Analisa kondisi usaha dan rancang ulang tata letak industri gula merah tebu (Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)
ANALISA KONDISI USAHA DAN RANCANG ULANG
TATA LETAK INDUSTRI GULA MERAH TEBU
(Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)
Oleh : Santo Priyono
F34102088
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
ANALISA KONDISI USAHA DAN RANCANG ULANG
TATA LETAK INDUSTRI GULA MERAH TEBU
(Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)
Oleh : Santo Priyono
F34102088
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(3)
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISA KONDISI USAHA DAN RANCANG ULANG
TATA LETAK INDUSTRI GULA MERAH TEBU
(Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN padaDepartemen Teknologi Industri Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh : Santo Priyono
F34102088
Tanggal lulus : 22 Agustus 2006
Disetujui :
Bogor, 3 September 2006
Dr. Ir. Machfud, MS Pembimbing Akademik
(4)
Santo Priyono. F34102088. Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Ulang Tata Letak Industri Gula Merah Tebu (Studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Machfud, MS.
RINGKASAN
Gula merah merupakan salah satu alternatif yang dapat membantu memenuhi kekurangan konsumsi gula pasir. Gula merah sudah digunakan di Jawa sejak tahun 400. Pada awalnya gula merah dibuat dari nira palma, nira kelapa dan nira siwalan. Setelah tebu masuk ke Indonesia, dikenal pembuatan gula merah dari nira tebu. Penelitian ini bertujuan untuk (i) menganalisa kondisi usaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari, (ii) menganalisa dan melakukan rancang ulang bangunan pabrik, dan (iii) menganalisa prospek pengembangan dan kelayakan usaha industri gula merah tebu. Penelitian ini termasuk kedalam kelompok penelitian survei dan studi kasus dengan sampel yaitu semua unit usaha pengolahan gula merah tebu yang pada saat penelitian sedang beroperasi. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, observasi, wawancara, dan pengukuran langsung.
Industri gula merah tebu yang dikaji termasuk kelompok industri kecil non formal, dengan pola usaha (i) mengolah tebu yang berasal dari lahan milik dan atau lahan sewa, (ii) mengolah tebu yang berasal dari pembelian, dan (iii) mengolah tebu dari orang lain (titip giling). Kegiatan produksi dilakukan sesuai periode musim panen tebu antara bulan Mei – Oktober dengan tingkat produksi 268 kg gula merah / hari. Mutu produk yang dibagi menjadi (21%), sedang (51%), dan jelek (28%). Penentuan tingkat mutu produk dilakukan berdasarkan warna, rasa, dan kekerasan. Pemasaran dilakukan melalui pedagang pengumpul pengecer, pedagang pengumpul besar, dan konsumen secara langsung. Jumlah tenaga kerja adalah 5 – 10 orang / kelompok. Kebutuhan modal untuk kegiatan usaha berasal dari modal sendiri dan pinjaman. Berdasarkan kombinasi sumber bahan baku yang diolah, rata-rata usaha ini memberikan keuntungan sebesar Rp 302.053 / hari.
Pertimbangan kegiatan rancang ulang adalah (i) memperbaiki kondisi fisik bangunan pabrik gula merah tebu, (ii) membuat ruang produksi menjadi lebih bersih, dan (iii) memperbaiki aliran proses produksi dan perpindahan bahan.Hasil rancang ulang menunjukkan (i) tata letak lebih baik dan rapi, (ii) aliran proses produksi lebih baik, (iii) ruang produksi menjadi lebih bersih, dan (iv) mengurangi pergerakan pekerja. Analisa finansial dengan melihat nilai NPV, IRR, dan PBP sebagai kriteria kelayakan usaha menunjukkan rancang ulang layak dilakukan.
(5)
Santo Priyono. F34102088. Analyse Condition Effort and Redesign Manufacturing Plan of Brown Sugar Cane Industry (Case study in Sub district Kebonsari, Regency Madiun). Below tuition Dr. Ir. Machfud, MS
SUMMARY
Brown sugar is one alternative in supporting deficient sugar consumption. Brown sugar has been used in Java since the early of 5th century. In the past, brown sugar was made from palm, coconut, and siwalan juice. The production of brown sugar from sugar cane was introduced after sugar cane had entered Indonesia. The objective of this research are (i) analyze the condition of the brown sugar cane industry in Kebonsari Sub district, (ii) analyze and redesign the manufacturing plant, and (iii) analyze the development prospect and feasibility of the industry itself. The research is comprised in the survey and case study analysis category by means of samples of all production units operating. Data was attained through literary studies, observation, and direct sampling.
The research shows that brown sugar industries are considered a small informal industries, with patterns of business activity which are (i) sugar cane processed is obtained from sugar cane planted on private property and rented, (ii) sugar cane processed is obtained from purchased, and (iii) sugar cane processed is obtained from other person (refinery entrust). Production activity is conducted according to the season period of sugar cane harvesting between May – October with the production capacity 268 kg / day. Product quality consists of excellent (21 %), average (51 %), and poor (28 %) quality. Determination of quality is based on color, taste, and hardness. Distribution of product was conducted through retailers, mass retailers, and direct consumers. There are 5 – 10 laborers / group. Capital source derived for the business activity come from the industrialist and loan. Based on processed raw material source combination, the rate of benefit of the business activity is Rp 302.053 / day.
Manufacturing plant redesign is conducted to (i) repair the physical manufacturing plant condition, (ii) make the plant cleaner, and (iii) improve stream production process and material transfer. The result of manufacturing plant redesign shows (i) better and orderly plant layout, (ii) better production process, (iii) cleaner manufacturing plant, and (iv) improvement in workers movement efficiency.
(6)
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa skipsi yang berjudul ”Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Ulang Tata Letak Industri Gula Merah Tebu (studi kasus di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing atau dengan jelas ditunjukkan rujukannya
Bogor, 3 September 2006 Yang menyatakan
Santo Priyono F34102088
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotamadya Bogor, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 6 Oktober 1984. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ibu Suprihatin dan Bapak Suparyono. Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SD Negeri Lawanggintung I Bogor pada tahun 1996, selanjutnya penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 2 Bogor. Setelah lulus dari SMU Negeri 2 Bogor, pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis pernah melakukan kegiatan praktek lapang di PT Sumber Sari Bumi Pakuan Perkebunan Teh Ciliwung Cisarua Bogor pada tahun 2005.
(8)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Uiang Industri Gula Merah” yang dibuat untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Machfud, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang bersedia
membimbing dan memberikan saran-saran
2. Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MS dan Ir. Elisa Anggareni MSc sebagai dosen penguji yang memberikan saran-saran perbaikan penulisan skripsi
3. Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc., Dr. Ir. Sukardi, MM., dan Dr. Ir. Suprihatin yang telah memberikan kesempatan penelitian
4. Kedua orang tua dan adik-adik yang selalu memberikan dorongan semangat, pengorbanan dan doa yang tiada putus
5. Keluarga Bapak Sugito yang selalu membantu penulis selama penelitian 6. Instansi-instansi yang telah memberikan ijin dan informasi dalam penelitian 7. Para pengusaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari sebagai
responden yang telah memberikan informasi dalam penelitian
8. Teman-teman semua atas kebersamaan, kerjasama, dan dukungan selama penelitian dan studi
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan studi
Kekurangan diakui oleh penulis dan untuk itu kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu dalam penyempurnaan skripsi ini. Demikian semoga skripsi ini bermanfaat di kemudian hari.
Bogor, Agustus 2006
(9)
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... A.LATAR BELAKANG ... B.TUJUAN PENELITIAN ... C.RUANG LINGKUP ... D.MANFAAT PENELITIAN ...
1 1 2 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... A.INDUSTRI KECIL ... B.TEKNOLOGI PROSES GULA MERAH ... 1. Bahan Baku ... 2. Proses Pembuatan Gula Merah Tebu ... 3. Mutu dan Kualitas Gula Merah ... C.MANAJEMEN PEMASARAN ... D.PERENCANAAN TATA LETAK ... E. ANALISA BIAYA DAN FINANSIAL ...
4 4 5 6 7 8 9 10 11
III. METODOLOGI ... A.KERANGKA PEMIKIRAN ... B.METODE PENELITIAN ... 1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 2. Metode Sampling ... 3. Metode Pengumpulan Data ... 4. Metode Pengolahan Data ...
13 13 16 16 16 17 17
(10)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... A.PROFIL INDUSTRI GULA MERAH TEBU ...
1. Karakteristik Wilayah ... 2. Karakteristik Industri ... 3. Kontribusi Industri Terhadap Wilayah ... B.RANCANG ULANG BANGUNAN INDUSTRI GULA MERAH TEBU 1. Perbaikan Tata Letak Pabrik ... 2. Analisa Finansial ...
21 21 21 25 54 58 58 65 V. KESIMPULAN DAN SARAN ...
A.Kesimpulan ... B.Saran ...
70 70 72 DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN ... 77
(11)
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu gula merah tebu ... 8
Tabel 2. Luas tanah kecamatan kebonsari berdasarkan penggunaan ... 22
Tabel 3. Hasil produksi pertanian, tanaman obat, dan perkebunan kecamatan kebonsari tahun 2004 ... 22
Tabel 4. Mata pencaharian penduduk di kecamatan kebonsari tahun 2004 .... 23
Tabel 5. Sarana dan prasarana di kecamatan kebonsari ... 24
Tabel 6. Harga tebu berdasarkan bulan tahun 2006 ... 30
Tabel 7. Kebutuhan bahan baku dan areal perkebunan tebu industri gula merah tebu di kecamatan kebonsari ... 31
Tabel 8. Penggunaan dan harga bahan tambahan pangan ... 32
Tabel 9. Harga jual produk gula merah tebu tahun 2006 ... 45
Tabel 10. Biaya pengadaan bahan baku tebu / kotak (163 kw tebu) ... 51
Tabel 11. Analisa profitabilitas berdasarkan bahan baku (264 kg produk/hari) ... 52
Tabel 12. Analisa kebutuhan dan luas ruang ... 62
Tabel 13. Kondisi sebelum dan setelah rancang ulang ... 63
Tabel 14. Analisa profitabilitas sebelum rancang ulang ... 65
Tabel 15. Analisa profitabilitas setelah rancang ulang ... 66
Tabel 16. Investasi rancang ulang industri gula merah tebu ... 67
Tabel 17. Biaya tetap peralatan industri gula merah tebu / tahun ... 68
(12)
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Skematis pelaksanaan penelitian ... 15
Gambar 2. Perencanaan tata letak secara sistematis ... 18
Gambar 3. Prosedur pendirian perusahaan di Kabupaten Madiun ... 28
Gambar 4. Sumber bahan baku untuk industri gula merah tebu ... 29
Gambar 5. Grafik persentase areal tanaman tebu Kabupaten Madiun ... 30
Gambar 6. Grafik luas areal tanaman tebu Kecamatan Kebonsari pada periode tahun 1997 – 2004 ... 31
Gambar 7. Mesin diesel dan mesin penggiling tebu ... 34
Gambar 8. Prinsip kerja mesin penggiling tebu ... 35
Gambar 9. Desain tungku pemasakan gula merah tebu ... 36
Gambar 10. Diagram alir proses gula merah tebu ... 37
Gambar 11. Tahapan proses penggilingan ... 38
Gambar 12. Tahapan proses pemasakan ... 40
Gambar 13. Tahapan proses pengentalan dan pencetakan ... 41
Gambar 14. Tahapan proses pengemasan dan penyimpanan ... 42
Gambar 15. Distribusi produk gula merah tebu ... 46
Gambar 16. Peta keterkaitan aktivitas ... 60
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Peta lokasi Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun ... 77
Lampiran 2. Mesin dan peralatan produksi ... 78
Lampiran 3. Analisa peningkatan dan penurunan tingkat upah ... 79
Lampiran 4. Analisa profitabilitas industri gula merah tebu ... 80
Lampiran 5. Kondisi awal pabrik gula merah tebu ... 81
Lampiran 6. Peta proses operasi pembuatan gula merah tebu ... 82
Lampiran 7. Tata letak industri gula merah tebu awal ... 83
Lampiran 8. Hasil rancangan tata letak industri gula merah tebu ... 84
Lampiran 9. Kondisi akhir industri gula merah tebu ... 85
Lampiran 10. Laporan laba rugi rancang ulang tata tetak industri gula merah tebu 86 Lampiran 11. Arus kas rancang ulang tata letak industri gula merah tebu ... 89
(14)
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gula merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok yang pengadaan dan distribusinya diatur oleh pemerintah. Pada tahun 2004 konsumsi gula nasional mencapai 3,4 juta ton, sedangkan produksi gula nasional hanya sebesar 2,05 juta ton (Anonim, 2005). Gula merah merupakan salah satu alternatif yang dapat membantu memenuhi kekurangan konsumsi gula pasir. Berbeda dengan gula kristal, pengadaan dan distribusi gula merah tidak diatur oleh pemerintah.
Menurut Mubyarto (1984) pada akhir tahun 1960-an, industri gula mengalami penurunan produktivitas dari tahun ke tahun karena inefisiensi dalam melakukan pengolahan tebu menjadi gula. Akibat terjadinya penurunan nilai sewa tanah dan harga tebu sehingga para petani lebih untung untuk mengolah sendiri tebu mereka menjadi gula merah untuk dikonsumsi sendiri atau untuk dijual di pasar-pasar terdekat dengan harga jual sebesar ± 80% dari harga gula pasir.
Gula merah sudah digunakan di Jawa sejak tahun 400. Pada awalnya gula merah dibuat dari nira palma, nira kelapa dan nira siwalan. Setelah tebu masuk ke Indonesia, dikenal pembuatan gula merah dari nira tebu. Sejarah usaha gula tebu dimulai pada abad 17 pada jaman penjajahan Belanda yang memperkenalkan gula tebu sebagai komoditi perdagangan dan kemudian sebagai komoditi industri yang cukup potensial di Pulau Jawa (Wirioadmodjo et al., 1984).
Industri gula merah merupakan industri rumah tangga yang turun temurun. Proses pengolahan gula merah dikerjakan dengan cara dan peralatan yang sederhana. Secara tradisional gula merah banyak dibuat dari nira tebu, nira kelapa, nira siwalan, dan nira dari palma lain. Gula merah mempunyai flavor yang khas sehingga tidak dapat digantikan oleh gula pasir. Gula merah dapat digunakan sebagai penyedap masakan, pemanis minuman, kue-kue, dan merupakan salah satu bahan baku dalam industri kecap (Syukur et al., 1999).
Profil pengusaha kecil di Indonesia dari segi manajemen antara lain pemilik sebagai pengelola, tidak membuat perencanaan tertulis dan pembukuan, kurang mampu mempertahankan mutu, sangat tergantung pada pelanggan dan pemasok
(15)
disekitar usaha, dan kurang mampu membina hubungan perbankan. Profil pengusaha kecil dari segi keuangan antara lain memulai usaha kecil-kecilan dengan bermodalkan sedikit dana dan keterampilan pemilik, kemampuan memperoleh sumber dana pinjaman dari perbankan rendah dan terbatas, perencanaan anggaran kas kurang akurat, serta kurang memahami prinsip dan pentingnya pencatatan keuangan dan penyajian laporan keuangan (Sejoedono dan Tiktik, 2004).
Berbagai permasalahan yang umum dialami oleh pengusaha kecil juga ditemukan pada pengusaha gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari. Oleh karena industri gula merah tebu di Kecamatan Kecamatan Kebonsari merupakan sentral gula merah tebu di Kabupaten Madiun serta mengingat usaha ini dapat memberikan kontribusi terhadap kebutuhan gula dan memiliki potensi ekspor, maka industri gula merah tebu perlu dikembangkan. Agar perkembangan tersebut dapat efektif maka diperlukan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kondisi industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari saat ini.
Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain yang menentukan produktivitas UKM agar dapat berkembang, salah satu faktor pada bidang manajemen produksi adalah aspek tata letak pabrik. Oleh karena produksi gula merah tebu merupakan kelompok bahan pangan, maka aspek higienis dan sanitasi dalam ruang produksi dan selama proses produksi menjadi faktor yang penting. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penelitian ini juga melakukan rancang ulang pabrik di salah satu pengusaha gula merah tebu yang berada di Kecamatan Kebonsari untuk memperbaiki produktivitas dan kualitas terutama dari segi higienis dan kebersihan.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Menganalisa kondisi usaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun yang meliputi aspek legalitas, aspek teknis dan teknologis, aspek ketenagakerjaan, aspek pemasaran, aspek pembiayaan, dan aspek profitabilitas.
(16)
3. Menganalisa prospek pengembangan dan kelayakan usaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penelitian adalah industri gula merah tebu, yaitu industri yang mengolah tebu menjadi gula merah. Industri ini meliputi industri yang berskala rumah tangga yaitu industri yang mempunyai tenaga kerja kurang dari lima orang, dan industri kecil yaitu industri dengan tenaga kerja 5 – 19 orang. Penelitian ini dibatasi pada dua kegiatan utama yaitu analisa profil usaha industri gula merah tebu, dan analisa rancang ulang bangunan industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun.
Analisa profil usaha industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari meliputi karakteristik wilayah, karakteristik industri, dan kontribusi industri terhadap wilayah. Karakteristik wilayah meliputi kondisi lokasi, kependudukan, serta sarana dan prasarana. Karakteristik industri meliputi sejarah dan perkembangan, aspek legalitas, aspek teknis dan teknologis, aspek ketenagakerjaan, aspek pemasaran, aspek pembiayaan dan aspek profitabilitas. Kontribusi industri terhadap wilayah meliputi pendapatan daerah, pertumbuhan usaha lain, dan penyerapan tenaga kerja. Analisa rancang ulang bangunan industri gula merah tebu meliputi aspek tata letak pabrik dan aspek finansial.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dilakukannya penelitian ini antara lain :
1. Memberikan informasi mengenai kondisi usaha industri gula merah tebu yang saat ini dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun.
2. Melakukan perbaikan tata letak dan fasilitas pabrik gula merah tebu yang diharapkan akan memperbaiki mutu dan kualitas gula merah yang dihasilkan. 3. Mengidentifikasi berbagai permasalahan dalam industri gula merah tebu serta
memberikan rekomendasi yang diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan tersebut.
(17)
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. INDUSTRI KECIL
Menurut Undang-Undang No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, definisi industri kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah-tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar Rp 1 milyar atau kurang.
Batasan mengenai skala usaha menurut BPS dilakukan berdasarkan kriteria jumlah tenaga kerja, yaitu :
1. Industri dan Dagang Mikro (ID Mikro) : 1 – 4 orang 2. Industri dan Dagang Kecil (ID Kecil) : 5 – 19 orang 3. Industri dan Dagang Menengah (ID Menengah) : 20 – 99 orang 4. Industri dan Dagang Besar (ID Besar) : 100 orang ke atas
Berdasarkan Undang-Undang No 9 Tahun 1995 tersebut, Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah membuat empat kelompok bidang usaha yang ada pada usaha kecil dan menengah (UKM), yaitu :
1. Bidang usaha perdagangan 2. Bidang usaha industri pertanian 3. Bidang usaha industri non pertanian 4. Bidang usaha aneka jasa
Menurut Sejoedono dan Tiktik (2004) kriteria umum UKM dilihat dari ciri-cirinya pada dasarnya bisa dianggap sama, yaitu sebagai berikut :
1. Struktur organisasi yang sangat sederhana 2. Tanpa staf yang berlebihan
3. Pembagian kerja yang “kendur”
4. Memiliki hierarki manajerial yang pendek
5. Aktivitas sedikit yang formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan 6. Kurang membedakan aset pribadi dari aset perusahaan
(18)
Menurut Adiningsih (2004) permasalahan utama UKM, yaitu masalah finansial dan masalah manajemen. Masalah yang termasuk dalam masalah finansial diantaranya adalah :
1. Kurangnya akses ke sumber dana yang formal baik disebabkan oleh ketiadaan bank di pelosok maupun tidak tersedianya informasi yang memadai
2. Bunga kredit untuk investasi maupun modal kerja yang cukup tinggi
3. Banyak UKM yang belum bankable baik disebabkan belum adanya manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan manajerial dan finansial
Masalah organisasi manajemen (non-finansial) antara lain :
1. Kurangnya pengetahuan atas teknologi produksi dan quality control yang disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan teknologi serta kurangnya pendidikan dan pelatihan
2. Kurangnya pengetahuan atas pemasaran yang disebabkan oleh terbatasnya informasi yang dapat dijangkau oleh UKM mengenai pasar, selain karena keterbatasan kemampuan UKM untuk menyediakan produk atau jasa yang sesuai dengan keinginan pasar
3. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) serta kurangnya sumber daya untuk mengembangkan SDM
4. Kurangnya pemahaman mengenai keuangan dan akuntansi
B. TEKNOLOGI PROSES GULA MERAH
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu (Buckle et al, 1987). Menurut asalnya bahan pemanis dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu bahan pemanis alami dan bahan pemanis sintesis. Jenis-jenis bahan pemanis alami di Indonesia diperoleh dari berbagai tanaman yaitu tebu, singkong, aren, kelapa, siwalan, jagung, nipah dan Stevia rebaudiana (BPPPG, 1985). Salah satu jenis pemanis alami adalah gula merah. Jenis gula ini mengandung bermacam-macam gula selain sukrosa (Buckle et al, 1987).
(19)
1. Bahan Baku
Salah satu bahan baku yang digunakan dalam industri gula merah adalah tanaman tebu. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan atau industri berupa rumput tahunan. Tebu membutuhkan musim dengan keadaan iklim yang panas, ada sinar matahari, dan lembab pada fase tumbuhnya. Temperatur rata-rata adalah sekitar 200C, intensitas cahaya lebih dari 1.200 jam/tahun dan penyediaan air yang cukup merupakan persyaratan tumbuh yang optimal. Bibit tebu tidak dapat bertunas dengan baik pada temperatur kurang dari 200C, namun tebu dapat tumbuh pada temperatur antara 150C – 450C. Tebu membutuhkan curah hujan sebanyak lebih dari 1.300 mm/musim pertumbuhan (Tjokrodirdjo et al., 1999).
Rendemen dipengaruhi oleh teknik budidaya tanaman tebu. Masa kemasakan tebu adalah suatu gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat timbunan sakarosa di dalam batang tebu (Sutardjo, 2002). Menurut Sudiatso (1982) menjelang tebu masak untuk dipanen dikehendaki keadaan kering tidak ada hujan sehingga pertumbuhan terhenti. Hujan terus menerus turun mengakibatkan kemasakan terus tertunda sehingga rendemen menjadi rendah. Untuk mengurangi kepekaan tanaman tebu terhadap kekurangan air ini perlu adanya penyesuaian masa tanam dengan keadaan iklim sehingga peramalan iklim sangat penting dilakukan.
Nira adalah bahan baku dalam pembentukan gula nira tebu berupa cairan hasil ekstraksi batang tebu yang mengandung gula antara 10 – 20% (b/v). Nira tebu ini yang diolah menjadi gula merah tebu (Muchtadi, 1992). Komposisi nira terdiri dari karbohidrat, protein, air, dan pati (Goutara dan Wijandi, 1975). Santoso (1993) menambahkan nira mempunyai rasa manis, berbau harum dan tidak berwarna. Adanya bahan-bahan dari berbagai jenis gula seperti sukrosa, fruktosa, glukosa, dan maltosa menyebabkan rasa manis pada nira. Nira sangat mudah mengalami kerusakan sehingga nira menjadi asam, berbuih putih, dan berlendir. Apabila nira terlambat dimasak, biasanya warna nira akan berubah menjadi keruh kekuningan, rasanya asam serta baunya menyengat.
(20)
2. Proses Pembuatan Gula Merah
Menurut Dachlan (1984) gula merah merupakan hasil olahan nira dengan cara menguapkan airnya kemudian dicetak. Gula merah berbentuk padat dan berwarna coklat kemerahan sampai dengan coklat tua. Proses pembuatan gula merah pada prinsipnya adalah proses penguapan nira dengan cara pemanasan sampai nira mencapai kekentalan tertentu kemudian mencetaknya menjadi bentuk yang diinginkan (Abbas dan Nirawan, 1980).
Pembuatan gula merah ini biasanya dilakukan secara sederhana di daerah-daerah pedesaan. Selain itu peralatan dan teknologi yang digunakan umumnya masih sederhana sehingga mutu produk yang dihasilkan relatif rendah dan tidak konsisten (Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur, 1997). Tahap awal dari proses pembuatan gula merah adalah persiapan nira, kemudian disaring dengan menggunakan kain penyaring untuk memisahkan kotoran-kotoran seperti potongan ranting, daun kering, dan serangga. Nira hasil penyaringan dimasukkan ke dalam wajan kemudian dipanaskan pada suhu sekitar 1100C sambil dilakukan pengadukan. Pada pemasakan dengan suhu tinggi ini, kotoran-kotoran halus akan terapung di permukaan bersama-sama dengan buih nira. Kotoran tersebut kemudian dibuang dengan menggunakan serok (Santoso, 1983).
Buih-buih yang timbul selama proses dapat dikurangi dengan melakukan pengadukan terus menerus serta dapat ditambahkan kelapa parut, minyak kelapa, atau kemiri yang dihaluskan (Palungkun, 1993). Menurut Jatmika et al (1990) minyak dalam parutan kelapa berfungsi sebagai penurun tegangan permukaan antara buih dan cairan nira sehingga peluapan buih dapat dicegah. Pemanasan nira dihentikan jika nira sudah mulai pekat dan berwarna kecoklatan serta buih-buih nira sudah menurun. Gula yang dihasilkan akan berwarna gelap dan agak keras. Kecukupan pemanasan sangat mempengaruhi mutu gula merah yang dihasilkan. Apabila waktu pemanasan terlalu cepat maka gula merah yang dihasilkan akan lembek dan mudah meleleh (Sardjono, 1985).
Nira pekat yang telah dimasak, kemudian dituangkan ke dalam cetakan yang telah dibasahi dengan air untuk mempermudah pelepasan gula merah. Alat pencetakan gula merah umumnya adalah tempurung kelapa atau batang bambu. Tahap akhir pembuatan gula merah adalah pengemasan. Menurut Dyanti (2002)
(21)
pengemasan diperlukan untuk memperpanjang umur simpan gula merah dan mencegah penurunan mutu gula merah akibat penyerapan air. Bahan kemasan yang biasa digunakan adalah daun pisang kering, daun aren, kulit jagung, atau plastik.
3. Mutu dan Kualitas Gula Merah
Mutu gula merah ditentukan dari penampilannya seperti bentuk, warna, dan kekerasan. Kekerasan dan warna gula merah sangat dipengaruhi oleh mutu nira yang telah terfermentasi. Gula merah memiliki tekstur dan struktur yang kompak serta tidak terlalu keras, sehingga mudah dipatahkan dan memberi kesan empuk. Namun apabila gula merah disimpan pada tempat yang lembab atau terkena air maka teksturnya akan berubah menjadi lembek (Sardjono, 1986).
Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu gula merah tebu
Persyaratan
No Jenis Uji Satuan
Mutu I Mutu II
Keadaan
Bau - khas khas
Rasa - khas khas
Warna - coklat muda – tua coklat muda – tua
1
Penampakan - tidak berjamur tidak berjamur
2 Bagian yang tidak larut dalam air, b/b % maks 1,0 maks 5,0
3 Air, b/b % maks 8,0 maks 10,0
4 Gula (dihitung sebagai sakarosa), b/b % min 65 min 60 5 Gula Pereduksi (dihitung sebagai glukosa), b/b % maks 11 maks 14
Bahan tambahan makanan
residu mg/kg maks 20 maks 20
6
benzoat mg/kg maks 200 maks 200
Cemaran logam
timbal (Pb) mg/kg maks 2,0 maks 2,0
tembaga (Cu) mg/kg maks 2,0 maks 2,0
seng (Zn) mg/kg maks 40,0 maks 40,0
timah (Sn) mg/kg maks 40,0 maks 40,0
7
raksa (Hg) mg/kg maks 0,03 maks 0,03
8 Cemaran arsen mg/kg maks 0,1 maks 0,1
.
Mutu produk gula merah yang dihasilkan ditentukan oleh warna gula merah, tekstur, dan daya simpan. Mutu gula merah dapat digolongkan menjadi dua atau tiga tingkat mutu tergantung tingkatan masing-masing daerah. Untuk pengolahan mutu dengan dua tingkatan sesuai dengan standar mutu gula merah tebu yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam SNI 01-6237-2000 (Tabel 1). Mutu gula merah yang digolongkan menjadi tiga tingkatan terdiri dari
(22)
mutu baik, sedang, dan jelek. Mutu baik adalah gula merah dengan warna kuning jernih, tekstur berpasir lembut, dan terasa manis. Mutu sedang adalah gula merah dengan warna kuning kemerahan dan tekstur berpasir kasar. Mutu jelek adalah gula merah dengan warna merah tua dengan tekstur lunak (Syukur et al., 1999).
Gula merah memiliki aroma dan rasa yang khas. Rasa manis pada gula merah disebabkan karena gula merah mengandung beberapa jenis gula seperti sukrosa, fruktosa, glukosa dan maltosa (Santoso, 1993). Warna merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas penampakan bahan makanan, disamping faktor lainnya seperti bentuk dan ukuran. Pada gula merah, warna dijadikan salah satu faktor yang digunakan untuk menentukan tingkat kualitas produk. Sardjono (1986) menyatakan bahwa gula merah yang warnanya lebih cerah dianggap memiliki kualitas yang lebih baik.
Pembentukan warna gula merah pada dasarnya sangat bergantung pada 2 hal, yaitu kondisi bahan baku dan proses pembuatan gula merah. Kondisi bahan baku tergantung pada komposisi kimia nira (kadar air, protein, asam organik, dan lemak) dan kondisi kesegaran nira (pH awal sebelum proses). Tahap proses tergantung pada suhu proses, pengadukan selama pemasakan, kondisi kebersihan (sanitasi) proses dan alat-alat yang digunakan (Nurlela, 2001). Pengolahan dengan pemanasan menyebabkan gula merah memiliki warna yang bervariasi dari kuning hingga coklat tua. Menurut Nengah (1990) warna merah terbentuk karena adanya reaksi pencoklatan (browning) selama pengolahan.
Berdasarkan hasil penelitian Nurlela (2002) agar diperoleh warna gula merah yang coklat kekuningan, keras dan kering sebaiknya pH nira sebelum diolah berkisar antara 5,5 – 6,5. Dachlan (1984) menambahkan untuk memperoleh warna gula merah yang kekuningan, sebelum nira dipanaskan perlu ditambahkan kira-kira 5 gram Na-Metabisulfit untuk setiap 25 liter nira. Penggunaan api jangan terlalu besar tetapi cukup untuk mendidihkan nira dan nyala api diusahakan lancar.
C. MANAJEMEN PEMASARAN
Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang
(23)
bernilai dengan pihak lain. Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi (Kotler, 2004).
Bagi pemasaran produk barang, manajemen pemasaran akan dipecah atas 4 kebijakan pemasaran yang lazim disebut sebagai bauran pemasaran ( marketing-mix) yang terdiri dari 4 komponen, yaitu produk, harga, distribusi, dan promosi (Umar, 2003). Menurut Kotler (2004) pada umumnya harga ditetapkan oleh pembeli dan penjual yang saling bernegosiasi. Dalam bauran pemasaran, harga merupakan satu-satunya elemen yang menghasilkan pendapatan dan dapat diubah dengan cepat.
Penetapan harga harus dipertimbangkan bersama-sama sebagai bagian dari sistem ekonomi. Penetapan harga akan mempengaruhi keputusan bisnis produsen, pemasar, dan konsumen dimana keputusan itu pada gilirannya akan mempengaruhi harga (Hoos et al, 1954).
Sebagian besar produsen tidak menjual barang mereka secara langsung ke pemakai akhir. Antara produsen dan pemakai akhir terdapat satu atau beberapa saluran pemasaran, serangkaian pemasaran yang melaksanakan berbagai fungsi. Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Keputusan saluran pemasaran merupakan salah satu keputusan yang paling rumit dan menantang yang dihadapi perusahaan. Saluran yang dipilih perusahaan sangat mempengaruhi semua keputusan pemasaran lain (Kotler, 2004).
D. PERENCANAAN TATA LETAK
Salah satu kegiatan rekayasawan industri yang tertua adalah menata letak pabrik dan menangani perpindahan bahan. Tata letak yang baik selalu melibatkan tata cara pemindahan bahan di pabrik, sehingga kemudian disebut tata letak pabrik dan pemindahan bahan (Apple, 1990).
Menurut Machfud dan Agung (1990) perencanaan tata letak adalah suatu perencanaan untuk menentukan dan mengatur mesin dan peralatan pada suatu
(24)
tercepat dengan biaya produksi yang paling rendah. Perencanaan tata letak harus memperhitungkan keseluruhan proses produksi, sejak dari penerimaan bahan baku sampai dengan pengiriman produk akhir.
Perencanaan tata letak mencakup desain atau konfigurasi dari bagian-bagian, pusat kerja, dan peralatan yang membentuk proses perubahan dari bahan mentah menjadi bahan jadi. Perencanaan tata letak merupakan salah satu tahap dalam perencanaan fasilitas yang bertujuan untuk mengembangkan suatu sistem produksi yang efisien dan efektif sehingga dapat tercapai suatu proses produksi dengan biaya yang paling ekonomis (Herjanto, 1999).
Permasalahan tata letak sangat beragam jenisnya antara lain bila dilakukan perubahan rancangan, perluasan departemen, pengurangan departemen, penambahan produk baru, memindahkan satu departemen, penambahan departemen baru, peremajaan peralatan yang rusak, perubahan metode produksi, penurunan biaya, dan perencanaan fasilitas baru (Apple, 1990).
Menurut Machfud dan Agung (1990) prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam perencanaan tata letak fasilitas adalah sebagai berikut : (1) prinsip integrasi menyeluruh, (2) prinsip jarak pergerakan yang minimum, (3) prinsip aliran, (4) prinsip volume ruang, (5) prinsip kepuasan dan kenyamanan bagi pekerja dalam melaksanaan pekerjaan, dan (6) prinsip fleksibilitas.
E. ANALISA BIAYA DAN FINANSIAL
Analisa finansial adalah suatu analisa yang membandingkan antara biaya-biaya dengan manfaat (keuntungan) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Sutojo, 2002). Menurut Umar (2003), tujuan menganalisa aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan berkembang terus.
Pengertian modal menurut Bakker dalam Riyanto (1989) adalah barang-barang kongkrit yang ada dalam rumah tangga perusahaan yang terdapat di neraca debet, maupun daya beli atau nilai tukar dari barang-barang yang tercatat di
(25)
neraca sebelah kredit. Sumber kepemilikan modal menurut Biro Pusat Statistik (1999) antara lain modal sendiri, hibah atau transfer, dan pihak lain. Menurut Umar (2003) beberapa sumber-sumber dana yang penting antara lain adalah : 1. Modal pemilik perusahaan yang disetorkan
2. Saham yang diperoleh dari penerbitan saham di pasar modal
3. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan dan dijual di pasar modal 4. Kredit yang diterima dari bank
5. Sewa guna (leasing) dari lembaga non-bank
Jumlah dana pembiayaan dibagi menjadi dua yaitu dana modal tetap dan modal kerja netto. Dana modal tetap meliputi dana pembiayaan dan pengadaan kegiatan pra-investasi, harta tetap, pengadaan teknologi, biaya produksi percobaan, dan pembayaran bunga pinjaman selama periode pembangunan proyek. Dana modal kerja digunakan untuk memutar roda operasi sehari-hari seperti dana pengadaan bahan baku, bahan pembantu, barang setengah jadi, barang jadi, piutang dagang, dan sejumlah cadangan uang tunai (Sutoyo, 1996).
Biaya (cost) adalah pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu barang atau jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar menukar, atau melalui pemberian jasa. Ongkos (expense) adalah pengeluaran untuk memperoleh pendapatan (Rony, 1990).
Jenis biaya menurut Asri dan Adisaputro (1992) dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : biaya produksi, biaya pemasaran, dan biaya administrasi dan umum. Biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (Rony, 1990).
Evaluasi kemampuan proyek menghasilkan keuntungan dengan menggunakan rasio laba atas penjualan, laba atas dana yang ditanam dan laba atas modal sendiri (Sutoyo, 1996). Menurut Sembiring dan Rivai (1991) analisa laba kotor adalah penjualan dikurangi dengan biaya-biaya produksi (bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik) dari barang-barang yang telah laku terjual. Umar (2003) menambahkan beberapa metode yang dipertimbangkan untuk menilai aliran kas dari suatu invetasi adalah Net Present Value (NPV),
(26)
III.
METODOLOGI
A. KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian mengenai “Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Ulang Tata Letak Industri Gula Merah Tebu” dibagi menjadi dua kegiatan utama yaitu analisa profil usaha industri gula merah tebu dan analisa rancang ulang bangunan industri gula merah tebu yang berada di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun. Analisa profil usaha industri gula merah tebu meliputi karakteristik wilayah, karakteristik industri, dan kontribusi industri terhadap wilayah. Analisa rancang ulang bangunan industri gula merah tebu meliputi aspek tata letak pabrik dan aspek finansial.
Kondisi lokasi, kependudukan, dan sarana prasarana merupakan sumber daya yang dimiliki untuk mengembangkan wilayahnya di semua sektor kehidupan khususnya pada sektor industri gula merah tebu. Menurut Wijaya (2001) industrialisasi pedesaan berdasarkan faktor lokasi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu industri di desa lahan kering dan industri di desa lahan sawah. Dipandang dari aspek lokasi, industralisasi pedesaan menunjukkan keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri.
Karakteristik industri yang meliputi aspek legalitas, teknis teknologis, ketenagakerjaan, pemasaran, pembiayaan dan profitabilitas digunakan sebagai informasi dalam menentukan profil usaha industri gula merah tebu yang ada di Kecamatan Kebonsari. Hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Manajemen FE UI tahun 1987 di dalam Sejoedono dan Tiktik (2004) merumuskan profil usaha kecil di Indonesia sebagai berikut : (1) Hampir setengah perusahaan kecil hanya mempergunakan 60% kapasitas produksinya, (2) 60% menggunakan teknologi tradisional, (3) 70% melakukan pemasaran langsung ke konsumen, dan (4) Untuk memperoleh bantuan perbankan, dokumen-dokumen yang harus disiapkan dipandang terlalu rumit.
Keberadaan suatu industri di wilayah tertentu memberikan pengaruh terhadap lingkungannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Analisa kontribusi industri gula merah tebu terhadap wilayah Kecamatan Kebonsari meliputi
(27)
pendapatan daerah, pertumbuhan usaha lain, dan penyerapan tenaga kerja. Menurut Sejoedono dan Tiktik (2004) dalam pembangunan ekonomi di Indonesia industri kecil selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern. Industri kecil menyumbang pembangunan dengan berbagai jalan antara lain menciptakan kesempatan kerja, memperluas angkatan kerja, dan menekan laju urbanisasi sehingga secara nasional industri kecil memberikan sumbangan terhadap produk domestik bruto.
Kegiatan pengolahan gula merah tebu dilakukan pada satu lokasi yang tetap sehingga sebuah industri gula merah memiliki sebuah bangunan pabrik untuk kegiatan produksi. Salah satu kegiatan rekayasawan industri yang tertua adalah menata letak pabrik dan menangani perpindahan bahan (Apple, 1990). Menurut Herjanto (1999) perencanaan tata letak mencakup desain atau konfigurasi dari bagian-bagian, pusat kerja, dan peralatan yang membentuk proses perubahan dari bahan mentah menjadi bahan jadi. Rancang ulang bangunan pabrik gula merah tebu termasuk kegiatan proyek. Menurut Umar (2003) kegiatan proyek adalah kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka pendek dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas dan sasarannya telah digariskan dengan jelas.
Dalam pengkajian aspek ekonomi dan keuangan diperhitungkan berapa jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan kemudian mengoperasikan proyek (Sutoyo, 1996). Lebih lanjut Umar (2003) menambahkan tujuan menganalisa aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas proyek bisnis sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya rencana bisnis yang dimaksud. Perusahaan-perusahaan yang ingin sukses perlu memahami akuntansi baik akuntansi keuangan (financial accounting) maupun akuntansi biaya (cost accounting). Laporan keuangan dan pengelolaan keuangan perusahaan yang baik diperoleh dari proses akuntansi. Aktivitas akuntansi keuangan berkaitan dengan mencatat dan memeriksa data historis mengenai perubahan modal kerja, perubahan investasi, dan perubahan posisi keuangan (Kuswadi, 2005)
(28)
Gambar 1. Skematis pelaksanaan penelitian
Skematis pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini termasuk kedalam kelompok penelitian survei dan studi kasus. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Effendi dan Singarimbun, 1989). Menurut Nasution (2003) penelitian survei bertujuan untuk mengumpulkan
(29)
informasi tentang orang yang jumlahnya besar dengan cara mewawancarai sejumlah kecil populasi itu. Studi kasus (case study) adalah bentuk penelitian tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya. Supranto (1991) menambahkan tujuan studi kasus adalah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus ataupun status individu, yang kemudian sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan hal yang berifat umum. Dalam studi kasus elemen satu lokasi penelitian tidak terkait dengan populasi tertentu. Kesimpulan yang diambil tidak bersifat umum, tetapi hanya tertentu pada kasus yang diteliti.
B. METODE PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian “Analisa Kondisi Usaha dan Rancang Ulang Tata Letak Industri Gula Merah Tebu” dilaksanakan di Desa Pucanganom, Desa Tambakmas, dan Desa Sidorejo yang termasuk ke dalam Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun, Propinsi Jawa Timur. Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada tanggal 10 Februari 2006 sampai dengan 19 Mei 2006.
2. Metode Sampling
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga, sementara unit penelitian adalah unit yang akan diteliti atau dianalisa (Effendi dan Singarimbun, 1989). Unit analisa dalam penelitian ini adalah unit usaha pengolahan gula merah tebu dimana populasi adalah semua industri gula merah tebu yang berada di Kecamatan Kebonsari. Yang menjadi sampel adalah semua unit usaha yang pada saat penelitian ini sedang beroperasi. Dengan demikian maka metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive
dan snowball sampling. Purposive sampling dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu, sementara dalam snowball sampling dimulai dengan salah satu responden yang kemudian diminta untuk menunjuk kawan masing-masing dan begitu seterusnya sehingga kelompok semakin besar (Nasution, 2003).
(30)
3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan pengukuran langsung yang dilakukan kepada pengusaha gula merah tebu, Desa Pucanganom, Desa Tambakmas, Desa Sidorejo, Kecamatan Kebonsari, Dinas Perkebunan Kabupaten Madiun, Dinas Perindustrian Kabupaten Madiun, dan BPS Kabupaten Madiun. Data sekunder berasal dari buku, internet, publikasi dan lampiran dari berbagai badan-badan resmi, dan hasil-hasil studi. Alat bantu yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain kuesioner, meteran, stopwatch, buku tulis, dan alat tulis.
4. Metode Pengolahan Data a. Analisa dan interpretasi data
Untuk mendapatkan deskripsi ciri atau karakteristik unit sampel atas dasar analisa suatu variabel tertentu dilakukan kegiatan analisa terhadap data yang telah dikumpulkan. Menurut Effendi dan Singarimbun (1989) analisa data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisa tabel, grafik, dan diagram. Interprestasi data dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi secara sempit dan luas. Pada interpretasi secara sempit, peneliti hanya melakukan interpretasi atas data dan hubungan yang ada dalam penelitiannya, sedangkan interprestasi secara luas mencoba mencari pengertian yang lebih luas tentang hasil-hasil yang diperoleh kemudian membandingkan hasil analisa peneliti dengan kesimpulan peneliti lain.
b. Analisa tata letak
Perencanaan tata letak secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut Tompkins dan White (1984) ada beberapa prosedur yang berbeda dalam pelaksanaan perancangan tata letak. Salah satu cara yang umum digunakan adalah berdasarkan tahapan sebagai berikut :
1. Mendefinisikan tujuan fasilitas
2. Merinci aktivitas utama yang mendukung pencapaian tujuan 3. Menentukan hubungan antar semua aktivitas
(31)
4. Menentukan luasan yang diperlukan untuk semua aktivitas 5. Menyusun alternatif tata letak
6. Melakukan evaluasi terhadap alternatif-alternatif 7. Memilih salah satu alternatif
8. Melaksanakan tata letak yang dipilih 9. Memelihara dan menyesuaikan tata letak.
Gambar 2. Perencanaan tata letak secara sistematis (Machfud dan Agung, 1990)
(32)
c. Analisa finansial 1. Analisa profitabilitas
Analisa profitabilitas atau laporan laba rugi menggambarkan besarnya jumlah pendapatan dan biaya dalam satu periode sehingga merupakan informasi yang mengambarkan keberhasilan atau kegagalan kinerja perusahaan (Kuswadi, 2005)
TC
TR−
= π π = Profit (keuntungan)
TR = Total Revenue (pendapatan total) TC = Total Cost (biaya total)
2. R/C (Return to Cost) Rasio
Komposisi ini pada dasarnya untuk memudahkan apakah suatu usaha telah mencapai titik impas (Break Even Point) dangan kriteria sebagai berikut :
R/C > 1 menguntungkan
R/C = 1 impas (tidak untung dan tidak rugi) R/C < 1 rugi
3. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara Present Value (PV) dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (Umar, 2003).
o n t t t I K CT NPV − + =
∑
=1(1 )
CFt = Aliran kas pada periode t Io = Investasi awal pada tahun 0 K = Suku bunga (discount rate)
4. Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Umar (2003) Internal Rate of Investment atau IRR adalah metode yang digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang.
− − − − = 1 2 1 2 1 1 C C P P x C P IRR
(33)
P1 = Tingkat bunga ke-1 P2 = Tingkat bunga ke-2 C1 = NPV ke-1
C2 = NPV ke-2
5. Payback Period (PBP)
Payback Period (PBP) adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2003).
) ( +1− +1
− + =
n n
n B B
B n
PBP
n = Periode investasi nilai kumulatif Benefit negatif terakhir Bn = Nilai kumulatif Bt - Ct negatif yang terakhir (Rp)
(34)
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PROFIL INDUSTRI GULA MERAH TEBU 1. Karakteristik Wilayah
a. Kondisi lokasi
Kecamatan Kebonsari merupakan salah satu Kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Madiun. Batas wilayah Kecamatan Kebonsari bagian utara adalah Kecamatan Geger, bagian selatan adalah Kabupaten Ponorogo, bagian timur adalah Kecamatan Dolopo dan Kecamatan Geger, dan bagian barat adalah Kabupaten Magetan (Lampiran 1). Kecamatan Kebonsari termasuk dataran rendah dengan ketinggian 65,36 dari permukaaan laut. Rata-rata curah hujan adalah 1.200 mm dengan rata-rata lamanya musim penghujan adalah 5 bulan/tahun.
Luas wilayah kecamatan Kebonsari adalah 5.102,55 Ha yang terbagi menjadi 14 desa, yaitu Tambakmas, Tanjungrejo, Sukorejo, Pucanganom, Krandegan, Singgahan, Sidoredjo, Palur, Mojorejo, Kebonsari, Rejosari, Balerejo, Bacem, dan Kedondong. Lahan yang berada di Kecamatan Kebonsari digunakan petani sebagai areal pertanian, tanaman obat dan pekebunan. Penggunaan lahan terbesar di Kecamatan Kebonsari adalah lahan persawahan dengan hasil pertanian utama berupa padi dan jagung. Tanaman obat yang dibudidayakan oleh petani adalah jahe dan kunyit, sedangkan tanaman perkebunan berupa tebu, kelapa, kakao, kapuk randu, dan melinjo.
Berdasarkan Tabel 2 dan 3 mengenai persentase lahan berdasarkan penggunaan dan produksi beberapa jenis tanaman pada tahun 2004 di Kecamatan Kebonsari, tanaman tebu termasuk salah satu komoditas utama di Kecamatan Kebonsari sehingga tebu memberikan kontribusi yang berarti bagi pendapatan mesyarakat. Selain ditanam di tanah sawah, tanaman tebu dapat ditanam pada lahan kering sehingga tebu dapat ditanam di tegalan. Sejak awal tahun delapan puluhan pabrik gula merintis mengembangkan tebu di daerah lahan kering, namun menurut Soentoro et al., (1999) produktivitas tebu lahan kering jauh lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas tebu lahan sawah. Pada tahun 2004, tanaman tebu termasuk tanaman yang menggunakan areal lahan terbesar kedua di
(35)
Kecamatan Kebonsari. Luas dan persentase penggunaan areal tanaman ini di Kecamatan Kebonsari adalah 1.127 Ha atau 22,09% untuk tanaman tebu dengan produktivitas tebu per luas area adalah 100 ton/Ha.
Tabel 2. Luas tanah kecamatan kebonsari berdasarkan penggunaannya
Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%)
Tanah Sawah
• Teknis 2439,34 47,81
• ½ teknis 542,25 10,63
Tanah Kering
• Tadah hujan 140,68 2,76
• Tegal 329,33 6,45
• Mukim 1072,34 21,02
Perkebunan Rakyat 82 1,61
Fasilitas Umum
• Kas desa 365,75 7,17
• Lapangan 8,07 0,16
• Kantor 4,51 0,09
• Lainnya* 118,28 2,32
Jumlah 5102,55 100,00
* Masjid, Puskesmas, Koperasi, Gardu, dan lain-lain. (Sumber : Kecamatan Kebonsari, 2005)
Tabel 3. Hasil produksi pertanian, tanaman obat, dan perkebunan Kecamatan Kebonsari tahun 2004
Jenis Tanaman Luas Tanam Jumlah Produksi
Pertanian
• Padi 2.074,00 Ha 10.971,46 ton
• Jagung 447,41 Ha 4.872,29 ton
• Lainnya 60,57 Ha 508,79 ton
Tanaman Obat
• Jahe 3,42 Ha 3,11 ton
• Kunyit 4,83 Ha 4,15 ton
Perkebunan
• Tebu 1.127,00 Ha 112.700,00 ton
• Kakao 22,00 Ha -
• Kelapa 1.980 batang -
• Kapuk randu 1.176 batang 0,58 ton
• Melinjo 9.985 batang
(Sumber : Kecamatan Kebonsari, 2005)
b. Kependudukan
Jumlah penduduk Kecamatan Kebonsari adalah 53.781 jiwa dengan 13.895 kepala keluarga, dan tingkat kepadatan penduduk adalah 1.055 jiwa/km2. Jumlah penduduk buta huruf adalah 374 jiwa. Mata pencaharian sebagian besar penduduk
(36)
adalah petani dengan persentase sebesar 83,06%. Jumlah pengangguran di Kecamatan Kebonsari adalah 4314 jiwa. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kecamatan Kebonsari dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Kebonsari Tahun 2004
Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
Petani* 24.368 83,06
Peternak 209 0,71
Lainnya** 4.761 16,23
29.338 100,00
* Petani pemilik, Petani penyakap, dan Buruh tani
** ABRI/PNS, Pegawai swasta, Wiraswasta, Buruh/Karyawan, dan lain-lain (Sumber : Kecamatan Kebonsari, 2005)
Sektor pertanian dan perkebunan di Kecamatan Kebonsari mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 24.368 jiwa dari 3.532,60 Ha areal pertanian dan perkebunan yang ada. Perbandingan antara luas areal dengan tenaga kerja adalah 0,14 Ha/orang. Hasil wawancara dengan petani tebu, pengerjaan lahan perkebunan tebu di Kecamatan Kebonsari umumnya dilakukan secara individu. Rata-rata luas areal perkebunan tebu yang digarap berkisar antara 0,14 – 1 Ha dengan jumlah pekerja sebanyak 1 – 7 orang. Petani dapat menggarap lahan milik sendiri dan lahan milik orang lain terutama untuk petani penyakap dan buruh tani karena tidak memiliki lahan milik sendiri untuk digarap.
Hasil penelitian mengenai analisis peluang peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan petani melalui pengelolaan usahatani bersama yang dilakukan oleh Yusdja et al., (2004) menjelaskan bahwa usaha tani sawah rakyat yang dikelola secara individu tidak efisien karena terbukti meningkatkan penggunaan biaya, pupuk dan alokasi lahan. Kerjasama antar petani layak dilakukan karena dapat meningkatkan produksi sebesar 5 – 10%, meningkatkan keuntungan 18 – 30%, dan kesempatan kerja bertambah sebesar 20 – 30%.
c. Sarana dan prasarana
Aktivitas penduduk di Kecamatan Kebonsari di bidang perdagangan gula merah tebu dan komoditas tebu didukung oleh sarana dan prasarana yang ada Sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Kebonsari antara lain sarana transportasi, komunikasi, dan irigasi (Tabel 5).
(37)
Tabel 5. Sarana dan prasarana di Kecamatan Kebonsari
Sarana dan Prasarana Jumlah
Transportasi
• Jalan desa 426 km
• Jalan kampung 53 km
• Jembatan 64 unit
• Sepeda motor 8.733 unit
• Mobil 471 unit
• Angkutan Desa ada
• Ojek ada
• Bus ada
Komunikasi
• Radio ada
• Televisi 11.438 unit
• Telepon ada
Irigasi
• Primer 23.695 km
• Tersier 49.646 km
(Sumber : Kecamatan Kebonsari, 2005)
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan pengamatan langsung yang dilakukan. Jalan desa yang berada di Kecamatan Kebonsari adalah jalan aspal yang dilalui angkutan desa. Rata-rata frekuensi angkutan desa yang melintasi Kecamatan Kebonsari kurang lebih dua jam sekali, namun pada pagi hari frekunsinya antara 15 – 30 menit sekali karena umumnya mengangkut penumpang dari pasar. Bus hanya melintasi Desa Tanjungrejo karena letaknya berada di sebelah selatan dan berbatasan langsung dengan jalan utama yang menghubungkan Kabupaten Ponorogo.
Tingginya tingkat kepemilikan sepeda motor menyebabkan mobilitas penduduk di Kecamatan Kebonsari pada umumnya menggunakan sepeda motor sebagai sarana transportasi. Sebagian kecil menggunakan sepeda, mobil pribadi, dan jalan kaki sampai jalan desa yang dilalui angkutan desa. Mobilitas yang dinamis dengan sarana dan prasarana transportasi yang memadai sangat mendukung mobilitas penduduk, khususnya petani dan pengusaha industri gula merah tebu untuk menjual produk, membeli bahan baku, dan mencari tenaga kerja.
Perkembangan sarana dan prasarana komunikasi di Kecamatan Kebonsari sudah cukup baik. Televisi dan radio merupakan sumber informasi utama petani dan pengusaha industri gula merah tebu dalam mengetahui perkembangan dunia usaha. Kegiatan komunikasi dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pada
(38)
komunikasi langsung biasanya kedua belah pihak melakukan pertemuan secara langsung baik disengaja atau tidak, sedangkan komunikasi tidak langsung dilakukan menggunakan alat komunikasi telepon dan handphone.
Saluran irigasi yang terdapat di Kecamatan Kebonsari terdiri dari irigasi primer dan tertier. Hasil wawancara dengan Kepala Seksi PMD Kecamatan Kebonsari dan staf Dinas Perkebunan Kabupaten Madiun, sumber air pada saluran irigasi primer berasal dari bendungan atau sungai yang bisa mengairi 1 – 2 Kecamatan (irigasi sekunder) dan sebuah saluran irigasi sekunder dapat mengairi beberapa desa (irigasi tertier). Pengelolaan saluran irigasi primer dan sekunder diatur oleh Dinas Perairan setempat, sementara pengelolaan dan perawatan saluran irigasi tertier diserahkan langsung kepada petani. Selain memanfaatkan saluran irigasi, petani menggunakan sumur pompa diesel untuk mengairi areal pertanian dan perkebunan.
2. Karakteristik Industri a. Sejarah dan perkembangan
Industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari sudah dimulai sejak tahun 1930. Menurut Soentoro et al., (1999) masa kejayaan gula berakhir menjelang tahun tiga puluhan bersamaan dengan terjadinya depresi ekonomi. Penurunan harga gula yang drastis menyebabkan banyak pabrik gula yang tutup sehingga produksi gula sangat merosot. Salah satu alternatif yang dilakukan petani tebu adalah dengan mengolah sendiri tebu menjadi gula merah tebu yang kemudian dijual di pasar-pasar tradisional sekitar. Dengan demikian industri gula merah tebu terus tumbuh dan berkembang sebagai salah satu usaha petani tebu untuk meningkatkan penghasilannya.
Pada awalnya tenaga yang digunakan untuk proses penggilingan tebu adalah tenaga sapi. Pada saat panen tebu, proses pengolahan gula merah tebu dikerjakan selama 24 jam penuh untuk menghindari kerusakan nira tebu yang sudah ditebang. Pengusaha dan keluarga terlibat langsung dalam proses produksi gula merah tebu pada siang hari, sedangkan pengolahan pada malam hari dilakukan oleh pihak saudara atau penduduk sekitar.
Pada tahun 1975 mulai dikenal mesin diesel untuk menggerakkan mesin giling menggantikan sapi. Dengan mesin ini, waktu proses pengolahan menjadi
(39)
lebih pendek 10 – 12 jam yang dimulai pada pukul 06.00 pagi untuk menghasilkan gula merah tebu yang sama dengan menggunakan tenaga sapi. Setelah adanya teknologi mesin pada industri gula merah tebu, pengusaha tidak secara langsung terlibat dalam proses pengolahan. Pengolahan gula merah tebu hanya dilakukan oleh tenaga kerja penggiling.
Sekitar tahun 1990-an pemerintah melalui Dinas Perkebunan melakukan penyuluhan-penyuluhan pada petani tebu. Materi penyuluhan yang dilakukan umumnya adalah materi di sektor hulu seperti pengelolaan, perawatan, pengendalian, serta upaya meningkatkan produktivitas perkebunan tebu. Salah satu bentuk penyuluhan mengenai industri gula merah tebu adalah adanya materi pelatihan metode jarak jauh mengenai pengolahan gula merah tebu pada tahun 1997 oleh Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur.
Menurut Hawkins dan Van Den Ban (1999) definisi penyuluhan adalah keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Petani memanfaatkan berbagai sumber untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang diperlukan untuk mengelola usaha tani mereka dengan baik meliputi :
a) Petani-petani lain
b) Organisasi penyuluhan milik pemerintah
c) Perusahaan swasta yang menjual input, menawarkan kredit, dan membeli hasil pertanian
d) Agen pemerintahan yang lain, lembaga pemasaran, dan politisi e) Organisasi petani dan organisasi swasta beserta stafnya
f) Jurnal usaha tani, radio, televisi, dan media massa lainnya g) Konsultan swasta, pengacara, dan dokter hewan
Pada tahun 1997 industri gula merah tebu yang beroperasi di Kecamatan Kebonsari berjumlah 70 unit usaha. Setelah reformasi industri gula merah tebu jumlah industri gula merah tebu yang beroperasi semakin berkurang. Hal tersebut disebabkan rendahnya modal kerja yang dimiliki, dan sulit dalam mencari tenaga kerja.
(1)
Lampiran 11. Arus kas rancang ulang tata letak industri gula merah tebu
Kapasitas tetap dan perubahan % mutu
POlA I
Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Cash Inflow Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000
Total penerimaan Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000
Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640
Investasi Rp 38.215.000
Biaya Produksi Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640 Rp 97.131.640
Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Rp 143.108.360 Present Value Rp (38.215.000) Rp 123.369.276 Rp 106.352.824 Rp 91.683.469 Rp 79.037.473 Rp 68.135.753 Rp 58.737.718 Rp 50.635.964 Rp 43.651.693 Rp 37.630.770 Rp 32.440.319 Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 104.893.360 Rp 248.001.720 Rp 391.110.080 Rp 534.218.440 Rp 677.326.800 Rp 820.435.160 Rp 963.543.520 Rp 1.106.651.880 Rp 1.249.760.240 Rp 1.392.868.600
POlA II
Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Cash Inflow Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000
Total penerimaan Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000
Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760
Investasi Rp 38.215.000
Biaya Produksi Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760 Rp 130.374.760
Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Rp 109.865.240 Present Value Rp (38.215.000) Rp 94.711.414 Rp 81.647.771 Rp 70.386.009 Rp 60.677.594 Rp 52.308.271 Rp 45.093.337 Rp 38.873.566 Rp 33.511.695 Rp 28.889.392 Rp 24.904.648 Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 71.650.240 Rp 181.515.480 Rp 291.380.720 Rp 401.245.960 Rp 511.111.200 Rp 620.976.440 Rp 730.841.680 Rp 840.706.920 Rp 950.572.160 Rp 1.060.437.400
POlA III
Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Cash Inflow Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000
Total penerimaan Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000 Rp 240.240.000
Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240
Investasi Rp 38.215.000
Biaya Produksi Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240 Rp 168.409.240
Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Rp 71.830.760 Present Value Rp (38.215.000) Rp 61.923.069 Rp 53.381.956 Rp 46.018.928 Rp 39.671.489 Rp 34.199.560 Rp 29.482.379 Rp 25.415.844 Rp 21.910.210 Rp 18.888.112 Rp 16.282.856 Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 33.615.760 Rp 105.446.520 Rp 177.277.280 Rp 249.108.040 Rp 320.938.800 Rp 392.769.560 Rp 464.600.320 Rp 536.431.080 Rp 608.261.840 Rp 680.092.600
(2)
POlA IV
Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Cash Inflow Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000
Total penerimaan Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000 Rp 96.096.000
Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560
Investasi Rp 38.215.000
Biaya Produksi Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560 Rp 51.317.560
Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Rp 44.778.440 Present Value Rp (38.215.000) Rp 38.602.103 Rp 33.277.675 Rp 28.687.651 Rp 24.730.734 Rp 21.319.598 Rp 18.378.964 Rp 15.843.934 Rp 13.658.564 Rp 11.774.624 Rp 10.150.538 Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 6.563.440 Rp 51.341.880 Rp 96.120.320 Rp 140.898.760 Rp 185.677.200 Rp 230.455.640 Rp 275.234.080 Rp 320.012.520 Rp 364.790.960 Rp 409.569.400
Kapasitas meningkat dan perubahan % mutu
POlA I
Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Cash Inflow Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000
Total penerimaan Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000
Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920
Investasi Rp 38.215.000
Biaya Produksi Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920 Rp 114.182.920
Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Rp 169.833.080 Present Value Rp (38.215.000) Rp 146.407.828 Rp 126.213.644 Rp 108.804.866 Rp 93.797.298 Rp 80.859.740 Rp 69.706.672 Rp 60.091.959 Rp 51.803.413 Rp 44.658.114 Rp 38.498.375 Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 131.618.080 Rp 301.451.160 Rp 471.284.240 Rp 641.117.320 Rp 810.950.400 Rp 980.783.480 Rp 1.150.616.560 Rp 1.320.449.640 Rp 1.490.282.720 Rp 1.660.115.800
POlA II
Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Cash Inflow Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000
Total penerimaan Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000
Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760
Investasi Rp 38.215.000
Biaya Produksi Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760 Rp 153.000.760
(3)
POlA III
Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Cash Inflow Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000
Total penerimaan Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000 Rp 284.016.000
Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840
Investasi Rp 38.215.000
Biaya Produksi Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840 Rp 197.950.840
Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Rp 86.065.160 Present Value Rp (38.215.000) Rp 74.194.103 Rp 63.960.434 Rp 55.138.305 Rp 47.533.022 Rp 40.976.743 Rp 35.324.778 Rp 30.452.395 Rp 26.252.065 Rp 22.631.090 Rp 19.509.561 Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 47.850.160 Rp 133.915.320 Rp 219.980.480 Rp 306.045.640 Rp 392.110.800 Rp 478.175.960 Rp 564.241.120 Rp 650.306.280 Rp 736.371.440 Rp 822.436.600
POlA IV
Deskripsi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Cash Inflow Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400
Total penerimaan Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400 Rp 113.606.400
Cash Outflow Rp 38.215.000 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720
Investasi Rp 38.215.000
Biaya Produksi Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720 Rp 59.569.720
Aliran Kas Bersih Rp (38.215.000) Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Rp 54.036.680 Present Value Rp (38.215.000) Rp 46.583.345 Rp 40.158.056 Rp 34.619.014 Rp 29.843.977 Rp 25.727.567 Rp 22.178.937 Rp 19.119.773 Rp 16.482.563 Rp 14.209.106 Rp 12.249.229 Kumulatif Kas Rp (38.215.000) Rp 15.821.680 Rp 69.858.360 Rp 123.895.040 Rp 177.931.720 Rp 231.968.400 Rp 286.005.080 Rp 340.041.760 Rp 394.078.440 Rp 448.115.120 Rp 502.151.800
(4)
Lampiran 12. Kuesioner Responden Pengusaha Industri Gula Merah Tebu
KUESIONER RESPONDEN PENGUSAHA
INDUSTRI GULA MERAH TEBU
No.
Responden
: Tanggal
wawancara
:
Nama responden :
Kuesioner ini dibuat untuk menganalisa kondisi usaha industri gula merah dari nira
tebu. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan skripsi
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Aspek Legalitas
1.
Siapa pendiri / perintis industri gula merah tebu ...
2.
Tahun berapa usaha ini mulai dilakukan / dirintis ...
3.
Siapa penanggung jawab industri gula merah tebu saat ini ...
4.
Dimana alamat industri gula merah tebu saat ini ...
5.
Apakah industri gula merah tebu yang anda kelola memiliki izin usaha dari
pemerintah daerah ...
6.
Apakah bentuk usaha industri gula merah tebu yang anda dikelola ...
7.
Berdasarkan bentuk usahanya, bagaimana pendapat anda mengenai industri
gula merah tebu yang dikelola ...
8.
Apa saja yang menjadi kendala anda dalam masalah legalitas industri gula
merah tebu ...
Aspek Teknis dan Teknologis
Bahan Baku Tebu
9.
Berapa kemampuan produksi gula merah tebu usaha anda / hari ...
10.
Berdasarkan karakteristik tebu sebagai bahan baku,
a.
Berapa umur tebu yang anda gunakan ...
b.
Bagaimana bentuk batang tebu yang anda gunakan ...
c.
Bagaimana bentuk daun tebu yang anda gunakan ...
d.
Bagaimana tingkat kemanisan tebu yang anda gunakan ...
11.
Dari mana anda mendapatkan sumber bahan baku tebu yang anda gunakan
untuk diproduksi menjadi gula merah tebu ...
12.
Apabila anda menggarap lahan perkebunan tebu,
a.
Berapa luas arel perkebunan yang anda garap ...
b.
Berapa tingkat produksi tebu dari lahan yang anda garap ...
13.
Apabila anda membeli bahan baku tebu,
a.
Dari daerah mana anda membeli bahan baku tebu ...
b.
Bagaimana cara pembeian dan pembayaran tebu yang anda beli ...
c.
Berapa harga tebu yang anda beli ...
14.
Berapa rincian biaya bahan baku tebu yang anda keluarkan untuk
(5)
Bahan Tambahan dan Penunjang
16.
Bahan tambahan apa saja yang anda gunakan dalam proses produksi gula
merah tebu ...
17.
Berapa banyak bahan tambahan yang digunakan untuk produksi ...
18.
Bahan penunjang apa saja yang anda gunakan dalam proses produksi gula
merah tebu ...
19.
Berapa banyak bahan penunjang yang digunakan untuk produksi ...
20.
Bagaimana cara anda memperoleh bahan tambahan dan penunjang produksi ..
21.
Apa saja yang menjadi kendala bahan tambahan dan penunjang untuk industri
gula merah tebu yang anda kelola ...
Mesin dan Peralatan
22.
Mesin dan peralatan apa saja yang anda gunakan dalam industri gula merah
tebu ...
23.
Apakah fungsi dari masing-masing mesin dan peralatan yang anda gunakan ...
24.
Bagaimana spesifikasi dari masing-masing mesin dan peralatan yang anda
gunakan ...
25.
Berapa jumlah mesin dan peralatan yang saat ini anda miliki ...
26.
Bagaimana kondisi mesin dan peralatan yang saat ini anda miliki ...
27.
Bagaimana cara perawatan mesin dan peralatan yang anda lakukan ...
28.
Apa saja yang menjadi kendala mesin dan peralatan untuk industri gula merah
tebu yang anda kelola ...
Proses Produksi
29.
Bagaimana proses produksi gula merah tebu yang anda lakukan ...
30.
Apa saja yang mempengaruhi mutu dan kualitas produk gula merah tebu yang
anda dihasilkan ...
31.
Apa saja yang menjadi proses produksi produk gula merah tebu untuk industri
gula merah tebu yang anda kelola ...
Limbah dan Sanitasi
32.
Limbah apa saja yang dihasilkan oleh industri gula merah tebu yang anda
kelola ...
33.
Bagaimana penanganan limbah yang dihasilkan oleh industri gula merah tebu
yang anda kelola ...
34.
Bagaimana penanganan sanitasi (kebersihan) pada industri gula merah tebu
yang anda kelola ...
35.
Apa saja yang menjadi kendala penanganan limbah dan sanitasi untuk
industri gula merah tebu yang anda kelola ...
Produk dan Pemasaran
36.
Berdasarkan karakteristik fisik produk gula merah tebu,
a.
Bagaimana bentuk produk gula merah tebu yang anda hasilkan ...
b.
Berapa bobot satuan produk gula merah tebu yang anda hasilkan ...
c.
Bagaimana kemasan produk gula merah tebu yang anda hasilkan ...
37.
Berdasarkan klasifikasi mutu produk gula merah tebu,
a.
Faktor-faktor apa saja yang membedakan mutu produk gula merah tebu
(6)