Aspek Pemasaran Karakteristik Industri a. Sejarah dan perkembangan

44 rumput alam sebagai sumber makanan pokok. Rochiman 1985 menambahkan pucuk tebu sebagai pakan ternak telah digunakan oleh peternak dan sangat mudah diperoleh pada saat musim tebu tanpa memerlukan biaya. Penggunaan pucuk tebu diberikan pada ternak dalam bentuk segar dengan membuang tulang daunnya memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan ternak. Secara umum kegiatan sanitasi yang dilakukan dalam industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari belum terlaksana dengan baik. Kegiatan sanitasi hanya dilakukan terhadap peralatan produksi, sedangkan sanitasi terhadap pekerja belum diterapkan. Pada kegiatan sanitasi rutin yang dilakukan setiap hari, pembersihan mesin penggiling tebu, tungku masak, dan alat-alat produksi seperti serok, ebor, penahan, dan cetakan lemper belum optimal dan bahkan tidak dilakukan. Selama proses produksi tungku masak hanya dibersihkan satu kali yaitu pada saat awal musim giling. Pembersihan dilakukan dengan cara mengambil abu hasil pembakaran selama satu musim, kemudian tungku dibakar sampai membara dan dibiarkan dingin. Setelah dingin tungku masak dibersihkan dengan air sampai bersih dan siap digunakan untuk memasak nira tebu. Pada kegiatan produksi para pekerja biasanya hanya mengenakan pakaian kerja yang sudah kotor dan dipakai berhari-hari. Keringan dan kotoran lain pada badan pekerja yang mengolah gula merah tebu merupakan sumber kontaminasi yang sangat besar bagi nira tebu maupun terhadap produk gula merah tebu yang dihasilkan. Kegiatan sanitasi terhadap mesin dan peralatan produksi seperti mesin giling, tungku pemasakan, serok, ebor, penahan, dan cetakan lemper sebaiknya selalu dibersihkan setiap hari atau setelah proses produksi. Salah satu alternatif penyelesaian masalah santasi pekerja adalah sebaiknya pekerja menggunakan pakaian kerja yang bersih dan selalu mengganti pakaian kerja setiap hari. Kegiatan sanitasi yang baik akan mengurangi resiko kontaminasi kotoran terhadap bahan baku nira tebu dan produk gula merah tebu yang dihasilkan.

d. Aspek Pemasaran

Produk yang dihasilkan industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari adalah gula merah dengan bentuk lemper sehingga sering disebut juga gula mangkok. Bobot sebuah produk gula merah tebu yaitu antara 400 – 500 gram. Tidak adanya pengawasan dalam proses pencetakan dan ukuran standar cetakan 45 lemper menyebabkan bobot satuan produk tidak seragam. Hal tersebut dapat menjadi kendala ketika akan menjual produk secara eceran. Tingkatan mutu produk gula merah tebu dibagi menjadi tiga kelompok mutu yaitu mutu baik, sedang, dan jelek. Penentuan tingkat mutu ini dilakukan secara subjektif oleh pengusaha berdasarkan warna, rasa, dan kekerasan. Produk gula merah tebu dengan mutu baik memiliki warna cerah kuning, rasa manis, dan tekstur yang keras. Mutu sedang memiliki warna kemerahan, rasa manis, dan tekstur agak lunak. Mutu jelek memiliki warna gelap hitam, rasa manis sedikit pahit, dan tekstur yang lebih lunak. Berdasarkan pengamatan, rata-rata persentase produksi gula mutu baik, sedang, dan jelek adalah 21, 51, dan 28. Gula mutu baik biasanya dijual ke pedagang pengumpul pengecer untuk dikonsumsi sebagai pemanis minuman dan kue, sedangkan gula mutu sedang dan jelek dijual ke pedagang pengumpul besar untuk digunakan sebagai bahan baku dalam industri kecap. Harga jual produk gula merah tebu sangat ditentukan oleh mutu dan kualitas yang dihasilkan. Selisih harga antara produk gula merah tebu bermutu tinggi, sedang, dan jelek adalah Rp 100 – 300kg. Harga jual produk gula merah tebu dari pabrik antara bulan Februari – Juni 2006 menunjukkan adanya penurunan sebesar Rp 100 – 125bulan Tabel 8. Harga tersebut akan terus menurun sampai puncaknya antara bulan Agustus – September karena produksi gula merah tebu sangat tinggi antara bulan tersebut. Ketika harga jual produk gula merah tebu rendah, pengusaha yang memiiki modal besar biasanya melakukan penyimpanan produk gula merah tebu untuk mengurangi resiko kerugian. Penjualan produk gula yang disimpan dilakukan ketika sudah tidak musim giling atau ketika harga jual produk gula merah dirasakan menguntungkan bagi pengusaha. Tabel 8. Harga jual produk gula merah tebu tahun 2006 Mutu Produk Bulan Baik Sedang Jelek Februari Rp 4.000 Rp 3.800 Rp 3.600 Maret Rp 3.800 Rp 3.600 Rp 3.500 April Rp 3.700 Rp 3.500 Rp 3.400 Mei Rp 3.600 Rp 3.300 Rp 3.200 Juni Rp 3.600 Rp 3.300 Rp 3.200 Sumber : Data Primer 46 Tingkat harga gula merah tebu sangat ditentukan oleh keseimbangan antara permintaaan dan penawaran sehingga pada masa di luar panen tebu sampai awal musim giling harga gula merah tebu lebih tinggi dibandingkan saat panen raya tebu. Penetapan harga gula merah tebu dari pabrik dilakukan berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli. Adanya permintaan produk gula merah tebu ketika penawaran sedikit atau belum musim panen tebu menyebabkan harga produk tinggi, sedangkan ketika penawaran produk gula merah tebu tinggi dengan jumlah permintaan yang sama akan menurunkan harga. Pemasaran produk gula merah tebu yang dihasilkan oleh industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari menganut sistem bebas, dalam arti produsen dapat menawarkan dan menjual gula secara bebas tergantung permintaan pasar atau konsumen. Distribusi produk gula merah tebu sangat sederhana karena pedagang pengumpul baik besar dan pengecer datang langsung ke pabrik-pabrik pengolahan gula merah tebu untuk membeli dan sekaligus mengangkutnya. Distribusi produk gula merah terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu distribusi melalui pedagang pengumpul pengecer, pedagang pengumpul besar, dan konsumen industri langsung Gambar 15. Industri Gula Merah Tebu Pedagang Pengumpul Pengecer Konsumen Pedagang Pengumpul Besar Pedagang Pengumpul Pengecer Konsumen Konsumen Konsumen Gambar 15. Distribusi Produk Gula Merah Tebu Secara umum pemanfaatan gula merah sebagai bahan pemanis dapat digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu permintaan langsung dan permintaan antara. Permintaan langsung adalah permintaan yang berasal dari sektor rumah tangga, sedangkan permintaan antara adalah permintaan yang sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan industri Syukur et al., 1999. Hasil penelitian yang 47 dilakukan oleh Ade 2005 menunjukkan distribusi produk gula merah terdiri dari empat pola yaitu : 1. Industri Gula Merah Pedagang Pengumpul Tingkat Desa Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan Pedagang Besar Pedagang Pengecer Konsumen 2. Industri Gula Merah Pedagang Pengumpul Tingkat Desa Pedagang Besar Konsumen 3. Industri Gula Merah Pedagang Pengecer Konsumen 4. Industri Gula Merah Konsumen Dalam sekali pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengumpul pengecer berkisar antara 50 – 200 kg produk gula merah tebu. Kegiatan pengangkutannya dilakukan menggunakan sepeda dan sepeda motor. Pedagang pengumpul pengecer berasal dari desa setempat dan menjual produk gula merah tebu di pasar-pasar tradisional di Kecamatan Kebonsari dan Kecamatan Dolopo. Pedagang pengumpul besar dan konsumen industri kecap biasanya membeli 2 – 4 ton produk gula merah tebu menggunakan kendaraan dan truk. Daerah pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul besar jauh lebih luas dibandingkan pedagang pengumpul pengecer yaitu sampai ke Karesidenan Madiun yang meliputi Ponorogo, Magetan, Madiun, Ngawi, dan Pacitan. Menurut Ade 2005 80 distribusi pemasaran dilakukan menggunakan pola I atau melalui jalur pedagang pengumpul. Rachmat 1992 menambahkan bahwa peranan pedagang pengumpul dalam seluruh mata rantai pemasaran gula merah sangat dominan. Bahkan dominasi pedagang pengumpul pada pasar gula merah telah mengarah pada struktur pasar monopsonistik. Seorang monopsonis dalam pasar produk adalah pembeli tunggal dari suatu produk Bellante dan Jackson, 1990. Struktur pasar yang demikian adalah sebagai akibat skala usaha industri gula merah tebu yang kecil, modal yang terbatas, dan umumnya produk dipasarkan secara sendiri-sendiri, belum terkoordinasi dalam bentuk pemasaran kelompok apalagi dalam bentuk koperasi. Dalam kondisi tersebut posisi tawar menawar bargaining possision para pengusaha gula merah tebu menjadi lemah yang pada akhirnya berbagai “praktek ijon” tidak dapat dihindari. 48

e. Aspek Ketenagakerjaan