terbsebut dibelah menjadi dua akan terlihat garis-garis
Universitas Sumatera Utara
berwarna merah dan juga berwarna putih. Pinang ini dilambangkan kepada harajaon dan hatobangon karena apa saja yang disampaikan oleh mereka
walaupun itu manis atau pahit harus benar-benar ikhlas menerimanya dan apapun yang diberikan oleh harajaon dan hatobangon harus diterima apa adanya
sekalipun tidak suka. Pengertiannya adalah kalau kita lakukan dan laksanakan dengan benar apa yang disampaikan oleh harajaon dan hatobangon maka pinang
ini akan menjadi obat yang artinya apa yang kita kerjakan pada saat melaksanakan horja pesta dengan mendengarkan saran dari mereka pasti akan menjadi baik.
5. Timbako tembakau