27
2.2. Kecamatan Medan Timur
Kecamatan Medan Timur adalah salah satu kecamatan di Kota Medan yang terdiri dari 11 kelurahan dengan luas wilayah 7,76 km
2.
Batas-batas Kecamatan Medan Timur adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Medan Deli
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Medan Barat
Kecamatan Medan Timur adalah salah satu pusat perkantoran, perdagangan, dan jasa di Kota Medan dengan penduduknya berjumlah 112.108
jiwa 2006. Di Kecamatan Medan Timur ini terdapat Stasiun Kereta Api Medan yang dikenal dengan stasiun besar sebagai salah satu sarana transportasi darat
antarkota dan antardaerah dari dan ke Kota Medan. Walaupun bukan sebagai daerah pusat industri, di Kecamatan Medan Timur ini juga banyak terdapat usaha-
usaha industri kecil seperti Moulding dan komponen bahan bangunan kusen, bengkel kenderaan bermotor, bengkel bubut, show room serta usaha perdagangan
dan jasa. Sebagai informasi bagi investor dan masyarakat di Kecamatan Medan Timur ini terdapat:
• Pusat Perbelanjaan Macan Yaohan di Jl. Merak Jingga
• Yuki Supermarket di Jl. Prof. HM. Yamin, SH
• Hotel Angkasa di Jl. Perintis Kemerdekaan
• Kolam Renang Deli dan Gelanggang Remaja di Jl. Sutomo Ujung
• Perguruan Tinggi Negeri IAIN di Jl. Sutomo Ujung Medan
• Perguruan Tinggi Swasta Nommensen di Jl. Sutomo
28 •
RSU Pirngadi di Jl. Prof. HM. Yamin, SH •
Kantor Telkom di Jl. Prof. HM. Yamin, SH •
Indosat di Jl. Perintis Kemerdekaan.
2.3. Kelurahan Durian
Kelurahan Durian adalah salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Medan Timur Kota Medan. Batas-batas wilayah Kelurahan Durian adalah sebagai
berikut : Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kelurahan Glugur Darat II Sebelah Timur
: berbatasan dengan Kelurahan Sidorame Barat II Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Kelurahan Gaharu Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kelurahan Silalas dan Kelurahan Glugur Kota
2.3.1. Keadaan Demografi Penduduk Kelurahan Durian
Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Durian terdiri dari warga pribumi, keturunan asing, dan warga negara asing. Sebanyak 71,76
warga pribumi; 28,21 keturunan asing, dan sisanya warga negara asing. Hal ini dapat dilihat pada tabel:
Tabel 2.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Status Kewarganegaraan dan Jenis Kelamin di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur
Tahun 2010
No. Status Kewarganegaraan
Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Warga Negara Indonesia Pribumi
4.254 4.193
8.447 71,76
2. Warga Negara Indonesia
Keturunan Asing 1.604
1.717 3.321
28,21 3.
Warga Negara Asing 1
3 4
0,03 Jumlah
5.859 5.913
11.772 100,00
Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur
Tahun 2010
29
Mayoritas agama masyarakat Kelurahan Durian adalah Islam yakni
sebesar 51,15 . Terbesar kedua adalah Budha sebesar 26,56 dan diikuti Kristen Protestan sebesar 20,04 . Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama dan Jumlah orang di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur
Tahun 2010
No. Agama
Jumlah orang
1. Islam
6.021 51,15
2. Kristen Protestan
2.359 20,04
3. Kristen Katolik
214 1,82
4. Budha
3.127 26,56
5. Hindu
41 0,35
6. Sikh
20 0,17
Jumlah 11.772
100,00
Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan
Timur Tahun 2010
Penduduk Kelurahan Durian terdiri dari banyak suku bangsa. Warga Tionghoa merupakan penduduk yang paling banyak di kelurahan
tersebut yakni sebesar 26,63, meskipun hanya terpaut 5 dari suku Tapanuli yang menduduki jumlah kedua. Warga Matras merupakan
penduduk minoritas di Kelurahan Durian. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa dan Jumlah orang di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur
Tahun 2010
No. Suku Bangsa
Jumlah orang
1. Tionghoa
3.135 26.63
2. Tapanuli
2.576 21.88
3. Minang
1.611 13.68
4. Simalungun
1.477 12.54
5. Jawa
1.286 10.92
6. Melayu
761 6.46
7. Manado
310 2.63
8. Karo
224 1.90
30 9.
Nias 178
1.51 10. Aceh
154 1.30
11. Matras 70
0.59 Jumlah
11.772 100,00
Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan
Timur Tahun 2010
Pada umumnya, penduduk Kelurahan Durian berpendidikan tamatan SMA. Terbanyak kedua tamatan SLTP dan hanya sedikit yang
mempunyai tamatan perguruan tinggi atau sarjana. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jumlah orang di Kelurahan Durian Kecamatan Medan
Timur Tahun 2010
No. Tingkat Pendidikan
Jumlah orang
1. Belum Sekolah
1.242 10.55
2. Tidak tamat SD
2.322 19.72
3. Tamat SD Sederajat
2.473 21.01
4. Tamat SLTP Sederajat
2.447 20.79
5. Tamat SLTA Sederajat
2.466 20.95
6. Tamat Akademi
531 4.51
7. Perguruan Tinggi Sarjana
286 2.43
Jumlah 11.772
100,00
Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan
Timur Tahun 2010
Jenis pekerjaan yang paling dominan penduduk Kelurahan Durian adalah wirasawasta yakni sebesar 22,55 , sedangkan jenis pekerjaan
penduduk yang paling sedikit yaitu nelayan dan bertani. Masing-masing sebanyak 3 orang atau 0,03 . Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
31
Tabel 2.6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Jumlah orang di Kelurahan Durian Kecamatan Medan
Timur Tahun 2010
No. Jenis Pekerjaan
Jumlah orang
1. Wiraswasta
2.654 22.55
2. Pegawai Swasta
1.579 13.41
3. Pensiunan
475 4.03
4. Pegawai Negeri Sipil
408 3.47
5. ABRI
64 0.54
6. Pegawai BUMN
60 0.51
7. Supir
59 0.50
8. Nelayan
3 0.03
9. Tani
3 0.03
Jumlah 11.772
100,00
Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan
Timur Tahun 2010
2.3.2. Fasilitas Umum yang Terdapat di Kelurahan Durian
Tempat ibadah merupakan salah satu fasilitas umum yang ada di Kelurahan Durian. Tempat ibadah yang banyak ditemui di Kelurahan
Durian yaitu masjid dan langgar mushola yakni masing-masing ada 4 buah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.7. Distribusi Tempat Ibadah Berdasarkan Tempat Ibadah dan Jumlah Unit di Kelurahan Durian Kecamatan
Medan Timur Tahun 2010
No. Tempat Ibadah
Jumlah Unit
1. Masjid
4 2.
Mushola Langgar 4
3. Gereja Kristen Protestan
1 4.
Gereja Kristen Katholik -
5. Wihara
2 6.
Pura -
Jumlah 11
Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan
Timur Tahun 2010
Fasilitas kesehatan yang ada di Kelurahan Durian hanya posyandu, praktek dokter, apotek, dan balai pengobatan klinik. Untuk lebih jelas
32 mengenai jumlah masing-masing fasilitas kesehatan tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 2.8. Distribusi Fasilitas Kesehatan Berdasarkan Jenis Fasilitas Kesehatan dan Jumlah Unit di Kelurahan Durian
Kecamatan Medan Timur Tahun 2010
No. Jenis Fasilitas Kesehatan
Jumlah Unit
1. Rumah Sakit Umum
- 2.
Puskesmas -
3. Puskesmas Pembantu
- 4.
Poliklinik Balai Pengobatan 1
5. Apotek
6 6.
Posyandu 9
7. Praktek Dokter
5 Jumlah
21
Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan
Timur Tahun 2010
Fasilitas pendidikan yang ada di Kelurahan Durian hanya Taman Kanak-kanak TK dan Sekolah Dasar SD. Hal ini disebabkan sebagian
besar wilayah Kelurahan Durian adalah pusat pertokoan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2.9. Distribusi Fasilitas Pendidikan Berdasarkan Jenis Fasilitas Pendidikan dan Jumlah Unit di Kelurahan Durian
Kecamatan Medan Timur Tahun 2010
No. Jenis Fasilitas Pendidikan
Jumlah
1. Perguruan Tinggi
- 2.
SLTA Sederajat -
3. SLTP Sederajat
- 4.
SD Sederajat 1
5. Taman Kanak-kanak
2 Jumlah
3
Sumber: Laporan Kependudukan Kelurahan Durian Kecamatan Medan
Timur Tahun 2010
33
2. 4. Gambaran Umum Masyarakat di Bantaran Rel Kereta Api 2.4.1.
Sejarah Pemukiman
Menurut cerita sebagian warga pemukiman di rel kereta api ini berdiri sekitar tahun 1970-an. Yang pertama kali mendirikan rumah disini adalah orang-
orang Batak perantauan di Kota Medan yang sudah memiliki istri. Awalnya sebelum menikah mereka tidaklah tinggal disini melainkan menyewa di rumah
kontrakan, setelah menikah maka otomatis tempat tinggal yang dibutuhkan pun akan semakin besar, untuk itu diperlukan tempat baru. Biasanya mereka hanyalah
buruh-buruh kasar atau sopir angkot dengan gaji pas-pasan. Sebenarnya mereka hanya mengikuti jejak orang yang mendirikan rumah di bantaran rel kereta api
lainnya sebelum mereka. Pada awalnya rumah-rumah disini adalah hunian-hunian darurat yang
terbuat dari papan bekas atau kardus yang mereka didirikan secara mandiri, namun lama kelamaan rumah-rumah yang mereka huni ini kondisinya semakin
baik, bahkan sudah ada yang menjadi rumah permanen dengan dinding dan lantainya seluruhnya terbuat dari semen.
Lokasi penelitian ini terbentang dari Jalan Bambu II sampai Jalan Karantina, berrikut adalah batas-batas nya:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Karantina Kelurahan Glugur
Darat I •
Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sidorame Barat II •
Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Sutomo Ujung Kelurahan Durian
• Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Glugur Kelurahan Glugur Kota
34 Secara administratif daerah ini termasuk dalam Kelurahan Durian dan
Kelurahan Glugur Kota, namun demikian secara data mereka ini termasuk warga Kelurahan Durian, walaupun secara geografis sebagian tanah yang ditempatinya
adalah daerah administratif Kelurahan Glugur Kota. Ini disebabkan karena masyarakat yang tinggal disini pada umumnya mengurus masalah KTP dan
masalah administrasi lainnya adalah di Kantor Kelurahan Durian. Alasan mereka mendaftar sebagai warga Kelurahan Durian adalah masalah jarak, dimana Kantor
Lurah Durian lebih dekat dari pada Kantor Lurah Glugur Kota. Sebenarnya lahan yang mereka tempati ini adalah kawasan hijau yang
harus bebas dari pemukiman dan lahan yang mereka tempati ini adalah milik PT Kereta Api Indonesia. Menurut cerita masyarakat, orang yang pertama kali
membuat pemukiman disini adalah komunitas perantau orang Batak Toba. Namun walaupun begitu lahan-lahan yang kosong disini masih banyak dijumpai, tapi
bukan berarti itu bebas untuk ditinggali, biasanya lahan kosong itu sudah ada pemiliknya yaitu orang yang sudah pindah dari sini. Jadi, jika ingin memakai
tanah tersebut haruslah minta izin kepada pemilik sebelumnya yang biasanya harus disewakan.
2.4.2. Kepadatan Penduduk
Pemukiman-pemukiman marginal yang tinggal di bantaran sungai, rel kereta api atau di bawah jembatan biasanya adalah pemukiman yang sangat
padat. Ini disebabkan kondisi tanah yang mereka tempati sangat terbatas dan biasanya adalah tanah ilegal bukan milik sendiri. Kepadatan penduduk di
bantaran kereta api ini pun sangat terlihat jelas, dimana jarak antar rumah terlihat sangat rapat bahkan kebanyakan antara rumah yang satu dengan rumah yang
35 lainnya hanya dibatasi oleh dinding saja dengan kondisi rumah yang juga sangat
kecil dan sederhana. Tiap-tiap rumah rata-rata dihuni oleh 5 orang dengan ukuran rumah 4 x 5 meter.
36
BAB III AKTIVITAS DAN KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
3.1. Karakteristik Penduduk
Pada umumnya, orang-orang yang tinggal dalam suatu komunitas kota adalah masyarakat yang heterogen, yakni terdiri dari berbagai suku bangsa,
agama, tingkat pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan. Demikian pula halnya dengan mereka yang tinggal di bantaran rel kereta api di Jalan Bambu II sampai
Jalan Karantina. Mereka adalah orang-orang yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama, pekerjaan dan tingkat pendidikan.
a. Agama
Kalau berbicara komposisi agama di Kelurahan Durian, maka Islam adalah agama yang dominan dianut oleh masyarakatnya. Namun,
kalau berbicara di bantaran rel kereta apinya, maka agama yang dominan dianut masyarakatnya adalah agama Kristen Protestan. Mungkin ini adalah
pengaruh sejarah terbentuknya pemukiman di bantaran rel kereta api, dimana orang Batak adalah orang yang pertama kali mendirikan tempat
hunian di bantaran rel ini, karena pada umumnya orang Batak adalah beragama Kristen Protestan. Namun demikian, sebagian masyarakatnya
ada juga yang beragama Islam walaupun hanya sebagian kecil saja. Biasanya mereka yang beragam Islam adalah suku-suku non Batak Toba
seperti Suku Karo, Jawa, Melayu, Dairi, dan Mandailing. b.
Suku Bangsa
37 Sesuai dengan pernyataan sebelumnya, pada umumnya masyarakat
di bantaran rel ini berasal dari suku Batak Toba, sebagian kecil suku Karo, Jawa, Melayu, dan Mandailing. Mereka pada umumnya adalah pendatang
yang merantau dari kampung khususnya dari tanah Batak yang ada di Tapanuli Utara.
c. Tingkat Pendidikan
Menurut Bapak Armaya Kepling, 42 tahun, pada umumnya mereka yang sudah menikah adalah tamatan SMA, SMP, dan SD, bahkan
ada juga yang tidak sampai tamat SD. Sedangkan pada mereka yang berusia remaja umumnya adalah tamatan SMU sederajat. Sangat jarang
sekali diantara mereka yang sampai tamat Diploma atau Sarjana. Jika adapun yang sampai tamat dari perguruan tinggi, maka ia sudah pindah
dari tempat ini. d.
Pekerjaan Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di bantaran rel kereta api
ini adalah masyarakat migran pendatang yang berasal dari luar Kota Medan dengan modal kenalan yang merantau sebelumnya, bahkan ada
diantara mereka yang awalnya adalah pelarian dari kampung karena terbelit masalah-masalah pencurian, sebagian kecilnya memang berasal
dari Medan sendiri. Pada umumnya mereka adalah pekerja yang tidak menentu dan tidak ada satu jenis pekerjaan yang mendominasi. Ada yang
bekerja sebagai tukang becak, tukang parkir, buruh cuci, mocok-mocok pekerja berpindah-pindah tempat, buruh panggul di pasar dan ada
sebagian kecil yang berjualan ikan atau sayuran di pajak Glugur, bahkan
38 ada yang berprofesi sebagai preman pasar. Preman pasar yang dimaksud
adalah mereka yang setiap hari meminta-minta uang keamanan di pasar tanpa izin yang resmi dari pemerintah dan bukan sebagai petugas
pemerintahan, seperti pengakuan Ibu Dame, 60 tahun : ”...ya kita hanya kerjanya di pasar sebagai pengutip
uang keamanan di pajak, kadang juga sih sebagai pengangkat-ngangkat barang orang yang jualan, tapi
kadang aku juga mau ada kerjaan lain...”
Selain itu ada hal yang unik dari keluarga Ibu Dame, uniknya adalah bahwa yang paling bertanggung jawab sebagai pencari nafkah
keluarga sehari-hari adalah Ibu Dame, bukan suaminya. Suaminya adalah penanggung jawab segala pekerjaan rumah mulai dari kebersihan rumah,
mencuci pakaian, sampai memasak, walaupun terkadang urusan memasak sering dibantu oleh Ibu Dame. Hal yang unik lainnya adalah tentang
kekuasaan di rumah, mulai dari pengaturan urusan sekolah atau tidaknya anak haruslah menurut keputusan Ibu Dame. Sebagai pemilik kuasa yang
paling tinggi Ibu Dame ini pun tidak jarang memberikan perintah kepada suaminya. Hal ini ia akui semua tanpa malu-malu:
”...bah yang bertanggung jawab di keluargaku kan aku, jadi suamiku haruslah pengaturan rumah, udah
awak yang nyari uang, itulah tugasnya di rumah...”
Hal ini dikatakan unik, sebab pada umumnya dalam masyarakat Indonesia kecuali suku tertentu yang paling berkuasa dalam sebuah rumah
tangga adalah suami terlebih lagi dalam keluarga Batak yang sangat patriarkhat, dan Ibu Dame ini adalah keluarga Batak. Hal seperti ini hanya
terjadi pada keluarga Ibu Dame saja.
39
3.2. Aktivitas Masyarakat