Tinjauan tentang Psikologi Individual

27 lanjut, motivasi terbesar pada diri seseorang bukan tentang apa yang benar, melainkan lebih banyak ditentukan oleh persepsi- persepsi subyektif mereka tentang apa yang benar. b. Perjuangan ke Arah Superioritas Setiap individu memulai kehidupan dengan kekurangan fisik yang menggerakkan perasaan-perasaan inferioritas, yaitu perasaan-perasaan yang menggerakkan seseorang untuk berjuang ke arah keberhasilan atau superioritas Yustinus Semiun OFM, 2013: 238. Kekurangan fisik yang dimaksudkan dalam pernyataan tersebut adalah suatu rasa lemah dan tidak berdaya yang dirasakan oleh manusia pada awal-awal kehidupannya. Karena hal tersebut, manusia secara natural bergantung pada orang dewasa untuk bertahan hidup dan akhirnya memiliki perasaan inferior Olson Hergenhahn, 2011: 175. Perasaan-perasaan inferior yang dimiliki manusia tersebut memiliki hubungan yang saling mempengaruhi dengan perjuangan menuju superioritas. Superioritas yang dimaksudkan dalam hal ini bukanlah rasa superioritas terhadap orang lain, melainkan perubahan dari posisi yang rendah menuju posisi yang lebih tinggi Corey, 2009: 101. Tanpa adanya perjuangan menuju kesempurnaan yang merupakan bawaan alami manusia, maka seseorang tidak akan pernah merasa inferior. Lebih lanjut, tanpa adanya perasaan inferior, manusia tidak akan pernah menetapkan 28 tujuan untuk meraih superioritas atau keberhasilan Feist Feist, 2010: 83. Perasaan inferior membantu manusia untuk menetapkan tujuan dalam memenuhi kebutuhan alaminya untuk mencapai superioritas. Oleh karena itu manusia memiliki suatu hal yang disebut tujuan akhir dalam hidupnya yang dianggap dapat mempersatukan kepribadian dan membuat semua perilaku manusia dapat dipahami. Tujuan tersebut berupa tujuan fiksional yang dibuat dari bahan-bahan mentah yang disediakan oleh faktor keturunan dan lingkungan Feist Feist, 2010: 82. Individu- individu yang tidak sehat secara psikologis berjuang ke arah superioritas individu atau pribadi, sedangkan individu-individu yang sehat secara psikologis termotivasi untuk berjuang ke arah keberhasilan semua manusia Yustinus Semiun OFM, 2013: 238. c. Gaya Hidup Gaya hidup dalam psikologi individual merupakan prinsip sistem dengan mana kepribadian individual berfungsi; keseluruhanlah yang memerintah bagian-bagiannya Yustinus Semiun OFM, 2013: 257. Gaya hidup dapat disebut juga sebagai kepercayaan dan asumsi utama individu yang membimbingnya untuk melakukan pergerakan dalam hidup dan mengatur kenyataan yang dimilikinya untuk memberikan makna pada setiap kejadian dalam hidup Corey, 2009: 101. Gaya hidup merupakan sebuah 29 kesatuan dari unsur-unsur yang membentuk tingkah laku dan kepribadian individu. Gaya hidup mencakup tujuan seseorang, konsep diri, perasaan terhadap orang lain, dan sikap terhadap dunia Feist Feist, 2010: 91. Menurut Adler, gaya hidup seseorang terbentuk ketika ia berusia 4 atau 5 tahun Yustinus Semiun OFM, 2013: 259. Sejak saat itu semua pengalaman yang dialami oleh individu diinterpretasikan dan digunakan sesuai dengan gaya hidupnya. Setiap orang memiliki gaya hidup yang unik yang tidak mungkin sama dengan gaya hidup yang dimiliki oleh orang lain. Hal tersebut terjadi karena gaya hidup merupakan hasil interaksi antara keturunan atau bawaan lahir, lingkungan, dan daya kreatif yang dimiliki seseorang Feist Feist, 2010: 92. Daya kreatif sendiri diibaratkan sebagai sendi utama yang mengontrol kehidupan seseorang, bertanggung jawab terhadap tujuan finalnya, menentukan cara-caranya berjuang ke arah tujuan, dan memberikan sumbangan bagi perkembangan minat kemasyarakatan Yustinus Semiun OFM, 2013: 261. Secara singkat, daya kreatif merupakan sesuatu yang dimiliki manusia untuk membentuk gaya hidup dan menjadikannya sebagai individu yang mampu membentuk kepribadiannya sendiri. Meskipun telah ditentukan pada saat kanak-kanak, bukan berarti gaya hidup merupakan hal yang kaku. Individu yang normal 30 memiliki tingkah laku dalam bermacam-macam cara dan fleksibel dengan gaya hidup yang kompleks, kaya, dan pada taraf tertentu dapat berubah Yustinus Semiun OFM, 2013: 260. Maksud dari kata fleksibel adalah, individu dapat menyesuaikan gaya hidupnya dengan kehidupan sosial dan kenyataan untuk mencapai tujuan yang berorientasi pada keberhasilan masyarakat. Mereka akan melakukan berbagai cara untuk dapat memenuhi tiga tugas pokok kehidupan yang telah disebutkan sebelumnya. d. Minat Sosial Minat sosial merujuk pada kesadaran seseorang bahwa dirinya merupakan bagian dari komunitas manusia serta perilaku seseorang dalam menghadapi dunia sosial Corey, 2009: 102. Menurut Adler, minat sosial merupakan sebuah wujud dari sebuah kebutuhan bawaan semua manusia untuk hidup dalam kondisi yang harmonis dan penuh persahabatan dengan orang lain yang teraspirasikan menuju pengembangan suatu masyarakat yang sempurna Olson Hergenhahn, 2011: 183. Minat sosial dapat dikatakan merupakan tolok ukur dari normalitas individu Olson Hergenhahn, 2011: 184. Dikatakan demikian karena segala hal yang dilakukan seseorang untuk mencapai superioritas dan tujuan fiksinya akan dikatakan sehat jika berorientasi pada kehidupan sosial yang lebih baik dan bukannya pada superioritas pribadi. 31 Pada dasarnya minat sosial berakar pada setiap manusia sebagai potensialitas yang harus dikembangkan Yustinus Semiun OFM, 2013: 247. Pengembangan minat sosial tersebut paling banyak dipengaruhi oleh hubungan seorang ibu dan anak pada bulan-bulan pertama masa kanak-kanak Feist Feist, 2010: 89. Hal tersebut dikarenakan hubungan ibu dan anak merupakan suatu model bagi hubungan sosial berikutnya Olson Hetgenhanhn, 2011: 184. Selain ibu, ayah merupakan orang kedua yang penting dalam lingkungan sosial seorang anak Feist Feist, 2010: 90. Ini berarti pertumbuhan minat sosial seseorang bergantung pada hubungannya dengan kedua orang tuanya pada masa kanak-kanak. Psikologi individual percaya bahwa kebahagiaan dan kesuksesan seseorang berhubungan dengan kepuasan sosial yang dimilikinya Corey, 2009: 102. Hal tersebut didasarkan pada asumsi bahwa manusia dimotivasi oleh keinginan untuk dimiliki, yaitu rasa untuk ikut terlibat dan diterima secara sosial. Oleh karena itu, jika kebutuhan akan rasa aman, diterima, dan perasaan bahwa dirinya berharga tidak didapatkannya dari dunia sosial, maka individu tersebut akan merasakan kecemasan. Minat sosial merupakan sebuah tolok ukur untuk membedakan individu yang neurotik dan individu yang normal dalam mencapai superioritas Yustinus Semiun OFM, 2013: 250. Maka dari itu Adler menyusun tiga tugas kehidupan yang 32 dipercaya dapat mengindikasikan sebuah minat sosial yang berembang dengan baik. Tugas-tugas kehidupan tersebut antara lain: 1 tugas-tugas pekerjaan, melalui kerja konstruktif di mana individu menghidupi diri dan keluarga serta membantu mengembangkan masyarakat; 2 tugas-tugas kemasyarakatan yang mensyaratkan kerja sama dengan sesama manusia; dan 3 tugas cinta dan pernikahan, yaitu tugas yang melibatkan pemenuhan peran berbasis jenis kelamin yang sangat penting bagi kelangsungan masyarakat Olson Hergenhahn, 2011 Lebih lanjut pentingnya minat sosial dalam menentukan individu yang neurotik dan normal dapat dilihat pada bagan yang menunjukkan cara manusia mencapai superioritas berikut ini Feist Feist, 2010: 91. 33 ] Gambar 1. Dua Metode Dasar Untuk Meraih Tujuan Akhir Dari bagan tersebut dapat dilihat bahwa minat sosial menjadi salah satu penentu dalam cara individu berjuang meraih superioritas. Individu dengan minat sosial akan berjuang menuju keberhasilan sedangkan individu yang tidak memiliki minat sosial berjuang ke arah superioritas pribadi. e. Finalisme Fiksional Finalisme fiksional merujuk pada tujuan fiktif utama yang dibayangkan individu yang membimbing tingkah lakunya Corey, 2009: 100. Selanjutnya secara lebih khusus tujuan fiktif terpenting yang dimiliki manusia merupakan tujuan untuk meraih superioritas Tujuan akhir disamarkan Tujuan akhir tampak jelas Superioritas pribadi Keberhasilan Keuntungan pribadi Minat Sosial Perasaan yang berlebihan Perasaan tidak lengkap yang wajar Perasaan inferior Keterbatasan fisik Daya juang bawaan 34 atau keberhasilan yang diciptakan di awal kehidupan dan mungkin tidak dipahami dengan jelas Feist Feist, 2010: 85. Finalisme fiksional ini erat kaitannya dengan pandangan Adler tentang pendekatan teologis, yaitu penjelasan bahwa perilaku manusia berorientasi pada masa depan tanpa mengabaikan masa lalu Olson Hergenhahn, 2011: 181. Adler 1954 percaya bahwa manusia tidak dapat berpikir, merasa, berkeinginan atau bertingkah laku tanpa adanya persepsi dari suatu tujuan-tujuan Sweeney, 2009: 11. Individu yang sehat atau normal sangat fleksibel menggunakan alat-alat fiksi tersebut dan tidak kehilangan penglihatan mereka akan realitas, sedangkan bagi individu yang neurotik atau abnormal, rencana hidup fiksi itulah yang dianggap sebagai realitas Olson Hergenhahn, 2011: 182. Dengan kata lain, individu yang normal akan mendasarkan tujuan fiksinya untuk kehidupan masyarakat sedangkan individu yang abnormal mendasarkan tujuan fiksinya pada superioritas pribadi. 3. Aplikasi Psikologi Individual Aplikasi psikologi individual digunakan untuk menggali dan menganalisa tingkah laku dan kepribadian individu berdasarkan elemen-elemen yang terdapat dalam teori psikologi individual. Aplikasi-aplikasi psikologi individual tersebut antara lain: 35 a. Konstelasi Keluarga Persepsi seseorang tentang situasi di mana ia dilahirkan merupakan suatu hal yang penting Yustinus Semiun OFM, 2013: 278. Meskipun demikian, Adler percaya bahwa setiap anak diperlakukan berbeda di dalam keluarganya bergantung dengan urutan kelahirannya, cara asuh yang berbeda tersebut mempengaruhi pandangan dunia si anak Olson Hergenhahn, 2011: 198. Karakteristik individu bergantung pada urutan kelahiran tersebut dibagi menjadi 4 jenis dalam psikologi individual, yaitu anak sulung, anak kedua, anak bungsu, dan anak tunggal. Berikut merupakan penjelasannya secara lebih lanjut: 1 Anak sulung Anak sulung kemungkinan besar memiliki perasaan berkuasa dan superioritas yang kuat, kecemasan tinggi, serta kecenderungan untuk overprotektif Ader, 1931; Feist Feist, 2010: 100. Hal tersebut disebabkan karena anak sulung menjadi fokus perhatian dan sayang orang tua sampai anak kedua lahir yang membuatnya seolah ‘dilengserkan’ dari takhta Olson Hergenhahn, 2011: 198. Usia seorang anak sulung ketika adiknya lahir juga merupakan faktor yang penting Feist Feist, 2010: 101. Jika ketika anak kedua lahir si anak sulung sudah mengembangkan gaya hidupnya, maka tingkah lakunya 36 terhadap situasi dan adiknya juga akan disesuaikan dengan gaya hidupnya. 2 Anak kedua Anak kedua memulai kehidupan dalam situasi yang lebih baik untuk mengembangkan kerja sama dan minat kemasyarakatan Yustinus Semiun OFM, 2013: 279. Meskipun demikian anak kedua merasa dibayang-bayangi oleh sosok kakaknya. Oleh karen itu ia memiliki ambisi karena terus tertantang untuk berusaha menyamai bahkan melampaui kakaknya Olson Hergenhahn, 2011: 199. Ia menjadi pribadi yang memiliki rasa kompetitif yang kemudian disesuaikan dengan gaya hidupnya. 3 Anak bungsu Anak bungsu menurut Adler kemungkinan memiliki rasa inferioritas yang kuat dan tidak memiliki independensi Yustinus Semiun OFM, 2013: 280. Ini diakibatkan karena anak bungsu seringkali dimanjakan oleh orang tuanya dan bahkan juga oleh kakak-kakaknya. Pemanjaan tersebut seringkali membuat si anak bungsu memiliki ambisi yang tinggi untuk mengungguli saudara-saudaranya. Ia juga merupakan anak yang memiliki kegigihan paling tinggi untuk mencari identitas unik di dalam keluarganya seperti menjadi pemusik, pelukis, ilmuwan dan lain lain Olson Hergehahn, 2011: 200. 37 4 Anak tunggal Anak tunggal memiliki kecenderungan untuk mengembangkan rasa inferioritas yang berlebihan, konsep diri yang melambung, dan dunia adalah tempat yang berbahaya Yustinus Semiun OFM, 2013: 280. Ini disebabkan karena anak tunggal memiliki posisi sama seperti anak sulung yang tidak pernah ‘dilengserkan’. Selain itu anak tunggal juga berpotensi mengembangkan minat sosial yang minim, seringkali menampilkan sikap parasistik, dan berharap orang lain terus menawarkan pemanjaan dan perlindungan untuknya Olson Hergenhahn, 2011: 200. Karakteristik urutan kelahiran tersebut merupakan pendeskripsian secara umum Olson Hergenhahn, 2011: 200. Dikatakan demikian karena selain urutan kelahiran, terdapat beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi seperti jenis kelamin, selang antar kelahiran, dan juga cara pandang individu terhadap situasi kelahirannya. b. Ingatan-Ingatan Awal Rekoleksi-rekoleksi awal seseorang tentang masa kecilnya merupakan cara terbaik untuk mengidentifikasi gaya hidup seseorang Olson Hergenhahn, 2011: 201. Namun demikian ingatan masa kecil tersebut belum tentu memiliki efek kasualitas terhadap gaya hidup seseorang saat ini. Adler percaya bahwa 38 bukan pengalaman masa kecil yang menentukan gaya hidup seseorang, melainkan sebaliknya, ingatan akan pengalaman masa kecil sesungguhnya dibentuk oleh gaya hidup seseorang Feist Feist, 2010: 104. Ingatan akan pengalaman apa yang diungkapkan individu bukanlah faktor yang paling penting. Tetapi memori apa yang dipilih oleh individu untuk diungkapkan adalah hal yang lebih penting karena menunjukkan titik awal subyektif dirinya dalam hidup. Ingatan-ingatan tersebut mencerminkan interpretasi individu terhadap pengalaman-pengalaman awalnya, dan interpretasi tersebut membentuk pandangan hidup, tujuan hidup, dan gaya hidupnya sebagai anak. c. Mimpi-Mimpi Adler mempercayai bahwa mimpi merupakan suatu perwujudan dari penipuan diri. Oleh karena itu pribadi yang sehat akan jarang atau bahkan tidak pernah bermimpi Olson Hergenhahn, 2011: 203. Mimpi dalam psikologi individual bukanlah alat yang digunakan untuk meramalkan masa depan. Meskipun demikian, mimpi merupakan suatu perwujudan dari usaha individu untuk memecahkan permasalahan. Interpretasi terhadap mimpi seharusnya bersifat sementara dan terbuka untuk diinterpreasikan ulang. Adler 1956 dalam Feist Feist 2010: 104 menyatakan 39 peraturan emas tentang psikologi individual dalam mempelajari mimpi, yaitu bahwa segalanya bisa berbeda. Jika sebuah interpretasi tidak terasa tepat, maka dapat dicoba interpretasi lainnya. d. Perilaku Cara-cara khas individu bersikap seperti cara berjalan, berbicara, cara duduk, dan lain sebagainya juga membantu dalam memahami gaya hidupnya. Pengamatan tentang perilaku seseorang akan memberikan pandangan tentang bagaimana individu tersebut memandang dunia dan dirinya Olson Hergenhahn, 2011: 204.

D. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan pada beberapa sumber referensi, tidak ditemukan penelitian yang sama persis dengan penelitian berjudul “Eksplorasi Kepribadian Waria dalam Perspektif Psikologi Individual”. Meskipun demikian, peneliti menemukan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki pembahasan yang masih berhubungan dengan penelitian ini beserta dengan persamaan dan perbedaannya. Berikut beberapa penelitian terdahulu tersebut antara lain: 1. Penelitian oleh Stevanus Colonne dan Rika Eliana 2005 yang berjudul “Gambaran Tipe-Tipe Konflik Intrapersonal Waria Ditinjau dari Identitas Gender”. Penelitian tersebut mengaji tentang gambaran tipe-tipe konflik intrapersonal pada waria ditinjau dari identitas gender 40 dan berdasarkan dari teori Lapangan Kurt Lewin. Jenis dari penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Hasil dari penelitian tersebut adalah dari ketiga responden dalam penelitian, dua responden mengalami konflik intrapersonal dan satu responden mengalami konflik interpersonal. Konflik tersebut berupa rasa tidak nyaman akibat gangguan identitas gender yang dimiliki. Tipe-tipe konflik intrapersonal yang dialami responden terjadi daam wilayah fisiologis, wilayah rasa aman, wilayah cinta dan rasa memiliki serta wilayah aktualisasi diri. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian tersebut lebih berfokus pada konflik intrapersonal yang dimiliki oleh waria. Sedangkan peneliti akan lebih berfokus pada eksplorasi keseluruhan perilaku dan kepribadian waria yang juga mencakup kemungkinan munculnya konflik. Meskipun demikian penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti, yaitu sama-sama melihat dari sudut pandang gangguan identitas gender pada waria. 2. Penelitian oleh Winie Wahyu Sumartini M., dkk. 2014 dengan judul “Pola Komunikasi Antarpribadi Waria di Taman Kesatuan Bangsa Kecamatan Wenang”. Penelitian tersebut membahas tentang cara para waria yang bekerja di sekitar Taman Kesatuan Bangsa Kecamatan Wenang berkomunikasi, baik dengan sesama waria maupun dengan masyarakat lainnya. Metode penelitian yang digunakan selama penelitian adalah metode kualitatif. Hasil yang diperoleh dari 41 penelitian adalah waria di Taman Kesatuan Bangsa Kecamatan Wenang memiliki dua bentuk komunikasi, yaitu terbuka dan tertutup dengan menggunakan media verbal dan non verbal. Dalam berkomunikasi dengan masyarakat, subyek dalam penelitian biasanya akan mengamati terlebih dahulu intensi dari orang yang berkomunikasi dengan mereka. Jika komunikasi yang dilakukan masyarakat non- waria bermaksud untuk menghina maka mereka akan menerapkan komunikasi linear atau satu arah dengan tidak menanggapi. Sementara itu, waria memiliki cara tersendiri untuk berkomunikasi dengan sesamanya melalui bahasa-bahasa yang khas yang belum tentu dipahami oleh masyarakat luas. Hal tersebut menghambat mereka untuk menjadi komunikator pesan yang baik dan menyebabkan adanya prasangka terhadap kaum mereka. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian tersebut membahas tentang pola komunikasi antarpribadi waria dengan ulasan aspek psikologis yang tidak begitu mendalam. Sementara itu penelitian yang akan dilakukan peneliti mencakup komunikasi waria dengan masyarakat sebagai bagian dari aspek minat sosial dan secara lebih dalam menggali faktor psikologis di dalamnya. 3. Penelitian berjudul “Pengalaman Menjadi Pria Transgender Waria: Sebuah Studi Fenomenologi” oleh Ekawati Sri Wahyu Ningsih dan Muhammad Syafiq 2014. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengalaman seorang waria dalam menjalani kehidupan 42 sehari-harinya. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode fenomenologi kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah sebagian besar partisipan dalam penelitian mempersepsikan bahwa identitas gendernya merupakan pembawaan sejak lahir. Selain itu partisipan berani melakukan coming out setelah bergabung dengan komunitas waria karena merasa dirinya lebih diterima. Meskipun demikian setelah melakukan coming out, terdapat konflik baik pribadi maupun sosial yang dialami oleh partisipan. Oleh karena itu partisipan melakukan strategit coping. Terdapat dua strategi coping yang dilakukan oleh partisipan, yaitu pencarian bantuan atau pengabaian. Penelitian ini lebih banyak mengaji tentang proses seseorang menjadi seorang waria yang meliputi empat aspek, yaitu faktor penyebab seseorang menjadi waria, coming out, dampak menjadi waria, dan strategi coping waria. Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yang lebih berfokus mengaji dinamika-dinamika dalam teori psikologi individual berupa persepsi- persepsi subyektif, perjuangan ke arah superioritas, finalisme fiksional, minat kemasyarakatan, dan gaya hidup yang akan menjadi dasar perilaku dan kepribadian waria.