Aspek Profitabilitas Karakteristik Industri a. Sejarah dan perkembangan

51 terlupakan karena tidak tercatat dengan baik. Pengusaha hanya mengandalkan daya ingat dengan sedikit catatan untuk menunjang kebijaksanaan yang diambilnya. Menurut Adiningsih 2004 salah satu kelemahan UKM dalam aspek keuangan adalah banyaknya UKM yang belum bankable karena belum adanya manajemen keuangan yang transparan. Murdinah et al., 2002 menambahkan dalam bidang keuangan, UKM biasanya lemah dalam membuat anggaran, tidak adanya pencatatan dan pembukuan yang memadai, dan tidak adanya batasan tegas antara milik pribadi keluarga dengan milik perusahaan.

g. Aspek Profitabilitas

Bahan baku tebu yang digunakan dalam industri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari dibagi menjadi empat pola, yaitu tebu yang berasal dari lahan milik sendiri Pola I, lahan sewa Pola II, beli tebu Pola III, dan titip giling Pola IV. Tabel 10. Biaya pengadaan bahan baku tebukotak 163 kw tebu Kuantitas Kotak Pola I Pola II Pola III Pola IV Biaya Bahan Baku 163 kw Rp 1.054.214 Rp 2.061.357 Rp 2.857.143 - Bibit 5.500 potong Rp 275.000 Rp 275.000 - - Irigasi 6 jam Rp 56.000 Rp 56.000 - - Pupuk 79 kg Rp 162.500 Rp 162.500 - - Za 14 kg Rp 86.429 Rp 86.429 - - KCl 46 kg Rp 15.714 Rp 15.714 - - Urea 14 kg Rp 60.357 Rp 60.357 - - Sewa Bajak 1 hari Rp 102.857 Rp 102.857 - - Tenaga Kerja 22 HOK Rp 442.857 Rp 442.857 - - Pajak Tanah - Rp 15.000 Rp 15.000 - - Sewa Tanah - - Rp 1.007.143 - - Tabel 10 menunjukkan perbedaan biaya bahan baku tebu antara Pola I, Pola II, Pola III, dan Pola IV. Biaya pengadaan bahan baku pada Pola I adalah biaya pengelolaan areal perkebunan tebu yang meliputi biaya pengadaan bibit, biaya irigasi, biaya pemupukan, biaya tenaga kerja, dan pajak. Biaya pengelolaan areal perkebunan tebu Pola II lebih besar dari Pola I karena membutuhkan biaya tambahan untuk sewa lahan. Biaya pengadaan bahan baku tebu pada Pola III lebih tinggi dibandingkan Pola I dan II karena tebu berasal dari Tebu Rakyat Bebas 52 TRB dimana harga jual TRB adalah biaya pengelolaan areal perkebunan tebu ditambah dengan keuntungan yang diharapkan petani tebu. Harga bahan baku tebu Pola I adalah Rp 6.473kw, Pola II adalah Rp 12.657kw, dan Pola III adalah Rp 17.544kw. Pola IV tidak membutuhkan biaya pengadaan bahan baku karena tebu berasal dari orang lain yang sengaja menitipkan tebunya untuk diproses menjadi gula merah tebu. Hasil penjualan gula merah tebu yang dihasilkan akan dibagi kepada pengusaha sebesar 40 dari total penjualan gula merah tebu yang dihasilkan. Sistem bagi hasil yang dterapkan dalam usaha pengolahan gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari adalah bagi hasil murni. Menurut Senduk 2003 dalam bagi hasil murni, pendapatan yang diterima adalah pembagian sebesar sekian persen dari keuntungan kotor usaha. Tabel 11. Analisa profitabilitas berdasarkan bahan baku 264 kg produkhari Pola I Pola II Pola III Pola IV Penerimaan Rp 920.714 Rp 920.714 Rp 920.714 Rp 368.286 Total Penjualan TR Rp 920.714 Rp 920.714 Rp 920.714 Rp 920.714 Bagi Hasil 40 x TR - - - Rp 368.286 Gula Baik 56 kg x Rp 3700 Rp 208.786 Rp 208.786 Rp 208.786 Rp 208.786 Gula Sedang 135 kg x Rp 3500 Rp 471.500 Rp 471.500 Rp 471.500 Rp 471.500 Gula Jelek 73 kg x Rp 3300 Rp 240.429 Rp 240.429 Rp 240.429 Rp 240.429 Biaya Produksi Rp 396.847 Rp 560.110 Rp 689.111 Rp 225.953 Biaya Bahan Baku 26,4 kw tebu Rp 170.894 Rp 334.157 Rp 463.158 - Biaya Bahan Penunjang Rp 62.855 Rp 62.855 Rp 62.855 Rp 62.855 Kapur 2,2 kg x Rp 350 Rp 770 Rp 770 Rp 770 Rp 770 Minyak Kelapa 0,44 kg x Rp 4.700 Rp 2.068 Rp 2.068 Rp 2.068 Rp 2.068 Metabisulfit 0,22 kg x Rp 8.000 Rp 1.760 Rp 1.760 Rp 1.760 Rp 1.760 BBM Diesel 8 lt x Rp 4.300 Rp 33.786 Rp 33.786 Rp 33.786 Rp 33.786 Oli 0,45 lt x Rp 9.000 Rp 4.050 Rp 4.050 Rp 4.050 Rp 4.050 BBM Kendaraan 5 lt x Rp 4.300 Rp 20.271 Rp 20.271 Rp 20.271 Rp 20.271 Aspal padat Rp 9.000 60 hari Rp 150 Rp 150 Rp 150 Rp 150 Biaya Tenaga Kerja Rp 163.098 Rp 163.098 Rp 163.098 Rp 163.098 Pendapatan Rp 523.867 Rp 360.604 Rp 231.603 Rp 142.333 Pendapatan kg Rp 1.984 Rp 1.366 Rp 877 Rp 539 RC Ratio 2,32 1,64 1,34 1,63 Keempat tipe pola usaha gula merah tebu yang dilakukan di Kecamatan Kebonsari pada tingkat produksi sebesar 264 kg gulahari dengan harga jual produk berkisar antara Rp 3.300 – Rp 3.700kg memberikan keuntungan yang 53 berbeda bagi pengusaha gula merah tebu. Pada Tabel 11 dapat dilihat Pola I lebih memberikan pendapatan, pendapatan per kg gula merah, dan nilai RC rasio lebih tinggi dibandingkan Pola II, III, dan IV. Besarnya pendapatan, pendapatan per kg gula dan nilai RC rasio Pola I adalah Rp 523.867, Rp 1.984, dan 2,32 ; Pola II adalah Rp 360.604, Rp 1.366, dan 1,64 ; Pola III adalah Rp 231.603, Rp 877, dan 1,34 ; dan Pola IV adalah Rp 142.333, Rp 539, dan 1,63. Dalam menjalankan usahanya pengusaha tidak hanya menggunakan salah satu pola tertentu. Bahan baku tebu yang diolah menjadi gula merah dapat juga hasil kombinasi dari keempat pola. Selama penelitian terdapat 6 kombinasi sumber bahan baku, yaitu Kelompok 1 100 Pola IV, Kelompok 2 57 Pola II, dan 43 Pola IV, Kelompok 3 46 Pola I, dan 54 Pola II, Kelompok 4 33 Pola I, dan 67 Pola III, Kelompok 5 100 Pola II, dan Kelompok 6 40 Pola II, 46 Pola III, dan 16 Pola IV. Analisa profitabitas industri gula merah tebu berdasarkan kombinasi sumber bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 4. Pendapatan Kelompok 1 adalah Rp 360.085, Kelompok 2 adalah Rp 2.450.207, Kelompok 3 adalah Rp 2.272.634, Kelompok 4 adalah Rp 3.756.693, Kelompok 5 adalah Rp 961.431, dan Kelompok 6 adalah Rp 2.583.142. Perbedaan pendapatan ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah produksi dan hari kerja pengolahan gula merah tebu. Semakin banyak hari kerja yang digunakan untuk pengolahan gula merah tebu maka semakin tinggi produksi gula merah tebu yang dihasilkan. Analisa profitabilitas industri gula merah tebu menunjukkan besarnya pendapatan per kg gula merah pada Kelompok 1 adalah Rp 463, Kelompok 2 adalah Rp 959, Kelompok 3 adalah Rp 1.542, Kelompok 4 adalah Rp 1.389, Kelompok 5 adalah Rp 1.350, dan Kelompok 6 adalah Rp 933. Nilai RC rasio pada Kelompok 1 adalah 1,50, Kelompok 2 adalah 1,82, Kelompok 3 adalah 1,80, Kelompok 4 adalah 1,66, Kelompok 5 adalah 1,64, dan Kelompok 6 adalah 1,47. Nilai pendapatan per kg gula merah dan RC rasio terkecil terjadi pada Kelompok 1 karena pendapatan yang diterima pengusaha gula merah tebu adalah 40 total penerimaan dikurangi biaya pengolahan. Kelompok 3 adalah kelompok dengan pendapatan per kg gula merah dan RC rasio terbesar karena rendahnya 54 komponen biaya bahan baku menyebabkan biaya produksi juga rendah sehingga mampu meningkatkan penerimaan gula merah tebu. Kegiatan produksi gula merah tebu berkisar antara bulan Mei – Oktober, tetapi apabila pada periode tersebut harga jual gula merah tebu rendah, maka pengusaha Pola I dan II akan mempertimbangkan alternatif lain pemanfaatan tebu yang mereka usahakan. Berbagai alternatif lain yang dilakukan pengusaha antara lain : 1. Menjual langsung tebu batang ke pabrik gula. 2. Menjual tebu batang melalui pedagang perantara tengkulak. 3. Menyimpan hasil produksi gula merah yang dihasilkan sampai harga jual gula merah tebu lebih menguntungkan. Pertimbangan untuk menjual langsung tebu batang yang dihasilkan pengusaha Pola I dan II atau orang yang menitip tebu Pola IV harus sebanding dengan oportunity cost yang harus ditanggung untuk mengolah tebu menjadi gula merah tebu, antara lain : 1. Tambahan pekerjaan seperti kegiatan pengolahan, mencari dan menghubungi tenaga kerja, serta mencari dan menghubungi konsumen. 2. Tambahan waktu seperti waktu pengolahan, waktu mencari bahan baku tebu, dan waktu penyimpanan. 3. Tambahan biaya seperti biaya pengolahan, dan biaya penyusutan. 4. Ketidakpastian terhadap tingkat produksi dan harga jual gula merah tebu. Menurut Zuraidah 2005 keputusan petani mengolah tebu menjadi gula merah tebu dipengaruhi oleh faktor pendapatan rumah tangga non tebu, status lahan, dan pengalaman berusaha tani tebu. Jumlah tanggungan keluarga, dan luas lahan tidak berpengaruh terhadap keputusan petani untuk mengolah tebu menjadi gula merah tebu.

3. Kontribusi Industri Terhadap Wilayah a. Pendapatan daerah